Sumber foto: google

Fahri Hamzah: Sistem Pemilihan Presiden MPR Harus Berbasis Electoral College ala Amerika Serikat

Tanggal: 8 Jun 2024 04:13 wib.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyoroti perlunya sistem pemilihan presiden (Pilpres) yang diatur oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, untuk berbasis pada sistem electoral college yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS). Menurutnya, sistem ini akan memberikan hasil yang lebih fair dan mencegah konsekuensi di mana seorang calon presiden dengan perolehan suara terbesar tidak tentu bisa menang.

Fahri mengungkapkan pendapatnya terkait masalah ini pada Kamis, 6 Juni 2024. Ia menekankan bahwa apabila MPR dipilih sebagai lembaga yang menentukan presiden, maka sistem pemilihan presiden harus didesain berdasarkan pada sistem distrik yang mendekati sistem electoral college yang diterapkan di AS. Namun, perubahan ini harus diintegrasikan secara menyeluruh, tanpa adanya pembenahan yang hanya sifatnya tambal sulam.

Pada Pemilu 2024, Fahri menilai bahwa kontestasi pilpres merupakan salah satu masalah yang paling meruncing. Ia menyoroti ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen sebagai salah satu masalah utama dalam pilpres di Indonesia. Menurutnya, ambang batas ini menghambat proses seleksi yang lebih luas kepada kandidat dengan berbagai latar belakang dan mengakibatkan munculnya koalisi yang tidak jelas.

Fahri juga menyoroti perlunya dua putaran dalam pemilihan presiden ke depan, sejalan dengan amanat dari UUD 1945. Dengan adanya dua putaran, peserta dalam pilpres bisa menjadi jauh lebih banyak. Fahri menyarankan bahwa pada putaran pertama, peserta pilpres tidak akan terbatas oleh threshold, dan pada putaran kedua akan dipilih sisa kandidat hanya dua orang. Pada putaran pertama, sistem electoral college bisa diterapkan, sedangkan pada putaran kedua, sistem popular vote akan berlaku.

Adapun pandangan Bambang Soesatyo atau Bamsoet, Ketua MPR, menyatakan bahwa proses amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 akan bergantung pada setiap pimpinan partai politik di parlemen. Bamsoet menekankan bahwa amendemen UUD baru bisa dilakukan atas persetujuan fraksi partai politik di DPR, serta anggota DPD.

Menurut Bamsoet, MPR akan memulai diskusi terkait rencana amendemen dengan pimpinan partai politik. Dia merinci bahwa kemungkinan di masa depan, komposisi partai politik di parlemen akan terdiri dari delapan atau sembilan partai, dengan tambahan dari DPD. Bamsoet yakin bahwa setiap pimpinan partai politik akan menyetujui amendemen yang membuka kemungkinan untuk kembali menggunakan sistem pemilihan presiden MPR, dari yang sebelumnya dipilih langsung oleh rakyat.

Bamsoet mengakui bahwa setiap pimpinan partai politik telah merasakan langsung pelaksanaan Pemilu 2024 yang disebutnya sebagai pemilu yang brutal, mahal, transaksional, dan tidak masuk akal. Bukti adanya pemilu yang demikian, menurutnya, merupakan alasan bagi para pimpinan partai politik untuk mengkaji kembali sistem pemilihan presiden di Indonesia
Copyright © Tampang.com
All rights reserved