Benarkah Bibel Dipalsukan?

Tanggal: 23 Agu 2017 12:12 wib.
“Benarkah Bibel Dipalsukan?”. Begitu serentet kalimat yang terpampang pada baliho. Dan, itu juga tema yang akan dijawab oleh Yudi Muljana pada 27 Agustus 2017 di Teras Dakwah. Dari baliho diketahui bahwa Yudi yang bertitel STh, MpdI merupakan mualaf yang telah berhaji.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan membicarakan agama lain dengan kacamata sendiri. Dan, sudah barang tentu materi dari pembicaraan tersebut kebanyakan berkonten negatif. Karena, bagaimana pun setiap pemeluk agama pastinya ingin membandingkan agama yang dianutnya dengan agama lainnya.

Masalahnya, ketika pembicaraan itu dilakukan di depan umum atau secara tidak langsung melibatkan penganut agama yang sedang dibicarakan, maka sudah barang tentu menyinggung penganut agama yang dibicarakan.

Pertanyaannya, apakah menyinggung agama lain kepada penganutnya dibenarkan dalam agama? Pertanyaan ini pastinya akan menimbulkan perdebatan yang panjang dan nyaris tidak berkesudahan.

Bagi sebagian orang, menghindar dari membicarakan agama lain merupakan pilihan terbaik. “Jangan lompat pagar” Kira-kira begitu prinsipnya,.

Dengan prinsip tersebut, orang akan menghindarkan dirinya untuk tidak mengomentari, vote “like”, atau share segala peristiwa negatif yang identik dengan agama yang tidak dianutnya.

Ketika Ahok dinilai lompat pagar dengan menyinggung Al Maidah 51, semua penganut agama, bahkan penganut agama yang sama dengan yang dianut oleh Ahok wajib melawan. Begitu juga ketika ada netizen yang menyebarkan berita tentang ulah negatif seorang pendeta, semua wajib menentangnya.

Jika, tidak mau menentang, lebih baik diam. Dan, diam adalah selemah-lemahnya iman.

Saat ini, setidaknya yang terlihat dari media sosial, antara pemeluk agama saling berbenturan. Saling olok dan lainnya. Bahkan di antara pemeluk agama yang sama pun baku “cuit”.

Pertanyaannya, apakah situasi ini terjadi karena ada yang mengotaki? Ataukah, situasi ini hanya sekedar ditunggangi untuk kepentingan tertentu? Ataukah situasi ini terjadi begitu saja tanpa adanya campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan?

Untuk mencari jawaban dari pertanyaan di atas bukanlah pekerjaan yang mudah. Demikian juga untuk mengungkap dalangnya. Secara teori,dalangnya bisa siapa saja, termasuk pihak penguasa sendiri.

Tetapi, siapa pun otak di balik situasi ini, setidaknya aparat yang berwenang dapat menindak pelaku “lapangan”. Karenanya, aparat harus segera menindak semua yang terlibat dalam acara “Benarkah Bibel Dipalsukan?”.

Dalam kasus patung Kongco, penangung jawab sudah mengambil langkah tepat dengan menutupinya. Mungkin pihak kelenteng kurang sensitif dalam memilih sosok dewa yang dipatungkan. Sebab, sebelum patung Kongco tidak ada yang mempermasalahkan patung-patung dewa/dewi Konghucu yang dibangun sebelumnya.

Di Amerika, hampir bertepatan waktunya dengan panasnya polemik patung Kongco, patung Jenderal Robert E.Lee diributkan. Pro-kontra tentang  keberadaan patung Lee ini bahkan telah merenggut belasan nyawa.

Di Indonesia, khususnya dalam menyikapi persoalan yang menjurus ke arah SARA, aparat seharusnya lebih responsif. Apalagi, belakangan semakin terlihat persoalan SARA di Indonesia bukan lagi Kelompok A meninsta atau menyerang Kelompok B. Tetapi, sudah terlihat adanya upaya adu domba antara Kelompok A dengan Kelompok B.

Coba perhatikan media sosial. Akun-akun yang memprovokasi akun-akun lainnya untuk menyerang bahkan menistakan ulama atau Islam adalah akun-akun yang dkenal sebagai penganut agama Islam sendiri. Dan, ketika terjadi kasus Ahok, akun-akun ini seperti kucing yang mencium bau ikan asin.

Menariknya, polisi seakan menunggu bola laporan. Kalau pun dilaporkan, itu pun belum tentu ditindaklanjuti. Jika alasan polisi adalah penggunaan akun anonim, maka ini pun bukanlah alasan mengingat Polri dapat menangkap Muhammad Farhan Balatif yang menggunakan anonim untuk menghina Presiden Jokowi dan Kapolri Tito Karnavian.

Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak menindaklanjuti ujaran kebencian yang berpotensi memecah belah bangsa. Apalagi jika Polri sudah menggunakan teknologi Vault 7 yang dapat mengaktifkan kamera pada gadget tanpa diketahui oleh pemiliknya. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved