Franz Magnis Ungkap 5 Pelanggaran Etika Berat Pilpres 2024 di Sidang Mahkamah Konstitusi

Tanggal: 2 Apr 2024 16:43 wib.
Guru besar filsafat dan etika Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau dikenal dengan sebutan Romo Magnis, telah menjadi saksi ahli dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (2/4). Pada kesempatan tersebut, Franz menjadi saksi yang dihadirkan oleh pihak Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Franz menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos) oleh Presiden Joko Widodo yang menurutnya merupakan bagian dari upaya untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden 2024. Ia menyamakan hal tersebut dengan seorang karyawan toko yang mengambil uang secara diam-diam di tempat kerjanya.

Menurut Franz, tindakan presiden yang mengambil bansos untuk kepentingan kampanye merupakan pencurian dan melanggar etika. Ia menegaskan bahwa bansos adalah milik bangsa Indonesia yang seharusnya dibagikan melalui kementerian terkait, bukan milik pribadi presiden.

Pada sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Franz Magnis menjabarkan lima pelanggaran etika berat yang terjadi selama Pilpres 2024.

1. Pelanggaran Etika Pendaftaran Gibran Rakabuming Raka

Ia mengungkapkan bahwa pelanggaran etika pertama terkait dengan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Menurutnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah menetapkan bahwa pencalonan tersebut merupakan pelanggaran etika berat.

2. Penyalahgunaan Kekuasaan Presiden Joko Widodo

Pelanggaran etika kedua berkaitan dengan keberpihakan Presiden Joko Widodo dan penyalahgunaan kekuasaan terhadap pasangan calon tertentu. Franz Magnis menegaskan bahwa seorang presiden seharusnya tetap netral dalam konteks politik, meskipun memiliki preferensi politik secara pribadi.

3. Nepotisme

Selanjutnya, pelanggaran etika ketiga yang diungkapkan adalah berkaitan dengan nepotisme. Menurut Franz Magnis, menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk kepentingan pribadi atau keluarga dianggap sebagai tindakan yang memalukan dan tidak memahami esensi dari jabatan seorang pemimpin.

4. Pembagian Bansos Tanpa Data dari Kementrian Sosial

Selain itu, Romo Magnis turut menyoroti pembagian bansos, yang menurutnya bukan semata-mata milik presiden, melainkan milik semua bangsa Indonesia yang harus dibagikan sesuai aturan yang ada oleh kementerian terkait.

5. Memanipulasi Data dalam Proses Pemilu

Terakhir, ia menyatakan bahwa manipulasi dalam proses pemilu merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan demokrasi.

Dari ungkapannya, Romo Magnis menunjukkan kepeduliannya terhadap prinsip-prinsip etika dalam konteks pemerintahan dan proses politik, serta menyoroti perlunya menjaga netralitas dan integritas dalam pelaksanaan pemilu. Peran saksi ahli seperti Franz Magnis dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi memberikan perspektif yang kaya terkait dengan etika dan prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam konteks pemerintahan dan politik di Indonesia. Diharapkan dengan adanya pengungkapan pelanggaran etika tersebut, proses penyelesaian perselisihan hasil pemilu dapat berlangsung dengan transparan dan menjunjung tinggi keadilan.

Pengungkapan Franz Magnis tidak hanya merujuk pada hukum dan tata negara, namun juga bersumber dari nilai-nilai etika dan moral yang menjadi landasan bagi tata kelola pemerintahan yang baik. Bahwa dalam proses politik dan pemilu, integritas, transparansi, dan keadilan harus menjadi prinsip utama yang dijunjung tinggi demi terwujudnya demokrasi yang sehat dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved