Isu Saracen Bikin Jokowi Limbung dan Prabowo Lambung

Tanggal: 6 Sep 2017 17:04 wib.
"Saya sampaikan tangkap-tangkapin saja. Yang mesan, tangkapin. Yang danain, tangkapin. Ada lagi sejenis dengan itu, tangkapin," tegas Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian seperti dikutip KOMPAS.COM.

Tito pun mengatakan jika Saracen yang diketahui sebagai komplotan penyebar konten hoax dan ujaran kebencian dan berbau SARA sudah eksis saat Pilpres 2014 dan juga aktif dalam momentum pilkada. Salah satunya Pilkada Serentak 2017.

"Pilkada Gubernur kemarin juga grup ini ada yang aktif juga," kata Tito.

Melihat pernyataan Kapolri, sepertinya kasus Saracen bakal tambah seru. Dan, pastinya semakin mengerucut ke arah Prabowo Subianto.

Ketua Saracen, Jasriadi, memang mengaku sebagai pendukung Prabowo saat Pilpres 2014. Dan, masih menurut pengakuan Jasriadi, awal perkenalan para anggota Saracen adalah saat Pilpres 2014.

Selain itu, Jasriadi mengaku pernah bertemu dengan Rizal Kobar, salah seorang relawan Prabowo yang tergabung dalam Solidaritas Menangkan Prabowo (SMP) pada 2016 atau jelang Pilkada Serentak 2017. Pertemuan ini diakui juga oleh Rizal. Tetapi, Jasriadi mengaku pertemuan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Saracen. Sementara, Rizal mengaku tidak mengenal Saracen.

Kemudian, muncul nama Muhammad Abdullah Harsono yang diberitakan sebagai penggagas Saracen dikenal tetangganya sebagai kader PKS. Dan, PKS merupakan parpol pendukung Prabowo dan berkoalisi dengan Gerindra saat Pilgub DKI 2017.

Tetapi,http://www.kompasiana.com/gatotswandito/59ae180cc744dd778c290d62/benarkah-prabowo-terkait-saracen Dari artikel tersebut jelas Prabowo jauh dari titik bidik kasus Saracen. Walaupun demikian, Fadli Zon tidak bisa menganggap kasus ini sebagai dagelan semata.

Ada banyak opini yang mengatakan kasus Saracen telah melemahkan kekuatan Prabowo yang dipastikan akan maju sebagai capres pada Pilpres 2019. Katanya, Prabowo pasti kalah. Dan, Jokowi akan kembali memenangi suara rakyat.

Sayangnya, opini-opini itu salah besar. Isu Saracen justru melimbungkan Jokowi sekaligus melambungkan Prabowo dan calon lawan Jokowi lainnya.

Kuncinya sederhana, kasus ini mengakibatkan semakin menguatnya polarisasi antara pendukung dan penentang Jokowi. Dan, dilalahnya, populasi pendukung Jokowi lebih kecil ketimbang penentangnya.

Pertanyaannya, kenapa kasus Saracen mengakibatkan semakin menguatnya polarisasi?

Jawabannya juga sangat sederhana. Perang terhadap hoax dan ujaran kebencian yang seharusnya menjadi perang bersama, tetapi dirasa hanya ditujukan kepada kelompok yang dianggap sebagai penentang Jokowi.

Itulah kenapa sekalipun disadari betul jika Jonru sudah berulangkali diduga menyebarkan hoax dan ujaran kebencian, tetapi dukungan kepada Jonru pun mengalir sebab kader PKS ini dianggap sebagai korban ketidakadilan.

Hal serupa juga terjadi pada saat pemerintah menggaungkan “Saya Indonesia. Saya Pancasila”. Seruan ini berbuah backfire, karena kelompok pendukung Jokowi meneriakkan seruan itu sambil menuding “grup sebelah” sebagai kelompok anti-NKRI, anti-Pancasila, anti-Bhineka Tunggal Ika.

Melihat situasi yang terjadi, yang dilakukan penentang Jokowi adalah menjaga dosis polarisasi agar tidak sampai overdosis. Sebab, jika polarisasi sampai menimbulkan benturan, apalagi jika waktu terjadinya berdekatan dengan Pemilu 2019, maka pemerintah Jokowi dapat memundurkan Pemilu 2019 sampai waktu yang tidak ditentukan.

Jika Pemilu 2019 diundur, siapa yang untung dan siapa yang buntung?

Posisi Jokowi saat ini sedang lemah. Elektabilitasnya terus menukik hingga jauh dari “persyaratan” capres petahana dalam pilpres yang menggunakan hitungan 50% plus 1.

Sebagaimana diketahui, Litbang Kompas merilis elektabilitas Jokowi di angka 42%. Elektabilitas Jokowi versi Litbang Kompas ini mungkin yang tertinggi, sebab menurut rilis lambaga survei lainnya, elektabilitas Jokowi sudah di bawah 35%.

Dari tren tingkat elektabilitasnya yang dipastikan akan terus menukik, sudah bisa dipatikan jika Jokowi tidak mungkin memenangi Pilpres 2019.

Karenanya, jika head to head Jokowi-Prabowo, Probowo sudah bisa dipastikan sebagai pemenangnya.

Langkah Prabowo menuju RI 1 pastinya akan menemui sejumlah hadangan dan rintangan. Perlu diingat, pada Pilpres 2014 lalu, kubu Cikeas pun diketahui sebagai pihak yang melakukan penghadangan terhadap Prabowo.

Masalahnya, menghadang Prabowo tidaklah mudah. Isu pelanggaran HAM berat yang sebelumnya disasarkan kepada Prabowo sudah terbukti tidak mempan.

Karena itulah, Gerindra patut mewaspadai kemunculan kasus Saracen ini. Jika, kasus Saracen hanya sampai pada pembentukan opini yang mengaitkan Prabowo dengan komplotan ini, sudah pasti isu ini tidak akan menggoyang Prabowo. Bahkan, Prabowo akan semakin melambung karena opini terkait Saracen yang menyudutkannya.

Demikian juga jika kasus Saracen hanya sampai pada pemanggilan Prabowo. Pemanggilan tersebut justru akan menempatkan Prabowo sebagai korban kriminalisasi. Akibatnya, Prabowo akan semakin melambung.

Menarik untuk ditunggu perburuan Polri pada pemasok dana Saracen. Jika hasil dari perburuan itu tidak menyeret nama Prabowo, maka Prabowo akan semakin melambung,

Tetapi, jika hanya sampai orang-orang dekat Prabowo, sebagaimana isu makar, maka perang opinilah yang akan terjadi. Dan, sama seperti kasus makar, perang opini akan hanya akan menguatkan polarisasi yang ujung-ujungnya menguntungkan Prabowo dalam Pilpres 2019 nanti.

Di-copas dari:

http://www.kompasiana.com/gatotswandito/59af7d56085ea676607885c2/isu-saracen-bikin-jokowi-limbung-dan-prabowo-lambung
Copyright © Tampang.com
All rights reserved