Sumber foto: Kompas.com

Mahfud MD Ungkap Praktik Mafia Hukum di DPR, Sebut Uang Rp 50 Juta untuk Satu DIM

Tanggal: 13 Mei 2025 22:29 wib.
Tampang.com | Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD baru-baru ini mengungkapkan praktik mafia hukum yang menurutnya telah berlangsung sejak era awal reformasi. Dalam wawancaranya pada program Gaspol!, Mahfud menyebutkan bahwa praktik mafia hukum ini mencakup berbagai aspek, termasuk di dalam proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mafia Hukum di Proses Legislasi DPR

Mahfud menjelaskan bahwa hukum sering kali digunakan sebagai alat untuk kepentingan pribadi melalui kolaborasi dan kolusi berbagai pihak. Ia menyebutkan, salah satu contoh praktik mafia hukum di DPR adalah ketika proses legislasi dibuat berdasarkan kepentingan politik jangka pendek. “Dulu ada tenggarai ini mafia bagaimana deal-dealan legislatif, legislatif muncul cara otokratik legalism di mana hukum itu dibuat berdasarkan kepentingan politik jangka pendek,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mahfud memberikan contoh adanya perubahan redaksi dalam sejumlah undang-undang yang sudah disetujui DPR namun mengalami perubahan ketika masuk ke Sekretariat Negara (Setneg). "Bahkan, dulu banyak kasus undang-undang yang disetujui kalimatnya berubah, sudah ditetapkan DPR, begitu masuk Setneg itu lain kalimatnya," kata Mahfud.

Contoh Praktik Mafia Hukum: Undang-Undang Tembakau

Mahfud juga menyinggung soal Undang-Undang Tembakau yang sempat mengalami perubahan redaksi, yang menurutnya adalah bagian dari praktik mafia hukum. “Dulu ada Undang-undang Tembakau, itu ada kalimat yang berubah, banyak lah undang-undang (yang) kalimatnya berubah. Itu sudah mafia hukum,” ujar Mahfud. Ia menambahkan bahwa pada masa itu banyak orang yang mencoba mengatur kepentingan pribadi mereka lewat perubahan-perubahan undang-undang yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.

Uang Rp 50 Juta untuk Satu DIM

Dalam pengungkapan lainnya, Mahfud juga menceritakan bahwa pada masa awal reformasi, ada anggota DPR yang mengaku menerima uang senilai Rp 50 juta untuk setiap Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dibahas dalam pembentukan undang-undang. “Bahkan ada anggota DPR yang mengatakan dulu waktu saya membahas Undang-Undang Kehutanan atau Jamsostek gitu ya, setiap DIM itu dibayar Rp 50 juta satu orang,” ujar Mahfud.

Ia menekankan bahwa praktik ini dilakukan demi mengubah atau sekadar memodifikasi tanda baca dalam rancangan undang-undang. "Waktu zaman-zaman awal reformasi itu kalau kita dengar korupsi Rp 10 miliar 'wah', sehingga mendengar uang 1 DIM membahas Undang-undang itu agar kalimat 'koma' ini diganti 'dan' itu bayar Rp 50 juta untuk setiap anggota DPR," ucap Mahfud.

Korupsi dalam Legalisasi, Bukan Pengadilan

Mahfud menegaskan bahwa praktik semacam ini terjadi dalam ranah legislasi, bukan pengadilan, dan dampaknya terasa sangat besar terhadap pengambilan kebijakan negara. Ia menjelaskan bahwa perubahan-perubahan dalam undang-undang, bahkan yang sekadar mengubah tanda baca atau kata, bisa sangat memengaruhi makna dari pasal yang dimaksud.

“Kita bicara soal hukum, bukan pengadilan, tapi legislasi. Itu kan sudah hukum yang diubah oleh kepentingan pribadi,” tambah Mahfud.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved