Benar Saja, SBY dan Prabowo Tidak Akan Berkoalisi
Tanggal: 28 Jul 2017 13:51 wib.
Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, pertemuan antara SBY dan Prabowo yang berlangsung semalam, Kamis 27 Juli 2017 tidak bermuara pada keputusan untuk berkoalisi.
(https://tampang.com/detail/akankah-sby-mendukung-sosok-yang-pernah-disebutnya-sebagai-drakula-1870.php)
Dan, hasil pertemuan itu kembali menunjukkan kesalahan analisa dari sejumlah pengamat yang mengatakan SBY dan Prabowo akan berkoalisi.
Sampai kapan pun peta politik para jenderal purnawirawan “alumni” konflik 98 tidak akan pernah berubah. Kedua kelompok, sebut saja pro-Wiranto dan pro-Prabowo, masih menggenggam bara permusuhan.
Pro-Wiranto pastinya tidak akan memberi ruang gerak bagi Prabowo dan jenderal purnawirawan pendukungnya. Bagi kelompok pro-Wiranto, lebih baik Indonesia dipresideni oleh yang bukan siapa-siapa ketimbang harus dikuasai oleh Prabowo Cs.
Saat ini, menurut sejumlah rilis survei, elektabilitas Prabowo berada jauh di bawah Jokowi . Hasil survei ini mirip dengan rilis survei sebelum Pilpres 2014. Pada saat itu elektabilitas Prabowo berkisar antara 18-23%, sementara elektabilitas Jokowi berada di kisaran 33-35%.
Tapi, sesuai hasil Pilpres 2014, Prabowo berhasil meraih 47% suara, sedangkan Jokowi 52% suara. Artinya, Prabowo mampu mengejar ketinggalannya.
Saat ini, dengan modal kemenangan 52% dan tingkat elektabilitas sekitar 54-56%, sudah bisa dipastikan Jokowi akan kesulitan memenangi Pilpres 2019. Logikanya, karena sampai saat ini pesaing Jokowi hanya Prabowo, maka Prabowolah yang akan memenangi Pilpres 2019. Inilah yang dicemaskan para lawan Prabowo.
Atas kemungkinan kemenangan Prabowo tersebut, Lawan bebuyutan Prabowo akan memunculkan sosok baru yang sanggup menyedot suara pendukung Prabowo. Sosok ini harus bisa mengalahkan Prabowo atau Jokowi.
Sampai saat ini baru Jenderal Gatot Nurmantyo yang diperhitungkan dapat merebut suara pendukung Prabowo. Dalam berbagai kesempatan, Gatot berhasil merangkul kelompok Islam yang dikenal sebagai pendukung Prabowo.
Hanya saja, untuk mencalonkan Gatot masih terbentur pada sikap politik Jokowi. Dengan berbagai alasan Jokowi bisa menghambat pencalonan Gatot dengan memperpanjang masa tugasnya sampai waktu yang tidak disebutkan.
Gatot pun tidak bisa dimunculkan begitu saja. Jika judicial review atas sistem presidential threshold tidak diterima oleh MK, maka Gatot baru bisa dicapreskan oleh gabungan parpol yang memenuhi persyaratan ambang batas.
Masalah bagi Gatot lainnya adalah keterkaitan namanya dalam kasus mark up pembelian helikopter. Sialnya, kasus ini dibiarkan berjalan lambat sehingga kejelasan atas keterlibatan Gatot masih belum menemukan titik terang. Jika kasus ini dimainkan pada saat yang tepat, maka habislah Gatot seketika.
Selain Gatot, sampai saat ini belum ada seorang pun tokoh yang layak untuk dipertandingkan melawan Jokowi dan Prabowo. Inilah PR besar bagi para lawan Prabowo dalam menyongsong Pilpres 2019.