Bansos Jelang Pilkada, Bantuan atau Strategi Politik?
Tanggal: 14 Mei 2025 18:38 wib.
Tampang.com | Fenomena bagi-bagi bantuan sosial (bansos) kembali mencuat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini. Di sejumlah wilayah, pembagian bansos meningkat signifikan, mulai dari sembako hingga bantuan tunai, dengan atribut pemerintah yang cukup mencolok. Publik mulai mempertanyakan: ini bantuan murni atau bagian dari strategi politik?
Distribusi Bantuan Mendadak Masif
Data dari sejumlah lembaga pemantau pemilu menunjukkan lonjakan distribusi bansos dalam 3 bulan terakhir, terutama di daerah yang akan menggelar Pilkada. Ironisnya, pola ini konsisten terjadi tiap tahun politik.
“Ketika bantuan tiba-tiba banyak menjelang pilkada, kita patut curiga ada motif politik di baliknya,” kata Nur Hidayat, peneliti dari Lembaga Studi Demokrasi Lokal.
Tumpang Tindih Program dan Kurangnya Transparansi
Seringkali bantuan diberikan tanpa kejelasan sumber anggaran dan mekanisme distribusi. Beberapa daerah bahkan tak punya data terpadu penerima bansos, membuka peluang praktik manipulatif dan politisasi penerima bantuan.
“Bansos yang seharusnya jadi alat pemulihan sosial malah jadi senjata elektoral,” tegas Nur.
Pemilih Rentan Dijadikan Target
Masyarakat ekonomi menengah ke bawah jadi sasaran utama. Kondisi ekonomi yang sulit membuat sebagian besar warga ‘pasrah’ menerima bantuan tanpa mempedulikan konteks politiknya.
“Kalau sudah lapar, mereka nggak mikir siapa kasih. Inilah yang dieksploitasi elit politik,” ujar Siti, warga di Kabupaten Bogor.
Potensi Politik Uang yang Terselubung
Meski tidak dalam bentuk uang tunai untuk memilih calon tertentu, bansos menjelang pemilu bisa dikategorikan sebagai politik uang terselubung jika digunakan untuk membangun citra calon petahana atau afiliasi politiknya.
Solusi: Awasi dan Tertibkan Distribusi Bansos di Tahun Politik
KPU dan Bawaslu didesak memperketat pengawasan terhadap distribusi bantuan yang berpotensi disalahgunakan untuk kampanye. Pemerintah daerah juga harus transparan dalam data penerima dan mekanisme pemberian bansos.
“Bantuan sosial harus jadi hak rakyat, bukan alat kampanye politik,” pungkas Nur.