Konstitusi Baru Turki Bisa Menciptakan Presiden yang Diktator
Tanggal: 19 Agu 2017 20:01 wib.
Tampang.com, Internasional - Dalam referendum nasional, warga Turki telah memilih sebuah perubahan dalam konstitusi negara tersebut.Perubahan ini akan memberi presiden lebih banyak kekuatan dan mengurangi pengaruh parlemen. 51,3% pemilih setuju untuk perubahan, sementara 48,7% memilih tidak. Selama berbulan-bulan, warga terbagi dua dalam masalah ini. Konstitusi baru adalah perubahan terbesar dalam struktur Turki sejak didirikan pada awal abad ke-20.
Referendum tersebut merupakan kemenangan bagi Presiden Turki Recip Erdogan, yang, bersama dengan Partai AKP yang berkuasa, menyerukan negara tersebut untuk memperluas kekuasaan presiden. Erdogan menjadi presiden Turki pada tahun 2014 setelah menjadi Perdana Menteri selama lebih dari satu dekade. Dalam beberapa tahun terakhir dia mendapatkan lebih banyak kekuatan, terutama setelah percobaan kudeta musim panas lalu. Dengan adanya konstitusi baru, Erdogan bisa tetap menjadi presiden hingga 2029.
Recip Erdogan menegaskan bahwa konstitusi baru akan membuat Turki lebih modern dan lebih mudah diatur. Penentang Erdogan mengklaim bahwa perubahan tersebut akan membuat presiden terlalu kuat dan akan mengubah negara menjadi sebuah negara diktator yang diatur oleh satu orang. Mereka mengatakan bahwa, di masa depan, presiden tidak dapat dikendalikan atau diawasi oleh parlemen atau pengadilan.
Dalam konstitusi baru Turki presiden akan memiliki kekuatan luas. Dia tidak hanya bisa menunjuk mitranya sendiri dan memilih wakil presiden, tapi juga memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen dan mengumumkan keadaan darurat. Dia juga akan bisa menunjuk hakim ke pengadilan tertinggi, mirip dengan Presiden Amerika.