Kontroversi Sumber Waras: KPK Ruki Vs KPK Agus
Tanggal: 25 Jul 2017 14:14 wib.
Soal Ahok, KPK Jilid IV yang dipimpin Agus Rahardjo ini memang bikin gemes. Ini bisa dilihat dari kasus suap raperda reklamasi yang menyeret sejumlah kolega, sahabat, dan handai tolan Ahok. Dalam kasus itu sejak 5 April 2015 KPK sudah mengatakan akan ada tersangka baru. Kemudian ditegaskan lagi pada 25 April 2016. Faktanya sampai sekarang nama tersangka baru itu belum juga diumumkan.
Dalam kasus RSSW, KPK pimpinan Agus ini memang tidak jelas arahnya. Misalnya, sejumlah komisioner, seperti Laode Muhammad Syarief, Saut Situmorang, dan Basaria Panjaitan beberapa kali menegaskan kalau kasus SW belum ditemukan adanya indikasi korupsi.
Padahal, KPK versi sebelumnya yang dipimpin Taufiqurahman Ruki telah meminta BPK melakukan audit investigasi. Permintaan audit ini berdasarkan Direktur Penyelidikan tanggal 6 Agustus 2015. KPK memintakan audit investigasi kepada BPK untuk menindaklanjuti indikasi penyalahgunaan wewenang oleh Gubernur Ahok dalam pembelian lahan RSSW.
Hasil dari audit investigasi BPK menemukan menemukan 6 penyimpangan dalam pembelian lahan RSSW. Enam penyimpangan itu ditemukan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS SW, penentuan harga, sampai tahap penyerahan.
Jadi, pada setiap tahap ditemukan penyimpangan. Dan dari penyimpangan-penyimpangan itu, BPK menemukan adanya kerugian negara.
Tetapi, KPK versi terbaru ini tutup mata dengan penyimpangan-penyimpangan prosedur yang ditemukan oleh BPK. Seperti kata Saut Situmorang usai menjadi pembicara diskusi antikorupsi di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu 27 April 2016.
“Kalau ada kesalahan prosedur mulai dari urutannya, terburu-buru dan tak masuk APBD, harusnya melalui Musrenbang dan sebagainya, KPK tak bisa masuk ke masalah itu.” http://news.liputan6.com/read/2494301/kpk-belum-ada-indikasi-korupsi-di-kasus-sumber-waras
Kalau kesalahan prosedur itu hanya satu, dua, atau tiga dari enam tahap, boleh saja mengatakan tidak ada indikasi korupsi. Tetapi, pada pembelian lahan RSSW, BPK menemukan 6 penyimpangan prosedur dalam satu siklus.
Nah, KPK versi terbaru ini bukannya mendalami temuan adanya 6 penyimpangan tersebut, malah mencari-cari niat jahat. Karuan saja, dalih KPK ini mengundang gelak tawa yang tak henti-henti sampai sekarang.
Menariknya lagi, menurut mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua, baru di era KPK Jilid IV ini niat jahat dipakai untuk menilai sebuah kasus.
Beberapa bulan yang lalu, KPK berencana mengumumkan final check kasus RSSW. Kok yang dipakai “final check” ya. Kalau di film-film judul yang judulnya pakai “final” seperti “Final Cut”. “Final Decision”, “Final Destination”, dll biasanya seru dan menegangkan. Tapi, “final” ala KPK ini bukannya bikin tegang malah bikin ngakak.
Sementara itu, perilaku pimpinan KPK terkait kasus SW ini terus mendapat sorotan publik. Dalam kasus SW ini, pernyataan para pimpinan KPK Jilid IV ini lebih terkesan sebagai pengacara Ahok.
Lihat saja pernyataan Saut Situmorang usai menjadi pembicara diskusi antikorupsi di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu 27 April 2016. Kata Saut, kalau ada kesalahan prosedur mulai dari urutannya, terburu-buru dan tak masuk APBD, harusnya melalui Musrenbang dan sebagainya, dan KPK tak bisa masuk ke masalah itu..
Kasus SW yang sekarang ditangani oleh KPK pimpinan Agus Rahardjo ini sebenarnya warisan dari KPK pimpinan Plt Taufiqurahman Ruki. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat setelah pada 6 Agustus 2015 KPK yang saat itu masih dipimpin Ruki meminta BPK melakukan audit investigasi.
Permintaan KPK kepada BPK ini diartikan kalau KPK melihat ada indikasi tipikor pada transaksi jual beli lahan RSSW. Untuk itu KPK telah melakukan tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Sambil menunggu kelarnya audit investigasi BPK, KPK melanjutkan pulbaket-nya. KPK melakukan pendalaman yang meliputi permintaan keterangan dari sejumlah pihak dan mencari dokumen.
Pada 7 Desember 2015 BPK menyerahkan hasil audit investigasinya. Dalam audit itu, BPK meyakini ada enam penyimpangan yang terjadi dalam satu siklus yaitu perencanaan, penganggaran, kemudian pembentukan tim, pengadaan lahan RSSW, pembentukan harga dan penyerahan hasil.
Jadi, sebelum ditangani oleh KPK Jilid IV yang komisionernya baru dilantik pada 21 Desember 2015, kasus RSSW sudah didalami oleh KPK selama berbulan-bulan. Karenanya menjadi aneh ketika di tangan komisioner barunya kasus ini mengalami turbulensi.
Komisioner KPK Jilid IV bukan saja menutup mata pada hasil audit investigasi BPK yang menemukan adanya 6 penyimpangan dalam 1 siklus, tetapi seolah telah mengabaikan hasil kerja keras KPK sebelumnya.
Padahal, menurut mantan Wakil Ketua KPK Jilid III Zulkarnaen dalam kasus RSSW ditemukan adanya aliran uang ke pihak ketiga. Temuan adanya aliran uang ini pastinya bukan berasal dari audit investigasi BPK, tetapi oleh KPK sendiri yang tentunya berdasarkan informasi dari PPATK.
Timbul pertanyaan, kenapa KPK seolah masuk angin dalam kasus RSSW ini? Tidak ada satu pun jawaban yang masuk akal selain katena faktor politik. Ya, bagaimana pun juga KPK adalah makhluk politik karena dipilih oleh politisi. Jadi wajar kalau komisi anti rasuah ini ikut berpolitik.