KOMISI I DPR: Pembatasan Jabatan Sipil untuk Militer dan Ketidakperluan Khawatir Dwifungsi
Tanggal: 10 Jun 2024 06:55 wib.
Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, menegaskan bahwa ketakutan akan kembalinya dwifungsi ABRI seiring dengan revisi UU TNI tidak akan terjadi. Menurut politikus Golkar itu, jabatan sipil untuk diisi TNI akan dibatasi dan diatur dengan baik.
"Jabatan-jabatan sipil yang memerlukan kualifikasi personil militer akan dibatasi. Tidak perlu merasa khawatir," kata Boby Rizaldi.
Bobby juga menegaskan bahwa kekhawatiran akan dwifungsi muncul karena adanya jabatan di kementerian yang boleh diisi oleh TNI. Namun, ia menegaskan bahwa multifungsi TNI sebatas terkait dengan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) saja.
"Multifungsi yang dimaksud adalah terkait dengan OMSP yang sudah diatur sebelumnya, namun perlu diatur lebih rinci agar lebih efektif dalam pelaksanaannya," pungkasnya.
Dalam konteks ini, pembahasan tentang pembatasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh TNI merupakan topik yang krusial. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk mencegah terjadinya dwifungsi dalam tubuh militer, yang tentunya akan berdampak pada stabilitas keamanan dan politik di dalam negeri.
Pada akhir Januari 2022, Komisi I DPR membahas dan menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan UU TNI. Usulan revisi ini juga merupakan bagian dari upaya untuk mereformasi TNI sehingga lebih sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Dalam revisi UU TNI tersebut, nampak adanya upaya yang jelas untuk membatasi jabatan sipil yang boleh diisi oleh TNI. Hal ini dapat dilihat sebagai langkah nyata untuk mengurangi potensi dwifungsi, yang menjadi perhatian utama dalam proses reformasi TNI.
Bobby Rizaldi menjelaskan bahwa pembatasan jabatan sipil untuk militer dilakukan sebagai langkah preventif untuk menghindari kemungkinan dwifungsi ABRI, yang terjadi di masa lalu. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus sejarah, pengisian jabatan sipil oleh militer dapat membuka celah terjadinya keterlibatan militer dalam urusan politik dan pemerintahan, yang seharusnya menjadi wewenang sipil.
Salah satu poin penting dalam revisi UU TNI ini adalah penguatan pengaturan tentang jabatan-jabatan sipil yang boleh diisi oleh personel TNI. Dengan adanya aturan yang lebih ketat mengenai hal ini, diharapkan dapat menekan risiko dwifungsi serta menegaskan kembali prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang mengedepankan kedaulatan sipil.
Pengaturan yang lebih tegas terkait dengan jabatan-jabatan sipil untuk TNI juga sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi modern di mana supremasi sipil atas militer harus dijaga. Hal ini merupakan bagian penting dalam memastikan bahwa peran serta militer dalam aspek politik dan pemerintahan sesuai dengan batas-batas yang telah ditetapkan, demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dan stabil.
Selain pembahasan mengenai pembatasan jabatan sipil untuk militer, revisi UU TNI juga mencakup upaya untuk mengatur lebih rinci mengenai aspek dwifungsi atau multifungsi TNI, terutama terkait dengan pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dengan adanya pengaturan yang lebih tegas terkait dengan multifungsi, diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas bagi TNI dalam menjalankan operasionalnya.