Sumber foto: Google

Ancaman Politik Algoritma, Bisa Poles Citra Politikus Kotor Jadi Positif. Target Utama Strategi ini Adalah Gen Z dan Pemilihan Umum

Tanggal: 13 Mei 2025 23:34 wib.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, fenomena politik algoritma semakin menjadi perhatian di ranah politik Indonesia. Diungkap pengamat politik sekaligus dosen tamu Universitas Diponegoro, Prof. Merlyna Lim, politik algoritma bergerak tak kasat mata lewat sistem digital. Strategi ini mampu mengubah wajah politikus kotor menjadi terlihat positif melalui manipulasi informasi yang disajikan kepada publik, terutama menjelang Pemilu 2024.

Penggunaan algoritma dalam konteks politik lebih dari sekadar alat. Ini adalah strategi yang canggih yang memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan konten yang mereka tawarkan kepada masyarakat. Dalam beberapa kasus, algoritma ini dapat diprogram sedemikian rupa untuk mendistorsi fakta, memperkuat narasi tertentu, dan bahkan menciptakan citra yang menggoda tentang pribadi dan program yang diusung oleh para politikus.

Dampak dari politik algoritma sangat nyata, terutama ketika melihat bagaimana informasi disebarkan melalui platform media sosial. Gen Z, sebagai kelompok demografis yang paling aktif di dunia maya, menjadi target utama dari strategi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka sering dipengaruhi oleh konten yang dikurasi algoritma, yang tidak selalu mencerminkan kebenaran, melainkan perspektif yang ingin disampaikan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini menciptakan sebuah "gelembung informasi," di mana opini dan pandangan tertentu tampak dominan, sementara perspektif lain terpinggirkan.

Penggunaan politik algoritma terbukti efektif mengendalikan opini publik dalam Pemilu 2024 di Indonesia. Dengan memanfaatkan data pengguna, algoritma dapat menyajikan iklan politik yang sangat tersegmentasi dan disesuaikan, memastikan bahwa pesan-pesan yang ingin disampaikan tersampaikan dengan cara yang paling menarik bagi audiens. Kekuatan ini tidak hanya mempengaruhi pemilih dewasa, tetapi juga Gen Z, yang dikenal memiliki rasa kepedulian tinggi terhadap isu-isu sosial dan politik.

Taktik ini menimbulkan beberapa pertanyaan etis: sejauh mana keaslian informasi yang disajikan? Apakah publik mampu membedakan antara informasi yang valid dan yang telah dimanipulasi? Dalam konteks pemilihan umum yang selalu dinamis, pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semakin relevan. Tanpa adanya regulasi yang kuat atau pemahaman mendalam mengenai bagaimana algoritma bekerja, masyarakat berisiko terjebak dalam informasi yang salah dan manipulatif.

Prof. Merlyna Lim berpendapat bahwa untuk menghadapi tantangan politik algoritma, masyarakat, terutama Gen Z, perlu dilengkapi dengan literasi digital yang memadai. Kemampuan untuk menganalisis dan memahami informasi yang tampak menarik di media sosial merupakan kunci untuk mempertahankan integritas demokrasi. Hanya dengan cara ini, mereka dapat menjadi pemilih yang cerdas dan kritis, terlepas dari pengaruh besar yang ditimbulkan oleh algoritma.

Terciptanya ruang digital yang adil dan transparan harus menjadi prioritas, bukan hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi penyedia platform media sosial. Di tengah tantangan yang ada, perlu adanya kolaborasi antara berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan politik yang sehat, di mana dialog dan diskusi berdasarkan fakta dapat berkembang. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, pemahaman tentang algoritma dan dampaknya harus menjadi bagian dari pendidikan politik yang diterima oleh generasi muda, sehingga mereka dapat berpartisipasi dengan bijak dalam proses demokrasi yang sedang berlangsung.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved