Sumber foto: Google

KPU, Gubernur Bengkulu Rohidin Tetap Dilantik Jika Menang Pilkada, Asal Statusnya Bukan Terpidana

Tanggal: 30 Nov 2024 07:24 wib.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang berstatus tersangka korupsi tetap bisa dilantik apabila terpilih dalam Pilkada serentak 2024. Hal ini dikarenakan status hukum Rohidin masih sebagai tersangka, bukan terpidana. Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa aturan yang berlaku tidak menghalangi seseorang yang masih berstatus tersangka untuk ikut serta dalam proses pemilihan umum dan dilantik menjadi pejabat publik, asal orang tersebut bukan terpidana.

Hal ini menjawab banyak pertanyaan dan kekhawatiran dari masyarakat terkait kemungkinan dilantiknya seorang pejabat yang tengah terjerat dalam status hukum tersangka korupsi. Sebelumnya, terdapat kekhawatiran bahwa apabila seorang kandidat menang dalam Pilkada namun tengah berstatus tersangka, maka orang tersebut tidak bisa dilantik hingga status hukumnya bersih dari segala tuduhan. Namun, Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa hal ini tidak berlaku bagi orang yang hanya berstatus tersangka, tanpa putusan dari pengadilan yang menyatakan orang tersebut sebagai terpidana.

“Terkait dengan kasus yang terakhir, pada dasarnya merujuk pada Pasal 163 Ayat 6, 7 dan 8 Undang-Undang Pilkada,” kata Afifuddin dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Senin (25/11/2024). Afifuddin pun membeberkan aturan hukum Pasal 163 ayat 6,7 dan 8 Undang-Undang Pilkada yang dipakai KPU ketika ada kondisi calon kepala daerah tersangkut kasus hukum.

Menurut Mochammad Afifuddin, prinsip praduga tak bersalah menjadi dasar dalam pemilihan umum dan pelantikan pejabat publik. Praduga tak bersalah menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dianggap bersalah sebelum ada keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya. Oleh karena itu, seseorang yang masih berstatus tersangka tetap dianggap tidak bersalah hingga adanya keputusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya.

Meskipun demikian, hal ini dinilai kontroversial oleh sebagian pihak. Ada yang berpendapat bahwa seorang kandidat yang tengah berstatus tersangka dalam kasus korupsi seharusnya tidak diizinkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Hal ini dikarenakan adanya dugaan bahwa orang tersebut tidak memiliki integritas yang baik dan memiliki potensi untuk melakukan tindakan korupsi jika terpilih nantinya. Namun, di sisi lain, pendukung argumen Mochammad Afifuddin berpendapat bahwa prinsip praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi dan bahwa setiap orang berhak untuk ikut serta dalam proses pemilihan umum tanpa adanya diskriminasi berdasarkan status hukumnya.

Pada akhirnya, keputusan untuk melantik atau tidak melantik seorang pejabat yang tengah berstatus tersangka dalam kasus korupsi tetap menjadi kewenangan dari lembaga yang berwenang, yang dalam hal ini adalah KPU dan lembaga pelaksana pemilihan umum lainnya. Keputusan tersebut akan didasarkan pada aturan yang berlaku dan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam mengenai kepatutan dan integritas calon pejabat tersebut.

Dengan demikian, meskipun seorang kandidat dalam Pilkada 2024 tengah berstatus tersangka, apabila orang tersebut terpilih oleh masyarakat, maka pelantikannya tetap bisa dilakukan oleh KPU asal status hukumnya bukanlah terpidana. Keputusan mengenai hal ini tentunya menjadi bagian dari upaya untuk menegakkan prinsip praduga tak bersalah dan menjunjung tinggi proses demokrasi dalam pemilihan umum di Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved