Bukan Kampanye Hitam LGBT yang Ditakutkan Ridwan Kamil, Tapi Ini
Tanggal: 23 Feb 2018 14:12 wib.
Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, Ridwan Kamil sudah tidak mungkin lagi rebound. Ridwan yang pada tahun-tahun sebelumnya disebut-sebut sebagai calon gubernur terkuat dalam perhelatan Pilgub Jabar 2018 kini semakin melemah. Bisa dibilang, Pilgub Jabar 2018 sudah bukan lagi milik pria yang akrab dipanggil Kang Emil ini.
Menariknya, di tengah-tengah kemerosotan tingkat keterpilihannya, kubu Kang Emil seolah mendapat durian runtuh. Mereka, kubu Kang Emil, lantas memanfaatkan kampanye hitam dengan menggunakan isu LGBT sebagai “duriannya”.
Sebenarnya, mula isu LGBT yang dikaiteratkan dengan Ridwan ini mulai memanas setidaknya sejak pertengahan November 2018. Ketika itu, Forum Silaturahmi Aktivis Masjid (FSAM) Priangan Timur menggelar diskusi membahas dan membongkar kelemahan dan kelebihan masing-masing bakal calon gubernur Jawa Barat.
Dalam salah satu sesinya, membahas pandangan Ridwan Kamil terhadap isu LGBT. Peserta diskusi kemudian bedebat seputar jejak digital atas pernyataan Ridwan yang dipahami atau disalahpahami sebagai dukungan terhadap LGBT.
Forum Silaturahmi Aktivis Masjid (FSAM) Priangan Timur menggelar diskusi membahas dan membongkar kelemahan dan kelebihan masing-masing bakal calon gubernur Jawa Barat. Disesi perdana ini, membahas Jejak Digital Kontroversial para calon.
Materi yang dibahas yaitu tentang pandangan Ridwan Kamil terhadap isu LGBT. Peserta diskusi bedebat seputar jejak digital atas pernyataan Ridwan Kamil yang dipahami atau disalahpahami sebagai dukungan terhadap LGBT.
Ketua FSAM Banjar, Ahmad Fauzi mengatakan pernyataan Ridwan Kamil bahwa LGBT adalah hak pribadi menjadi titik krusial.
“Jika Ridwan Kamil berkeyakinan begitu, maka besar kemungkinan dia tidak akan terpilih masyarakat religius di Jawa Barat. Bagi mereka LGBT adalah penyimpangan. LGBT adalah penyakit. Jadi harus disembuhkan atau bahkan harus dihukum,” kata Ahmad pada 9 November 2018 seperti dikutip Aktual.com.
Aktual.com memberitakan diskusi FSAM itu dengan judul “Dukung LGBT, Ridwan Kamil Siap Ditinggal Pemilih Religius Jabar”. Berita yang diunggah Aktual.com inilah yang kemudian di-viral-kan untuk menyerang Ridwan.
Entah karena memang berniat berkampanye hitam atau memang sedag hemat kuota, link Aktual.com itu disebarkan oleh sejumlah pendukung paslon yang berlaga di Pilgub 2018 Jabar. Lebih memiriskan lagi, link itu juga disebar oleh sejumlah elit parpol.
Pertanyaannya, i mana jejak digital Kang Emil menyebut LBGT sebagai hak prbadi yang sepertinya dimaksud oleh Ahmad Fauzi?
Sepertinya, yang dimaksud Ahmad fauzi adalah pernyataan Ridwan yang diberitakan oleh Tempo.co.
Dalam berita “Pernah Punya Bos Gay, Ridwan Kamil: LGBT Itu Hak Pribadi”, Tempo menuliskan,
"Di negeri Pancasila semua orang punya hak. Jadi saya tidak pernah mempermasalahkan LGBT, itu ruang pribadi, ranah pribadi. Saya tujuh tahun di luar negeri, bos saya gay waktu di Amerika, enggak ada masalah," ujar Ridwan Kamil saat ditemui di rumah dinasnya, Jalan Dalemkaum, Kota Bandung, Kamis malam, 28 Januari 2016.
Ridwan Kamil merasa heran dengan rencana kelompok LGBT yang akan menggugatnya. Menurut dia, hal tersebut timbul karena kesalahpahaman. "Itu miskomunikasi. Pasti mereka tidak baca statement saya. Apa yang mau digugat ke saya?" tuturnya.
Ridwan Kamil menjelaskan, niatnya untuk memblokir akun-akun penyuka sesama jenis di media sosial timbul karena kekhawatiran adanya pengaruh dan ajakan ke anak-anak di bawah umur untuk mengikuti jejak orientasi seks LGBT. "Yang jadi masalah jika ada kampanye aktif ke bawah umur," ucapnya.
