Sumber foto: Google

Akademisi Unsika: Buzzer Politik Ancam Kualitas Demokrasi Indonesia

Tanggal: 13 Mei 2025 19:32 wib.
Tampang.com | Fenomena buzzer politik di media sosial dinilai semakin mengkhawatirkan bagi kualitas demokrasi Indonesia. Buzzer politik, yang kerap berafiliasi dengan partai atau tokoh tertentu, memanfaatkan akun media sosial untuk menggiring opini publik dan menyerang lawan politik. Tak jarang mereka juga berupaya membungkam kritik terhadap pemerintah atau tokoh politik tertentu.

Buzzer Sebagai Alat Propaganda Digital

Hendry Roris Sianturi, dosen dan peneliti di bidang Media dan Jurnalisme dari Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), menyatakan bahwa penggunaan buzzer di media sosial dapat merusak kualitas demokrasi digital. "Buzzer itu sebagai alat propaganda digital yang membentuk polarisasi dan dinamika politik. Cara kerjanya dengan memanipulasi opini publik atau menciptakan citra politik sosok tertentu," ujar Hendry, Rabu (13/5/2025).

Kekurangan Regulasi Memperburuk Penyebaran Disinformasi

Hendry menambahkan bahwa kurangnya regulasi dan etika politik yang jelas semakin memperburuk penyebaran disinformasi. Penggunaan akun palsu dan teknologi deepfake untuk memengaruhi persepsi masyarakat menjadi hal yang semakin mengkhawatirkan. "Di Amerika Serikat, buzzer sangat sering digunakan. Karena itu, saya menyebutnya sebagai penumpang gelap demokrasi," kata Hendry.

Era Post-Truth: Kebenaran Tergantikan oleh Narasi yang Sesuai Emosi

Menurut Hendry, masyarakat kini berada dalam era post-truth, di mana kebenaran tidak lagi didasarkan pada fakta, tetapi lebih pada narasi yang menyentuh emosi dan selera publik. Hal ini memungkinkan kebohongan yang dikemas menarik dan diproduksi secara masif untuk dianggap sebagai kebenaran.

Peran Dunia Akademik dalam Menanggulangi Dampak Buzzer

Hendry mengungkapkan bahwa dunia akademik, terutama kampus, memiliki peran penting dalam menangkal dampak negatif buzzer politik. "Mahasiswa bisa menjadi agen perubahan dan kontra-buzzer di media sosial. Namun, ini membutuhkan dukungan serius dari pemerintah dan institusi pendidikan," tuturnya.

Pentingnya Penguatan Literasi Digital dan Critical Thinking

Hendry mendorong Fakultas Ilmu Komunikasi Unsika agar lebih fokus pada pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran kritis terhadap propaganda digital. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penguatan pemikiran filsafat postmodern guna membentuk mahasiswa yang melek literasi digital. "Butuh keseriusan dari Kemendikbudristek dan kampus dalam meramu sistem pembelajaran yang mengacu pada critical thinking," kata Hendry.

Masyarakat Diminta Teliti dalam Mengonsumsi Informasi

Hendry juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya pada komentar dan testimoni yang beredar di media sosial. "Suara mayoritas di media sosial bukanlah yang sesungguhnya. Carilah kebenaran pada sumber yang kredibel, seperti media massa yang masih menggunakan metode verifikasi," imbuhnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved