Kaisar KKSP Soroti Negosiasi RI dengan AS Soal Tarif, Singgung Tak Sesuai Arah Strategi Transisi Energi
Tanggal: 27 Apr 2025 17:55 wib.
Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra atau yang akrab disapa Kaisar KKSP, menyoroti tajam jalannya perundingan antara tim negosiator Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat terkait kenaikan tarif resiprokal. Ia menyampaikan kekhawatirannya terhadap beberapa poin dalam negosiasi tersebut, khususnya mengenai komitmen Indonesia untuk meningkatkan pembelian gas alam cair (LNG) dan minyak mentah (sweet crude oil) dari Amerika Serikat.
Dalam keterangannya, Kaisar menilai bahwa arah perjanjian tersebut berpotensi bertentangan dengan strategi besar nasional terkait transisi energi. "Kebijakan ini tampaknya tidak sejalan dengan arah strategi transisi energi nasional yang mendorong pengurangan ketergantungan terhadap energi fosil dan mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan," ujar Kaisar.
Menurutnya, Indonesia saat ini tengah gencar mempromosikan agenda transisi energi menuju pemanfaatan energi bersih dan berkelanjutan. Berbagai target telah dicanangkan, mulai dari peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga program penghapusan PLTU batu bara secara bertahap. Namun, justru dalam negosiasi dengan AS, Indonesia malah berkomitmen meningkatkan konsumsi energi fosil.
Kaisar juga mempertanyakan, apakah keputusan ini benar-benar bagian dari strategi jangka panjang yang menguntungkan, atau hanya bentuk kompromi pragmatis untuk memperoleh keringanan tarif dagang yang berisiko secara geopolitik. Ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati terhadap jebakan ketergantungan energi di tengah dinamika geopolitik global yang penuh ketidakpastian.
“Kalau kita terlalu bergantung pada impor LNG dan minyak dari satu negara, itu bisa mengancam ketahanan energi nasional kita. Apalagi, dunia sedang menuju pengurangan energi fosil, dan kita justru mundur selangkah,” tegasnya.
Kaisar meminta pemerintah lebih mengedepankan pendekatan negosiasi yang memperhitungkan kepentingan jangka panjang Indonesia, termasuk komitmen terhadap perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan ketahanan energi nasional. Ia juga mendorong agar hasil perundingan dapat dipaparkan secara transparan kepada publik dan dibahas lebih lanjut bersama DPR.
Sementara itu, di tengah kekhawatiran yang berkembang, sejumlah pengamat energi juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menilai bahwa fokus Indonesia semestinya diarahkan untuk mempercepat investasi di sektor energi terbarukan, bukan memperbesar ketergantungan pada energi fosil, apalagi di tengah tantangan global terkait krisis iklim.
Kaisar KKSP menegaskan bahwa arah pembangunan bangsa harus konsisten dengan visi Indonesia Emas 2045, yang di antaranya mencakup pembangunan hijau dan ekonomi berkelanjutan. Ia berharap pemerintah mengambil keputusan yang bijak dan berlandaskan kepentingan jangka panjang rakyat Indonesia.
"Kita jangan mengorbankan masa depan hanya demi solusi jangka pendek. Harus ada keseimbangan antara diplomasi ekonomi dan menjaga komitmen kita terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan," pungkasnya.