Mahfud MD : "Setnov Ketua DPR Terburuk Pasca Reformasi"

Tanggal: 17 Nov 2017 05:33 wib.
Tampang.com – Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta DPP Partai Golkar untuk segera melakukan langkah strategis demi penyelamatan partai ke depan. Dia menyerukan, soliditas partai harus lebih diutamakan dibandingkan dengan berbagai agenda politik jangka pendek.

”DPP Golkar harus segera mengambil langkah strategis. Simpan seluruh agenda jangka pendek untuk menata kembali Partai Golkar secara jangka panjang,” kata Dedi, di sela pertemuan bersama pengurus DPD Golkar Jawa Barat di Purwakarta, kemarin (16/11).

Penyelamatan positioning partai secara nasional, disebut Dedi, harus menjadi agenda utama agar Partai Golkar tetap bertahan dan tumbuh dalam rangka mewarnai pembangunan nasional di Indonesia.

”Saya kira jangan dulu lah kita bicara siapa Ketua Umum barunya atau siapa PLT-nya. Hal yang paling penting adalah selamatkan Golkar-nya dulu,” katanya.

Dalam rangka penyelamatan Partai Golkar, kata Dedi, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan para Ketua DPD Golkar se-Indonesia terutama di Jawa. Komunikasi tersebut menurut Dedi akan berlanjut dengan agenda konsultasi dengan para sesepuh Partai Golkar.

”Kita komunikasi dengan para Ketua DPD se-Indonesia, konsultasi dengan para sesepuh, dewan pembina, hingga para tokoh yang memiliki kontribusi besar terhadap Partai Golkar. Insya Allah ada jalan demi penyelamatan partai kita ini,” tuturnya.

Baik secara pribadi maupun institusi partai, Dedi mengatakan seluruh kader Partai Golkar di Jawa Barat menghormati proses hukum yang secara teknis tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Kita harus patuh terhadap proses hukum yang tengah berlangsung saat ini. Saya yakin seluruh kader termasuk Pak Ketua Umum juga begitu. Pak Setnov (Setya Novanto, Red) pasti memberikan contoh bahwa warga Partai Golkar taat hukum,” tandasnya.

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD angkat bicara terkait menghilangnya Ketua DPR Setya Novanto.

Mahfud menyebut, tak sepatutnya seorang pimpinan lembaga tinggi negara melakukan hal tersebut. Dia lantas melabeli Novanto sebagi Ketua DPR terburuk pasca reformasi.

”Setya Novanto, iya kira-kira (Ketua DPR RI) yang terburuk,” kata Mahfud di kediamannya, Jalan Dempo 3, Matraman, Jakarta Pusat, kemarin (16/11).

Mahfud menuturkan, pimpinan DPR dari masa Harmoko hingga sebelum Novanto tidak mempunyai masalah yang berkepanjangan seperti sekarang. ”Kalau dari Harmoko hingga Marzuki Alie dan sekarang Novanto,” jelas Mahfud.

Akibat ulah Novanto, kata Mahfud, masyarakat banyak yang mengejek negaranya sendiri, seakan tidak mampu menyelesaikan permasalahan Novanto. ”Ejekan itu menyakitkan bagi kita, tetapi Alhamdulilah tadi malam sudah ada langkah konkret bahwa negara ini tidak lemah. KPK tadi malam sudah melakukan supaya jemput paksa meskipun gagal atau belum berhasil,” jelas Mahfud.

Di bagian lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian enggan mengomentari terkait rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menetapkan daftar pencarian orang (DPO) kepada Ketua DPR RI Setya Novanto.

”Saya enggak mau komentar masalah itu (Setya Novanto),” kata Tito di Kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin (16/11).

Terkait hal yang sama, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto menuturkan, hingga saat ini KPK belum melakukan koordinasi untuk mencari keberadaan Setya Novanto. ”Belum ada koordinasi, ya,” tutur Rikwanto.

Menurut Rikwanto, KPK dengan Polri selalu melakukan koordinasi terkait hal pengamanan seperti melancarkan kinerja KPK dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan penggeledahan terhadap orang-orang yang bermasalah dengan lembaga antirasuah. ”Dalam kaitan diminta untuk pengamanan, masalah urusan hukumnya kita tidak terlibat di situ," jelas Rikwanto.

Menanggapi hal itu, Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan saat ini langkah yang akan ditempuh pihaknya ialah mencoba menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi).

”Kita akan menemui pimpinan negara yakni Presiden Jokowi,” ujar Fredrich saat ditemui di kediaman Novanto, Kamis (16/11) dini hari.

Menurut Fredrich, dalam pertemuan itu dirinya akan memberitahukan pada Jokowi bahwa lembaga yang dikepalai oleh Agus Rahardjo ini telah melecehkan UU. Sebab, kata Fredrich, KPK telah melecehkan UU lantaran tidak menghormati Pasal 224 ayat (1) UU Nomor 17/2014 atau UU MD3, yang isinya setiap anggota DPR memiliki hak imunitas.

Kemudian putusan MK atas gugatan nomor PUU 76/XII/2014 yang isinya, menetapkan pemberian izin untuk meminta keterangan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana bukan lagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), melainkan dari Presiden. ”Pasti kita akan tanya ke Presiden kenapa UU ini bisa dilecehkan oleh KPK," katanya.

Sebelumnya diketahui, penyidik KPK mendatangi rumah kediaman Ketua DPR RI Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu (15/11) pukul 21.38. Namun, hingga Kamis (16/11) sekitar pukul 02.35 dini hari, Novanto tak menampakan batang hidungnya.

Sekalipun demikian, para penyidik menjinjing beberapa koper berwarna hitam dan biru, serta sebuah kotak hitam berisi rekaman kamera Closed Circuit Television (CCTV) di rumah Novanto. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved