Ini Dia Fakta Kunci Kalau SBY Bukan Dalang Kasus Antasari Azhar
Tanggal: 15 Apr 2017 22:22 wib.
Kata Antasari Azhar, pada akhir Maret 2009, CEO MNC Group Hary Tanosoedibto mendatanginya. Mantan Ketua KPK Jilid II itu mengungkapkan keadiran Hary ke rumahnya untuk sebgai utusan dari Cikeas. Cekeas mengutus Hari untuk menyampaikan pesan kepada Antasari yang isinya meminta KPK tidak menindaklanjuti kasus yang membelit besan SBY, Aulia Pohan.
Gegara pengakuan Antasari yang bari saja menerima grasi dari Presiden Jokowi itu bangsa ini menjadi heboh. Ada yang mempercayai begitu saja pengakuan Antasari, sekaligus menuduh SBY sebagai dalang dari peristiwa yang menyeret Antasari ke dalam penjara. Ada juga yang berusaha keras membantah klaim Antasari.
Tetapi, opini-opini yang memposisikan SBY sebagai dalang dalam kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen hanyalah pikiran lama yang dihangatkan kembali. Para penyebar opini ini hanya menerima begitu saja berbagai argumentasi yang didapatnya lewat sejumlah media, baik media arus utama, media abal-abal, juga media sosial.
Sebaliknya, bantahan terhadap klaim Anazari juga hanya berputar-putar di sekitar persaingan Pilgub DKI 2017. Nyaris tidak ada bantahan terhadap Antasari, yang ada hanyalah tuduhan kalau Antasari sedang berusaha menghancurkan kampanye pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Jangankan para pendukung Cikeas, SBY dan para politisi elt yang ada di sekitarnya pun hanya bisa melontarkan tuduhan yang sama seperti para pendukungnya.
Kasus pembunuhan Dirut Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen, yang ditembak mati di kawasan Modern Land, Tanggerang pada 14 Maret 2009 memang benar-benar terjadi. Korbannya benar ada. Peristiwanya benar terjadi. Menerut hasil persidangan, otak dari pembunuhan adalah Antasari Azhar.
Kalau bicara soal hukum, kasus kasus pembunuhan Nasruddin sudah selesai. Antasari sudah divonis bersalah. Sebagai warga negara Antasari pun sudah melakukan serangkaian perlawanan hukum, mulai dari mengajukan banding sampai dengan mengajukan Peninjauan Kembali kasusnya. Dan keseluruh upaya Antasari tersebut ditolak. Antasari akhirnya bisa mengirup kembali udara segar setelah Presiden Jokowi menandatangani grasi untuknya.
Jadi, kasus pembunuhan Nasruddin sudah selesai secara hukum sejak pelakunya mendapat pengampunan dari Presiden RI. Tetapi, kalau kasus ini ditarik ke arah teori konspirasi (masih teori, karena belum terungkap faktanya) maka akan terjadi adu opini. Gampangnya, terori konspirasi itu adalah seni menggabungkan atau merangkaikan sejumlah fakta dengan khayalan, opini, ilusi, dan lainnya.
Sama seperti pembunuhan Munir, bagi banyak orang pembunuh Munir adalah Polycarpus. Sementara, Badan Intelijen Nasional berlaku sebagai dalangnya, otaknya, penggagasnya. Hasil laporan Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir pun menyebut BIN diduga sebagai otak dari kasus pembunuhan Munir.
Saya setuju dengan isi laporan Tim Pencari Fakta. Karena fakta-fakta yang ditemukan oleh tim bentukan SBY ini mengarah kepada keterlibatan BIN. Tetapi, mengingat barang bukti kasus pembunuhan Munir yang bisa direkayasa dan kesaksian pun bisa diarahkan, ditambah lagi ada sejumlah kejanggalan dalam pengusutan kasus tersebut, maka laporan TPF Kematian Munir tentang keterlibatan BIN patut diragukan kebenarannya. Apalagi, TPF hanya bekerja sepanjang 6 bulan.
Bandingkan dengan pengungkapan sejumlah kasus kematian yang berlatar intelijen lainnya, seperti kasus pembunuhan Georgy Markov yang ditembak dengan senjata “payung” saat melintasi jembatan Waterloo, London pada 7 September 1978. Kasus yang dikenal dengan umbrella killing ini ditutup pada 9 September 2013 setelah Kejaksaan Bulgaria gagal menemukan pembunuhnya dan sesuai dengan hukum di negara itu setelah 11 tahun sebuah kasus dinyatakan kadaluarsa.
Begitu juga dengan kasus pembunuhan mantan agen KGB Alexander Litvinenko di London pada 1 November 2006. Banyak bukti yang ditemukan polisi terkait pembunuhan ini, mulai jejak-jejak racun Polonium, rekaman CCTV, sampai dengan sejumlah kesaksian.
Tetapi, dengan sejumlah bukti yang dimilikinya, aparat hukum Inggris hanya sampai kepada menuding Andrei Luginov dan Dmitry Kovtum sebagai pelakunya. Sampai sekarang Kepolisian Inggris belum bisa membuktikan kedua mantan agen KGB tersebut terlibat atas pembunuhan Litvinenko.
Tim Pencari Fakta pembunuhan Munir yang rata-rata berasal dari LSM tetapi sudah mampu mengungkap kasus pembunuhan yang berlatar belakang intelijen hanya dalam waktu hanya 6 bulan. Bandingkan dengan aparat kepolisian Inggris yang berpengalaman sekian tahun dan terlatih secara profesioal namun gagal mengungkap dua kasus kematian yang berlatar belakang intelijen.
