Demo 22 Agustus 2024, Menunjukkan Bahwa Rakyat Sudah Muak dengan Dinasti Jokowi
Tanggal: 23 Agu 2024 10:08 wib.
Aksi demo yang digelar di DPR RI, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024, dipicu tagar "Kawal Putusan MK" dan "Peringatan Darurat" yang viral di media sosial. Demonstrasi ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk BEM SI serta Partai Buruh, dan juga berlangsung di kota besar lain seperti Yogyakarta dan Bandung. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Penetapan Dharma-Kun sebagai Calon Independen
Sorotan publik muncul ketika pasangan calon independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana diduga mencatut NIK ratusan warga DKI. Warga mengaku tak pernah mendukung mereka, meski namanya tercatat sebagai pendukung. Meskipun menuai perdebatan, KPU Jakarta tetap menetapkan Dharma-Kun sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta jalur independen.
12 Partai Politik Bersatu di Jakarta Dikung RK-Suswono
Pada Senin (19/8/2024), Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus resmi mengumumkan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Dua belas partai politik, termasuk Gerindra, Golkar, PKS, Nasdem, dan PKB, mendukung RK-Suswono. Pembentukan "koalisi gemuk" ini dianggap menghalangi Anies Baswedan maju ke kontestasi pilkada karena hanya menyisakan PDI-P, yang terganjal ambang batas pencalonan 20 persen.
Putusan MK Tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah
Pada Selasa (20/8/2024), Mahkamah Konstitusi mengumumkan dua putusan penting yang berdampak besar pada Pilkada 2024. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 soal persyaratan pengusungan calon kepala daerah dengan calon perseorangan, berbasis jumlah penduduk.
Di Jakarta, partai politik dapat mengusung calon dengan 7,5 persen suara sah, bukan lagi 20 persen. Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengatur syarat usia calon dihitung saat penetapan. Putusan ini dinilai menghambat langkah Kaesang Pangarep yang belum genap 30 tahun pada 22 September 2024.
DPR RI Bahas RUU Pilkada
Sehari setelah putusan MK, Baleg DPR RI menyepakati revisi UU Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Revisi ini menganulir putusan MK tentang ambang batas pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah.
Delapan fraksi DPR RI menyetujui, sedangkan PDI-P menolak. Padalah, putusan MK bersifat final dan mengikat, serta tidak bisa diubah oleh revisi UU yang bertentangan. Sebagai tanggapan hal ini, masyarakat menggelar aksi demo besar-besaran pada 22 Agustus 2024 yang bertajuk “Kawal Putusan MK”.
Ribuan Buruh, Mahasiswa, dan Masyarakat Sipil Kepung Gedung DPR RI
Pada Kamis (22/8/2024), berbagai elemen masyarakat mengepung Gedung MPR/DPR di Jakarta untuk menolak pengesahan Revisi UU Pilkada. Sejumlah elemen masyarakat sipil, mulai dari mahasiswa, buruh, para guru besar, akademisi, aktivis demokrasi hingga aktivis 98 pun ikut menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI.
Tampak nama-nama yang cukup terkenal di publik, seperti Said Disdu, Wanda Hamidah, Ray Rangkuti dan termasuk sejumlah komedian, seperti Arie Kriting, Mamat Alkatiri, dan Bintang Emon yang menyuarakan penolakan upaya DPR menganulir putusan MK.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Universitas Budi Luhur, dan UNJ juga turut bergabung dalam gelombang aksi. Pada waktu bersamaan, massa juga berkumpul di Gedung MK, mengkritik revisi UU sebagai pelanggaran konstitusi.
Demo Darurat Indonesia Berlangsung di Beberapa Kota
Pada Kamis (22/8/2024), demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang Pilkada juga berlangsung diberbagai kota di Indonesia. Di Jakarta, aksi digelar di depan Gedung DPR RI, sementara di Bandung, massa berkumpul di Gedung DPRD Jawa Barat dengan tuntutan agar revisi UU Pilkada dibatalkan.
Di Yogyakarta, dosen dan mahasiswa dari UGM turut serta dalam aksi yang bergerak menuju DPRD DIY. Di Semarang, sekitar 1.000 orang berdemonstrasi di depan DPRD Jawa Tengah, sementara di Makassar, mahasiswa menggelar unjuk rasa di Jalan AP Pettarani.
Aksi demonstrasi yang digelar pada 22 Agustus 2024 menunjukkan bahwa masyarakat sudah muak dengan dinasti Jokowi. Demonstrasi ini juga mencerminkan kekhawatiran mendalam tentang dampak Revisi UU Pilkada terhadap demokrasi dan konstitusi Indonesia. Ketidakpuasan pun meluas di berbagai kota dan menegaskan bahwa rakyat menolak upaya yang dianggap sebagai pembegalan konstitusi dan pelanggaran terhadap hak-hak demokrasi mereka.