Jangan Berikan Legitimasi pada Hasil Pilpres Curang TSM
Tanggal: 23 Mar 2024 22:51 wib.
Oleh: Asyari Usman
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, telah menerima pengumuman hasil pemilihan umum 2024 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada malam tanggal 20 Maret 2024. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menerima hasil tersebut, namun masalah hukum terus berlanjut.
Tidak perlu terpengaruh oleh persetujuan hasil pemilu dari kedua partai tersebut. Untuk sementara, kita dapat berasumsi bahwa mereka akan turut berperang melawan kecurangan TSM.
Masyarakat yang berpikiran jernih selama ini menganggap bahwa pilpres ini dilaksanakan dengan cara yang curang. Kecurangan tersebut terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Di antara kecurangan tersebut termasuk pelanggaran pidana umum seperti penipuan dan korupsi.
Sekali lagi, harus dijelaskan bahwa kecurangan dilakukan sebelum, saat, dan setelah pencoblosan. Secara khusus, kecurangan terbesar dan paling brutal terjadi sebelum pencoblosan dalam pilpres 2024 ini, dan itulah yang disebut TSM.
Kecurangan TSM juga melibatkan pelanggaran etik dan konstitusi dalam menyetujui Gibran Rakabuming untuk menjadi calon wakil presiden. Hal ini berakar dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar pengangkatan Gibran sebagai cawapres.
Pelanggaran etik terjadi karena Anwar Usman (mertua Jokowi) ikut dalam sidang gugatan tersebut. Sementara, pelanggaran esensi terjadi karena pemberlakuan putusan tanpa revisi terlebih dahulu terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 2017, Pasal 169 huruf (q).
Dari sini, kita dapat memastikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh MK dan KPU. Kecurangan TSM semakin meluas ketika Jokowi melakukan campur tangan demi kemenangan pasangan 02 Prabowo-Gibran.
Jokowi melakukan segala cara, termasuk pembagian bantuan sosial (Bansos) secara akumulatif di depan umum. Artinya, Bansos untuk bulan-bulan mendatang dibagikan sebelum pilpres, suatu tindakan yang keji. Dalam analogi tinju, Jokowi seolah membuat sepatu khusus yang dilengkapi dengan senjata tajam di ujungnya.
Atau sama halnya seperti wasit sepakbola yang membiarkan pelanggaran seperti hand ball, gol off-side, dan tackle keras tanpa hukuman. Inilah yang dilakukan Jokowi ketika memimpin pertandingan. Dengan cara tersebut, pastinya pihak yang didukungnya akan menang.
Bansos berupa sembako dan bantuan langsung tunai (BLT) sangat berpengaruh terhadap hasil pilpres. Dalam situasi sulit, orang-orang disuguhi sembako dan uang oleh orang-orang yang disuruh, dengan imbalan coblos 02. Mereka yang menerima merasa senang, kemudian mengikuti arahan untuk "menjual" suara mereka.
Bahkan tercatat bahwa orang yang mengantarkan Bansos dan uang tersebut menakut-nakuti penerima bahwa Bansos tidak akan diberikan lagi jika seseorang lain terpilih menjadi presiden. Ini merupakan fitnah yang sangat jahat.
Sekarang, para pejuang keadilan dan pejuang keselamatan Indonesia diimbau untuk menyatukan barisan. Jangan pernah mundur dalam menghadapi orang-orang yang ingin merampas kekuasaan dari tangan rakyat.
Ucapan Jokowi, "Hebat kalian jika bisa mengalahkan saya," sangat sombong dan tidak layak didengar. Masyarakat harus bangkit melawan kejahatan demokrasi yang dilakukan oleh rezim Jokowi.
Jokowi saat ini mencaplok demokrasi dengan memanfaatkan kesulitan hidup masyarakat yang membutuhkan Bansos tanpa memikirkan konsekuensi buruknya. Dia sedang merancang skenario untuk menguasai politik Indonesia melalui tangan Gibran yang meraih suara lewat Bansos.
Oleh karena itu, jangan memberikan legitimasi pada hasil pilpres yang curang TSM. Kita harus terus bersuara bahwa drama pilpres 2024 merupakan bagian dari skenario licik yang dilakukan oleh penguasa yang culas.
23 Maret 2024
(Jurnalis Senior Freedom News)