Menurut Ridwan Kamil, kampanye LGBT kepada anak-anak di bawah umur bisa memicu tindakan paedofilia. "Kalau dia kampanye ke bawah umur mau dia hetero atau LGBT, kan, berarti memangsa anak-anak kecil. Peluangnya terjadi paedofil," katanya
(Penebalan oleh penulis)
Dari pernyataan Ridwan Kamil tersebut jelas jika Walikota Bandung tersebut menilai LGBT sebagai domain pribadi yang tidak bisa ia persoalkan. Sebaliknya, Kang Emil pun menentang “kampanye” aktivitas LGBT yang menurutnya berdampak buruk pada mental anak-anak.
Kemudian, tidak dtemukan satu pun pernyataan Ridwan Kamil yang menegaskan kalau dirinya siap ditinggal pemilih relijius Jabar. Termasuk dalam berita yang diunggah Aktual.com sendiri.
Jadi, sangat jelas sejelas-jelasnya jelas jika isu LGBT merupakan kampanye hitam yang dialamat kepada Ridwan Kamil. Di sini pun jelas jika Ridwan tidak sedang melakoni skenario playing victim, sebab penyebar isu itu bermuasal dari lawan-lawannya.
Lawan-lawan Ridwan Kamil seharusnya lebih menggunakan kecerdasannya dalam kompetisi Pilgub Jabar 2018 ini. Sebabm penggunaan kampanye hitam sangat rentan untuk dimanfaatkan oleh pihak yang mendapat serangan. Karena itulah tidak mengherankan jika tidak sedikit pelakon kehidupan yang menggunakan skenario playing victim untuk meraih simpati publik.
Dan, sebenarnya, mengalahkan Ridwan Kamil dalam Pilgub Jabar 2018 ini bukanlah pekerjaan yang sulit. Sebab, Kang Emil sudah sempoyongan sejak ia menerima pinangan Nasdem yang dilanjutkan dengan pendeklarasian dirinya oleh Nasdem pada 19 Maret 2017.
Sejak saat itu, seperti yang dituliskan dalam artikel “Pilgub Jabar 2018, Setelah Ridwan Kamil Melubangi Kapalnya Sendiri”, elektabilitas Kang Emil menukik tajam dan sudah tidak mungkin lagi diselamatkan.
Nasdem sepertinya bukan saja dianggap merusak tingkat keterpilihan Ridwan Kamil, tetapi juga perpotensi dapat menggerogoti sesama parpol pendukung Kang Emil lainnya.
Awalnya, Golkar yang semula mendukung penuh Rindwan melompat berbalik arah mendukung kadernya sendiri Dedi Mulyadi. Meskipun kader Golkar tersebut hanya dimajukan sebagai calon wakil gubernur.
Banyak yang berpikir jika leputusan Golkar tersebut dianggap sebagai upaya konsolidasii kekuatan partai setelah terguncang hebat akibat perselisihan dalam penentuan Cagub Jabar antara DPP Golkar dengan DPD Golkar Jawa Barat.
Pertanyaannya, kenapa Golkar yang menjauh dari Kang Emil hanya menempatkan Dedi sebagai cawagub? Bukankah kalau hanya mengincar Jabar 2, Golkar masih bisa maju dengan mengajukan Ridwan Kamil sebagai cagub dan Dedi sebagai pendampingnya?
Kemudian, setelah Golkar menjauh, PDIP yang dalam dua tahun terakhir sangat dekat dengan Ridwan Kamil pun mencabut dukungannya. PDIP lantas memilih TB Hasanuddin yang dipasangkan dengan Anton Charliyan.
Mungkin dalam Pilgub Jabar 2018 ini PDIP kembali menunjukkan karakter aslinya yang lebih memilih kader ketimbang calon lain di luar partainya.
Tetapi, jika mengacu pada saat Pilgub DKI 2017, di mana PDIP lebih memilih calon terkuat ketimbang kader internal partainya sendiri, maka seharusnya PDIP lebih memilih Ridwan Kamil yang disebut-sebut berelektabilitas tinggi ketimbang TB Hasanuddin yang bahkan popularitasnya pun tidak menonjol.
Mungkinkah Golkar dan PDIP mencoba menghindar dari efek negatif Nasdem di Jawa Barat?
Awalnya pertanyaan tersebut sulit dijawab. Tetapi, setelah pada 20 Februari 2018 lalu sejumlah media memberitakan tentang ditinggalkannya Ridwan Kamil oleh ratusan kader PPP, PKB, dan Hanura, jawaban yang dicari tersebut sudah ditemukan.
Ratusan kader ketiga parpol tersebut bukan hanya meninggalkan Kang Emil, tetapi juga mengalihkan dukungan kepada pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Menariknya, mereka bukan sekadar kader biasa. Mereka dipimpin oleh Ketua Bapilu DPW PPP Jabar Komarudin Taher, Ketua Bapilu Partau Hanura Budi Hermansyah, dan Ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Subang Agus Eko Muhammad Solihuddin (Sumber: Tribunnews.com).
Menarik, kenapa dari keempat parpol pendukung Ridwan Kamil, hanya Nasdem yang tidak ikut dalam deklarasi pengalihan dukunga, Apakah Nasdem konsisten mendukung Kang Emil? Ataukah, Nasdem tidak diajak serta?
Namun, apapun itu kekuatan yang dimiluki Ridwan Kamil semakin menggembos.
Karenanya pendapat Pengamat Universitas Padjajaran Firman Manan yang mengatakan pengalihan dukungan dari Ridwan ke Deddy Mizwar tidak berpengaruh besar terhadap Ridwan. Katanya, selama elite partai tetap pada posisi mendukung, tidak berpengaruh terhadap koalisi.
"Selama elite partai itu tetap pada posisi mendukung, saya fikir tidak akan terlalu berpengaruh terhadap koalisinya. Lain soal kalau misalkan ketua partai di Jawa Barat, artinya elite politiknya menyatakan mengalihkan dukungan," ujar Pengamat Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan dihubungi Detik.com melalui telepon genggam, pada 20 Februari 2018 (Sumber: Detik.com).
Masih menurut Detik.com, Firman mengatakan bahwa arah dukungan terhadap pasangan calon ditentukan oleh elit partai di tingkat pusat. Sehingga, sambung dia, pengalihan dukungan partai tidak akan berpengaruh besar bila hanya dilakukan kader di tingkat daerah.
"Selama elite partai itu tetap pada posisi mendukung, saya fikir tidak akan terlalu berpengaruh terhadap koalisinya. Lain soal kalo misalkan ketua partai di Jawa Barat, artinya elite politiknya menyatakan mengalihkan dukungan," jelas dia.
Firman banar, koalisi parpol pendukung Ridwan Kamil tidak mengalami perubahan. Sebab, menurut aturannya parpol tidak bisa sembarangan mencabut dukungannya terhadap pasangan calon.
Tetapi Firman salah besar soal pengaruh elit parpol. Sebab, pertama, kompetisi pemilu kepala daerah, dan juga pilpres, lebih benyak dipengaruhi oleh kekuatan pasangan calon, bukan pada partai pengusungnya, apalagi oleh elit parpol.
Sebagai contoh, dalam Pilgub DKI 2012, Fauzi Bowo didukung oleh parpol-parpol yang tengah berada dalam lingkaran kekuasaan, termasuk Partai Demokrat. Dan, pada putaran kedua Pilgub DKI 2017 semua parpol, selain pendukung pasangan Jokowi-Ahok memihak kepada Fauzi Bowo. Tapi, pada kenyataannya Fauzi Bowo kalah melawan Jokowi.
Kedua, kedekatannya secara geografis, budaya, dan lainnya pengurus parpol di daerahlah yang mampu mengelola simpatisan atau konstituen ketimbang pengurus pusat. Karenanya tidak mengherankan jika pada setiap pileg, pengurus daerah menjadi rebutan elit parpol di pusat.
Melihat beralihnya dukungan sejumlah pengurus daerah, bisa diperkirakan dalam beberapa waktu kedepan, sejumlah pengurus daerah parpol pendukung Ridwan Kamil lainnya akan mengalihkan dukungannya ke pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Pengalihan dukungan kepada pasangan yang dikenal sebagai DuoDM sangat beralasan mengingat seperti yang ditulis dalam “Pilgub Jabar 2018, Setelah Ridwan Kamil Melubangi Kapalnya Sendiri”, saat ini Pilgub Jabar 2018 sudah menjadi milik pasangan dengan nomor urut 4 tersebut.
Terlebih, jika diamati, isu diterimanya dukungan Nasdem oleh Ridwan Kamil ini sebenarnya masih berada di permukaan. Namun, dampaknya sudah begitu menghancurkan Kang Emil yang dalam dua tahun terakhir digadang-gadang sebagai calon terkuat Gubernur Jawa Barat, bahkan sebagai capres atau cawapres. Bisa dibayangkan jika pada beberapa hari kedepan isu tersebjt sudah sampai ke kedalaman.
Bagi lawan-lawan Ridwan Kamil, isu dukungan Nasdem yang diterima Kang Emil merupakan muatan kampanye negatif. Dan isu ini seharusnya dapat digoreng sampai metang mengingat isu inilah yang berhasil menggembosi tingkat elektabilitas Walikota Bandung tersebut.
Dengan demikian, para lawan Ridwan Kamil seharusnya segera meninggalkan kampanye negatif LGBT yang berpotensi dapat dimanfaatkan Kang Emil untuk kembali menguatkan elektabilitasnya.