Indonesia Harus Bersyukur Memiliki Pasal 156a KUHP

Tanggal: 13 Mei 2017 09:44 wib.


Ahli hukum pidana C Djisman Samosir yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menjelaskan asal-usul pasal 156 dan pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kedua pasal itu menjerat Ahok akibat diduga telah menistakan Agama Islam dalam pidatonya yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51, di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Menurut Djisman, KUHP, yang merupakan aturan hukum dari masa kolonial Belanda, pada awalnya hanya mencantumkan pasal 156. Pasal 156a baru disisipkan pemerintah belakangan, melalui Penetapan Presiden (PNPS) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965.

Pasal 156 mengatur hukuman pidana penjara paling lama empat tahun untuk seseorang yang dengan sengaja menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.

Sementara, pasal 156a mengatur pidana penjara paling lama lima tahun untuk seseorang yang secara spesifik mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Djisman mengatakan, pemerintah mengeluarkan PNPS karena KUHP sebelumnya tidak secara tegas mengatur hukum untuk tindakan penodaan agama.

Menurut pengurus MUI Pusat Anton T. Digdoyo, sidang Ahok tersebut merupakan terlama dalam sejarah Indonesia dibanding kasus yang sama sebelum-sebelumnya.

"Karena kasus-kasus serupa tidak sampai 1 bulan langsung vonis dan hukumannya sangat  berat. Bahkan (hukuman) maksimal sesuai tuntutan pasal 156 a KUHP," ujat Anton T. Digdoyo.

Dia menegaskan kasus penistaan agama memiliki derajat keresahan masyarakat sangat tinggi.

"Jika hukum tidak ditegakkan, bisa terjadi instabilitas nasional yang rumit, huru hara di mana-mana, yang merugikan bangsa dan negara secara luas," ungkapnya.

"Indonesia bersyukur punya UU Penodaan Agama juga KUHP. Kita harapkan hukum bisa ditegakkan dengan seadil-adilnya," pungkas Anton T. Digdoyo.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved