DPR AS Lempar Sanksi ke ICC Gegara Netanyahu Jadi Target Hukum
Tanggal: 11 Jan 2025 14:55 wib.
Tampang.com | DPR Amerika Serikat pada Kamis (9/1/2025) mengesahkan legislasi bernama Undang-Undang Penangkalan Pengadilan yang Tidak Sah yang memberikan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC) setelah pengadilan internasional tersebut mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant. Tindakan ini memicu ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan ICC, yang dianggap oleh sebagian pihak berusaha menargetkan Israel tanpa dasar yang jelas.
Undang-undang ini, yang disahkan dengan suara bulat di DPR AS, dirancang untuk memberi tekanan terhadap ICC setelah mereka mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Galant atas tuduhan kejahatan perang di Gaza. Tuduhan tersebut terkait dengan serangan militer yang dilakukan oleh Israel dalam konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun di Gaza, yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur.
Mahkamah Pidana Internasional, yang berpusat di Den Haag, telah menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang yang terjadi selama konflik antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina di Gaza. ICC, sebagai pengadilan internasional yang berfungsi untuk mengadili pelaku kejahatan perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, telah mendapat dukungan dari sebagian besar negara-negara dunia, meskipun tidak semua negara mengakui yurisdiksi dan kewenangannya.
Sementara itu, Amerika Serikat, sebagai sekutu dekat Israel, telah lama menunjukkan dukungannya terhadap negara Yahudi tersebut dan seringkali menentang upaya-upaya internasional yang dianggap merugikan Israel. Dalam hal ini, pemerintah AS menilai bahwa ICC tidak memiliki kewenangan untuk mengadili pejabat tinggi Israel dan menganggap penangkapan tersebut sebagai langkah yang tidak sah. DPR AS, melalui pengesahan undang-undang ini, bertujuan untuk memblokir upaya hukum lebih lanjut terhadap Israel yang dianggap "tidak beralasan."
"Mahkamah Pidana Internasional tidak memiliki kewenangan untuk menargetkan negara-negara yang tidak menjadi anggotanya. Ini adalah bentuk intervensi yang tidak sah terhadap kedaulatan negara," ujar anggota DPR AS dalam pernyataan resminya setelah pengesahan undang-undang tersebut. Sanksi yang diberlakukan dalam undang-undang ini termasuk pembekuan aset dan pembatasan perjalanan bagi pejabat ICC yang terlibat langsung dalam proses hukum terhadap Israel.
Reaksi terhadap pengesahan undang-undang ini datang dari berbagai pihak. Beberapa anggota parlemen AS mendukung langkah ini sebagai bentuk perlindungan terhadap sekutu penting mereka, Israel. Namun, tidak sedikit yang mengkritik tindakan ini sebagai upaya untuk melemahkan prinsip-prinsip hukum internasional yang sudah lama dijunjung tinggi oleh banyak negara.
Sementara itu, ICC sendiri belum mengeluarkan komentar resmi mengenai langkah yang diambil oleh DPR AS. Namun, beberapa pengamat hukum internasional menyatakan bahwa sanksi ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum internasional dan bisa memperburuk hubungan antara Amerika Serikat dan negara-negara Eropa serta lembaga-lembaga internasional lainnya.
Selain itu, pengesahan undang-undang ini menambah kompleksitas dalam dinamika hubungan internasional terkait Israel dan Palestina. Masyarakat internasional menantikan perkembangan lebih lanjut tentang apakah sanksi AS terhadap ICC akan mempengaruhi proses hukum internasional di masa depan, khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan negara-negara besar dengan hubungan kuat dengan kekuatan dunia seperti Amerika Serikat.
Dengan pengesahan Undang-Undang Penangkalan Pengadilan yang Tidak Sah, DPR AS menunjukkan komitmennya untuk mendukung Israel, meskipun hal ini berpotensi memperburuk ketegangan dengan pengadilan internasional dan mengundang kontroversi di tingkat global. Ke depan, langkah-langkah seperti ini akan menjadi bagian dari perdebatan yang lebih luas mengenai keseimbangan antara kedaulatan negara dan penegakan hukum internasional.