Bagaimana dengan kasus pembunuhan Nasrudin yang secara hukum diotaki oleh Antasari? Sekali lagi, kalau menarik kasus ini ke arah konspirasi, maka pikiran kita pun juga harus konspiratif. Tetapi, sekalipun konspiratif harus didasari oleh sejumlah fakta. Bukan asal cuap. Bukan cuma menghangati masakan lawas. Kalau kemampuannya hanya sampai memanasi masakan lawan jangan mengaku-ngaku sebagai koki.
Adalah benar telah terjadi pembunuhan terhadap Nasruddin pada 2009. Adalah benar kalau Antasari sebagai ketua KPK memiliki hubungan “bisnis” dengan korban. Adalah benar kalau Antasari sebagai manusia memiliki hubungan dengan istri Nasaruddin, Rani Juliani. Adalah benar ada rekaman mesum antara Antasari dengan Rani di sebuah kamar 803 Hotel Grand Mahakam, Jakarta.
Adanya rekaman mesum itulah yang membuat Antasari akhirnya memutuskan untuk membunuh Nasaruddin. Dan, menurut ahli forensik Mun’im Idris, jenazah Nasruddin sudah dimanipulasi sebelum diperiksa oleh tim forensiknya. Dari sejumlah fakta-fakta tersebut, ditambah lagi dengan fakta-fakta lainnya muncullah sejumlah teori konspirasi.
Tetapi, pada umumnya terori konspirasi itu berkeyakinan kalau Antasari Azhar bukan pelaku pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen. Anatasari Azhar hanyalah orang yang dikorbankan oleh rezim SBY.
Pembunuhan Nasruddin memang konspiratif penuh intrik dan hanya dapat diotaki oleh orang yang memiliki akses pada pelaku pembunuhan. Bukan hanya itu dalang dari pembunuhan ini pun memiliki akses ke aparat Polri. Dari sinilah telunjuk banyak orang mengarah kepada SBY sebagai otak dari kasus ini.
Apalagi setelah kemarin, 14 Februari 2017, Antasari mengungkapkan pertemuannya dengan pengusaha media Harytanoe. Menurut Antasari, Harytanoe menyampaikan pesan dari Cikeas. Konon kata pendukung Paslon Ahok-Djarot ini, pertemuan tersebut disaksikan juga oleh anak, istri, ajudan, dan supir.
Pertanyaannya, apakah anak, istri, ajudan, dan supir tersebut juga mendengar pesan Harytanoe tentang pesan SBY untuk menghentikan kasus Aulia Pohan yang dituduh terlibat dalam korupsi dana Yayasan Pengembangan Bank Indonesia senilai Rp 100 milyar?
Pertanyaannya, apakah tanpa kehadiran Antasari selaku Ketua KPK , Aulia akan bebas? Atau katakanlah, jika Antasari mengikuti arahan dari Cikeas yang disampaikan oleh Harytanoe, apakah Aulia lepas dari dijeratan hukum?
Jawabannya, tegas tidak!
Tidak, karena sesuai UU-nya, kepemimpinan komisioner KPU bersifat kolektif kolegial. Jadi, tanpa Antasari yang menjabat sebagai Ketua KPK pun komisioner KPK masih dapat bekerja dalam menuntaskan kasus yang melibatkan besan SBY.
Oke, katakan saja pembunuhan Nasruddin tersebut sebagai pesan kepada pimpinan KPK lainnya untuk tidak melanjutkan pengusutan kasus korupsi yang melibatkan besan SBY.
Tetapi, faktanya, Aulia divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor pada 17 Juni 2009. Keputusan hakim Tipikor atas besan SBY ini jatuh setelah Pileg 2009 yang digelar pada 9 April 2009 dan sebelum Pilpres 2009 yang jatuh pada 9 Juli 2009.
Artinya, pembunuhan atas Nasruddin tersebut bukan pesan kepada pimpinan KPK. Atau, pesan tersebut tidak ditangkap oleh 4 komisionaris KPK lainnya. Tetapi, apapun itu, vonis terhadap Aulia menunjukkan kalau KPK tetap melanjutkan proses hukum terhadap besan SBY tersebut.
Kasus korupsi dana YPPI ini sudah pada tahap yang sulit dihentikan lagi. Semua pejabat BI yang terkait kasus ini sudah ditahan. Maka proses hukum terhadap Aulia adalah konsekuensi dari pengusutan korupsi dana YPPI yang ditangani KPK. Pertanyaannya, buat apa SBY mendalangi kasus pembunuhan Nasruddin kalau hanya untuk mengancam Antasari agar Ketua KPK tersebut tidak melanjutkan kasus korupsi yang melibatkan besannya sendiri.
Faktanya, justru dengan divonisnya Aulia Pohan yang juga besannya sendiri dalam kasus korupsi dana YPPI, SBY dapat memanfaatkan kasus ini untuk meningkatkan elektabilitasnya.
“Lihatlah, Aulia Pohan, besan saya sendiri, besan dari istri saya sendiri, suami dari besan saya sendiri, mertua dari anak saya sendiri, bapak dari menantu saya sendiri, dan kakek dari cucu saya sendiri sekarang sedang meringkuk di penjara.” Kira-kira seperti itulah yang dikatakan SBY dalam kampanye Pilpres 2009-nya.
Itulah “kunci” dari teori konspirasi yang membantah keterlibatan SBY sebagai dalang atas kasus pembunuhan Nasruddin. Justru dengan “kunci” ini, SBY dan pendukungnya dapat balik bertanya kepada Jokowi dan pendukungnya, bagaimana kinerja KPK pada masa pemerintahan Jokowi? Kenapa baru pada masa Jokowi, atau lebih tepatnya dalam pengusutan kasus lahan RS Sumber Waras yang diduga melibatkan Ahok, KPK mendadak memasukkan unsur “niat” sebagai faktor utama dalam penindakannya?