Sumber foto: pinterest

Malari 1974: Mahasiswa, Jepang, dan Api di Jakarta

Tanggal: 20 Mei 2025 11:10 wib.
Peristiwa Malari 1974 adalah salah satu momen paling penting dalam sejarah Indonesia, yang melibatkan mahasiswa, Jepang, dan gejolak sosial yang berlangsung di Jakarta. Di awal tahun 1970-an, Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam berbagai sektor, termasuk ekonomi, berkat investasi dari negara-negara asing, salah satunya Jepang. Namun, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak diimbangi dengan kesejahteraan sosial yang merata, yang akhirnya memicu gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia.

Mahasiswa merupakan kekuatan intelektual yang memainkan peran penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan serta memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap mendiskriminasi rakyat. Dalam konteks Malari, para mahasiswa merasa khawatir dengan meningkatnya pengaruh Jepang di Indonesia. Mereka menganggap banyaknya investasi Jepang membawa dampak negatif, seperti eksploitasi sumber daya alam dan dampak sosial yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

Aksi unjuk rasa mahasiswa terpusat di Jakarta pada 15 Januari 1974, di mana ribuan mahasiswa dari berbagai universitas berkumpul untuk menuntut peninjauan kembali hubungan Indonesia-Jepang. Aksi ini tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga mencakup aspek sosial dan budaya yang dirasakan oleh masyarakat. Mereka berargumen bahwa hubungan yang terlalu dekat dengan Jepang dapat melemahkan kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 

Berita mengenai unjuk rasa ini cepat menyebar, menarik perhatian media lokal dan internasional. Pada saat itu, Jepang adalah mitra dagang yang sangat signifikan bagi Indonesia, dan banyak proyek infrastruktur seperti jalan dan pabrik dibangun dengan bantuan dana dari Jepang. Meskipun demikian, mahasiswa menyoroti masalah-masalah yang muncul, seperti dampak lingkungan yang merugikan dan ketidakadilan bagi para buruh lokal yang dipekerjakan di proyek-proyek tersebut.

Akibatnya, mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di Jakarta, menuntut agar pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap pengaruh Jepang yang dianggap merugikan. Dalam aksi tersebut, mereka juga menyoroti masalah korupsi dan kekuasaan yang semakin terkonsentrasi di tangan segelintir elit. Protes ini membara dengan semangat juang yang tinggi dan berlanjut hingga hari-hari berikutnya.

Namun, situasi mulai memanas ketika demonstrasi yang awalnya damai berujung pada kerusuhan. Ketika mahasiswa mempertanyakan kebijakan pemerintah yang lebih pro-Jepang, pihak keamanan membubarkan aksi tersebut dengan keras. Kerusuhan terjadi, dan suasana di Jakarta berubah menjadi kacau. Mahasiswa berusaha membakar mobil-mobil yang mereka anggap simbol dari investasi asing, termasuk Jepang. Kebakaran ini melambangkan kemarahan yang meluap-luap terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat.

Peristiwa Malari 1974 merupakan gambaran jelas bagaimana mahasiswa berperan dalam mengawasi kebijakan pemerintah dan mengadvokasi untuk masa depan yang lebih baik. Sebuah ironi terjadi, di mana mahasiswa yang berjuang untuk hak-hak rakyat malah harus menghadapi represifitas dan kekerasan. Malari menjadi tajuk berita di seluruh dunia, menggambarkan kekuatan mahasiswa Indonesia yang rela berkorban demi tuntutan keadilan sosial.

Pascakejadian Malari, pemerintah Indonesia berusaha untuk meredakan ketegangan dengan melakukan reformasi kebijakan yang lebih pro-rakyat dan meningkatkan peran serta komunitas lokal dalam proyek-proyek pembangunan. Namun, bekas luka yang ditinggalkan oleh peristiwa tersebut terus membekas di benak masyarakat, sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya suara mahasiswa dalam proses demokrasi.

Di era modern ini, refleksi terhadap Malari 1974 menjadi semakin relevan, terutama dengan perhatian yang kembali meningkat terhadap isu-isu keadilan sosial dan hubungan internasional. Mahasiswa, Jepang, dan api di Jakarta selamanya akan dikenang sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan dalam mengejar keadilan.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved