KPK Mengingatkan Segera Ada Pembenahan Serius Terhadap Lapas
Tanggal: 25 Jul 2018 23:10 wib.
Sepertinya korupsi di Indonesia telah menjadi sebuah kebudayaan buruk yang susah dibasmi. Bagaimana tidak, kian tegasnya pemerintah mengatasi kegiatan korupsi, namun itu tidak membuat sebagian oknum menyalahgunakan posisi dan jabatan mereka untuk melakukan tindakan korupsi. Salah satunya adalah kasus yang terjadi Lapas Sukamiskin.
Seperti diketahui beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan OTT terhadap Kalapas bersama 3 orang lainnya di Lapas Sukamiskin, Bandung. KPK mengungkap kasus tersebut merupakan praktik pemberian fasilitas mewah kepada narapidana di Lapas Sukamiskin.
Terkait hal itu, KPK meminta agar fasilitas yang ada di dalam sel dikembalikan sesuai dengan standar.
"Seluruh sel di Lapas Sukamiskin dan lapas-lapas lainnya semestinya dikembalikan sesuai standar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (22/7/2018).
Febri menilai, harus ada pembenahan serius terhadap lapas setelah OTT yang dilakukan pihaknya. Komisi Pemberantas Korupsi pun mengingatkan seluruh Kalapas agar tidak melakukan hal serupa yang terjadi di Lapas Sukamiskin.
"KPK kembali mengingatkan, agar pembenahan secara serius dilakukan segera. Kita harus berhenti hanya menyalahkan oknum apalagi jika sampai menggunakan dalih-dalih pembenaran-pembenaran terhadap kondisi yang ditemukan tim KPK dalam kegiatan tangkap tangan," katanya.
Sebelumnya diketahui KPK menemukan sejumlah kamar-kamar mewah bagi napi korupsi, dan juga menemukan sejumlah sel yang penghuninya sedang tidak ada di dalam Lapas Sukamiskin seperti Fuad Amin, dan Tubagus Chaeri Wardana.
Atas kasus itu, KPK menetapkan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen dan tiga orang lainnya yakni Hendri Saputra orang kepercayaan Wahid, dan dua narapidana yang diduga sebagai penyuap yakni Fahmi Darmawansyah dan Andre sebagai tersangka dugaan suap.
Pada kasus itu, KPK menyita sejumlah barang bukti yang diduga berhubungan dengan tindak pidana yakni 2 unit mobil, uang total sekitar Rp 279 juta rupiah, nota penerimaan uang, dan dokumen lain terkait pembelian dan pengiriman mobil.