Sumber foto: Google

Ahmad Dhani Langgar Kode Etik DPR Karena Ucapan Seksis dan Pelesetkan Nama Marga

Tanggal: 13 Mei 2025 23:38 wib.
Ahmad Dhani, yang dikenal sebagai musisi dan politisi, kembali menuai kontroversi setelah dua laporan yang dinilai mencederai kode etik DPR RI. Dalam laporan pertama, Dhani dituduh menyampaikan pernyataan yang bersifat seksis dan rasis saat Rapat Komisi X DPR RI bersama PSSI pada 5 Maret 2025. Ucapan yang dilontarkannya di hadapan para anggota DPR dan perwakilan PSSI ini memicu gelombang protes dari berbagai kalangan, termasuk organisasi perempuan dan aktivis hak asasi manusia. 

Pernyataan seksis yang dikeluarkan Ahmad Dhani dianggap sangat tidak pantas, terutama mengingat posisi dan pengaruh yang dimilikinya sebagai anggota DPR. Apalagi, dalam konteks rapat yang seharusnya membahas kemajuan olahraga di Indonesia, ucapan yang merugikan kaum perempuan tersebut tentu sangat tidak relevan dan mencederai semangat egalitarianisme. Tindakan ini membuat banyak masyarakat mempertanyakan integritas dan kedewasaan Dhani dalam hal berkomunikasi, terutama di ruang publik.

Laporan kedua mengenai Ahmad Dhani datang setelah dia dianggap telah menghina marga Pono dengan memplesetkannya menjadi kata "porno" saat berdiskusi dengan rekan musisi mengenai masalah royalti. Ucapan tersebut dianggap sangat tidak sopan dan mencemarkan nama baik marga Pono, yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Pelestarian nama-nama marga dalam budaya Indonesia bukan sekadar simbol, tetapi juga bagian penting dari identitas keluarga dan budaya yang patut dihormati.

Dalam diskusi antar musisi yang seharusnya menjadi ajang saling sharing dan membangun, pernyataan Ahmad Dhani malah berpotensi menciptakan perpecahan dan pembenaran terhadap stereotip negatif. Seperti pepatah yang berbunyi "mulutmu harimaumu", ucapan yang tidak bijaksana dapat berakibat fatal bagi reputasi seseorang serta mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Penggunaan kata "porno" yang merujuk pada marga Pono bukan hanya sebuah plesetan, tetapi juga merupakan bentuk pelecehan yang tidak seharusnya dibiarkan, terutama ketika diucapkan oleh seorang wakil rakyat.

Tindak lanjut dari kedua laporan ini menjadi sorotan publik, terutama mengingat pentingnya peran anggota DPR dalam menciptakan suasana demokrasi yang sehat dan inklusif. Rapat dan diskusi yang dilakukan seharausnya menjadi platform untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat dan membahas isu-isu penting, bukan arena untuk melontarkan ucapan yang merugikan satu sama lain.  

Beberapa pihak mendesak agar kasus ini ditangani dengan serius, tidak hanya demi menjaga nama baik institusi DPR, tetapi juga untuk menerapkan konsekuensi yang setimpal bagi para anggota yang melanggar norma dan etika dalam bertindak. Perlunya pelatihan dan sosialisasi mengenai kode etik, terutama bagi para anggota legislatif, menjadi penting. Hal ini agar mereka lebih peka dan sadar akan dampak dari setiap ucapan yang keluar dari mulut mereka.

Kontroversi yang melibatkan Ahmad Dhani ini kembali membuka diskusi mengenai pentingnya etika dalam berkomunikasi, baik di ruang publik maupun pribadi. Tidak hanya untuk anggota DPR, tetapi juga sebagai pelajaran bagi masyarakat umum tentang perlunya kesadaran dalam berbicara dan bertindak, terutama ketika menyangkut isu-isu yang sensitif seperti gender dan identitas budaya. Diharapkan, situasi seperti ini tidak terulang dan anggota DPR dapat menjadi teladan dalam menyampaikan pendapat serta menjaga kehormatan nama baik bangsa.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved