Foto Ini Bukti Kesepakatan Tertulis Kotor Antara Budi Gunawan-Lucas Enembe Hoax

Tanggal: 20 Sep 2017 13:18 wib.
Hampir seminggu setelah berita menghebohkan tentang pertemuan antara Kepala BIN Budi Gunawan (BG)-Gubernur Papua Lucas Enembe-Kapolri Tito Karnavian dan jajaran Kabareskrim Polri-Kapolda Sumut Paulus Waterpauw, baru satu foto yang beredar. Padahal, menurut pemberitaan ada foto-foto lainnya yang diambil saat pertemuan tersebut berlangsung. Artinya, ada lebih dari satu foto.

Berbeda dengan Deputi VI BIN Sundawan Salya yang membantah adanya pertemuan tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto dan Lucas membenarkan informasi tentang pertemuan yang berlangsung di kediaman BG tersebut.

Rikwanto mengatakan pertemuan itu dilangsungkan terkait masalah keamanan dalam menyambut Pilkada Papua 2018.

"Pertemuan antara Kapolri, Kepala BIN, Gubernur Papua Lukas Enembe, dan Irjen Paulus Waterpauw, selaku putra daerah Papua adalah untuk mencari solusi terkait pencegahan, penanganan, dan antisipasi konflik horizontal," kata Rikwanto Detik.com.

Sementara Lucas menjelaskan pertemuan yang digelar pada 5 September 2017 tersebut membahas banyak hal, salah satunya adalah mengenai kejadian pascapelaksanan pilkada serentak 2017

Sama seperti Rikwanto, penjelasan Lucas pun menyisakan sejumlah pertanyaan, mengingat dalam pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh Mendagri atau pun perwakilannya.

Mau tidak mau, pernyataan Rikwanto tersebut justru memancing serentetan pertanyaan. Sebab, jika memang pertemuan tersebut untuk membahas persoalan keamanan di Papua, seharusnya Kapolda Papua Irjen Pol. Boy Rafli Amar pun menghadirinya.

Dan, kalau pun pertemuan di kediaman Kepala BIN tersebut menyangkut intelijen, seharusnya Kabaintelkam Polri pun diikutsertakan. Demikian juga dengan Asisten Operasi Mabes Polri yang biasanya turut diberitakan jika terkait pengamanan pemilu.

Jika menyangkut institusi, sebenarnya, nyaris tidak ada satu pun penjelasan yang masuk akal  mengenai tujuan dari digelarnya pertemuan tersebut. Apalagi pertemuan itu bukan dilangsungkan di kantor, tetapi di kediaman BG (tidak jelas rumah dinas atau rumah pribadi).

Sederhananya, pertemuan tersebut tidak terkait Polri, BIN, dan Provinsi Papua. Itulah sebabnya Sundawan membantah adanya pertemuan tersebut.

Tetapi, peristiwa yang terjadi dalam pertemuan tersebut tidak seperti yang ramai digunjingkan oleh sejumlah media dan netizen. Sebagaimana yang ramai dibincangkan, dalam pertemuan tersebut Lucas dipaksa menandatangi surat kesepakatan tentang pemenangan Jokowi dan PDIP dalam Pemilu Serentak 2019.

Seperti yang ditulis dalam “Begitu Naifkah Budi Gunawan ...”, kesepakatan tertulis kotor tidak mungkin meninggalkan jejak, apalagi bukti hitam diatas putih. Karenanya, informasi tentang adanya paksaan kepada Lucas tersebut adalah hoax.

Satu lagi. Karena tidak mungkin meninggalkan jejak, maka tidak mungkin BG, Lucas, Paulus, dan Tito mau diambil fotonya secara terang-terangan, apalagi sengaja berpose berjajar dengan senyum sumringah seperti yang terlihat pada foto yang beredar.

Karena itu, adanya foto tersebut merupakan bukti jika dalam pertemuan tersebut tidak terjadi penandatanganan kesepakatan kotor antara Lucas dengan BG, apalagi sampai adanya intimidasi terhadap Lucas.

Sederhananya, foto itu merupakan bukti jika berita tentang kesepakatan tertulis kotor antara BG-Lucas adalah hoax.

Dengan demikian, kalau pun nanti beredar foto-foto lainnya yang terkait pertemuan di rumah BG tersebut, maka “status” foto-foto itu pun tidak ada bedanya dengan foto yang sekarang beredar.

Sayangnya, sekalipun informasi tentang adanya kesepakatan kotor tersebut dapat dipatahkan, tetapi rumor yang menyebut adanya main mata antara BIN, Polri, Jokowi, dan PDIP tetap sulit untuk dilawan.

Gegara pertemuan tersebut, netizen lantas menghubungkannya dengan pertemuan yang terjadi jelang Pilpres 2014 antara politisi PDIP, Trimedya Pandjaitan, dengan BG yang saat itu menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri dengan pangkat Komjen.

Pertemuan tersebut menjadi lebih tidak biasa sebab di tempat yang sama hadir juga Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Sekalipun menurut Arief Poyuono, saksi mata yang juga politisi Gerindra, Hadar hanya say hallo dengan Trimedya, namun pertemuan ketiganya di tempat yang sama telah menimbulkan prasangka miring terhadap Jokowi dan PDIP.

Sebenarnya, pertemuan anatara Trimedya dengan BG yang berlangsung selama 20 menit tersebut tidak membuktikan adanya main mata antara PDIP dengan BG yang sebelumnya pernah menjadi ajudan Presiden Megawati. Tidak ada sepatah kata pun yang didengar oleh Arief, Arief hanya mampu membuktikan pertemuan itu dengan menunjukkan foto yang diambilnya.

Demikian juga pada Tito yang dituduh menyalahgunakan posisinya sebagai Kapolda Papua untuk memenangkan pasangan Jokowi-JK pada Pilres 2014. Tidak ada satu pun bukti yang menguatkan tuduhan tersebut.

Sekalipun tidak ada satu pun bukti, toh rumor tersebut sampai sekarang masih “hidup”. Terkadang, rumor tersebut menyisip di antara opini-opini negatif tentang Jokowi.

Menariknya, rumor yang tidak terbukti kebenarannya itu tetap dipelihara, sementara kasus yang sejatinya telah terbukti dan telah menjalani proses pemerikaan dilupakan.

Ketika itu, jelang Pelpres 2004, Kapolwil Banyumas Kombes Polisi Ahmad Aflus Mapparessa dan Kapolres Banjarnegara AKBP Widhiyanto Pusoko terekam tengah mengarahkan masyarakat untuk memilih pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi di Markas Polres Banjarnegara. VCD rekaman tersebut beredar luas dan diberitakan oleh stasiun televisi (Sumber: Liputan6.com).

Dalam sebuah kesempatan pada 2 Juni 2014, Presiden SBY sempat mengungkit ketidaknetralan TNI dan Polri saat Pemilu 2004. Bahkan, seperti yang diungkapkan SBY, saat itu ada beberapa perwira TNI-Polri yang memberikan instruksi untuk tak memilih dia sebagai presiden di hadapan pasukan dan media massa (Sumber: Tempo.co).

Dalam setiap pemilu, ketidaknetralan perwira Polri dan  TNI, dan aparatur negara lainnya sangat sulit untuk dihilangkan. Karena bagaimana pun juga perjalanan karir TNI-Polri di tingkatan tertentu tidak lepas dari campur tangan elit politik.

Dari kacamata politik, dukungan perwira TNI-Polri kepada salah satu kekuatan politik dalam kontestasi pemilu sangatlah wajar, Tetapi, sangat naif jika dukungan tersebut disampaikan secara terbuka, seperti yang diungkapkan oleh SBY ataupun kasus yang terjadi di Banyumas.

Sangat naif jika BG dan mungkin juga Tito sampai harus mamaksa Lucas untuk menandatangani dukungannya bagi kemenangan Jokowi dan PDIP pada Pemilu 2019. Lebih naif lagi jika BG mengabadikannya dengan foto bersama di kediamannnya sendiri.

Dengan adanya foto itu, sama artinya BG dan Tito mencuri kambing milik tetangga, kemudian dengan sengaja meninggalkan KTP milik keduanya di TKP.

Kalau pun ada dokumentasi terkait pertemuan tersebut pastinya diambil secara sembunyi-sembunyi. Cara ini digunakan oleh Arief saat mengambil foto pertemuan BG-Trimedya. Atau, sedikit banyaknya bisa disamakan dengan perekaman suara pada pertemuan “Papa Minta Saham”.  

Karenanya, foto itu merupakan bukti jika berita tentang adanya kesepakatan tertulis kotor antara BG dengan Lucas adalah hoax. Apalagi sampai terjadinya intimidasi terhadap Lucas agar mau menandatangani kesepakatan kotor demi memenangkan Jokowi dan PDIP pada Pemilu 2019.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved