Ahmad Dhani dan Mr P yang Misterius dalam Pusaran Makar 212

Tanggal: 3 Des 2017 12:15 wib.
“Malam ini di depan kamar di hotel Sari Pan Pasifik, orang mengaku dari Polda mencari saya. #ADP,” cuit Ahmad Dhani lewat akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada 2 Desember 2016.

Hari itu, 2 Desember 2016, Dhani digelandang dari Hotel Sari San Pasific, Jakarta. Bersama Dhani, turut pula digelandang Ratna Sarumpaet.

Di hari yang sama, polisi menangkap 9 orang lainnya dari sejumlah tempat berbeda. Mereka adalah Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas (SBP), Eko Suryo Santjojo, Adityawarman Thahar, Firza Huzein, Alvin Indra, Jamran, dan Rizal Kobar.

Kesebelas orang itu pun ditahan di Maka Brimob.dan Polda Metro Jaya. Kepada kesebelasnya, Polri menetapkan sejumlah pasal. Di antaranya pasal tentang makar dengan ancaman seumur hidup.

Tetapi, penahanan tersebut tidak berlangsung lama. Dhani, Kivlan Ratna, Rahmawati, dan Firza sudah dipulangkan pada keesokan harinya, 3 Desember 2017. Kemudian satu demi satu rekan-rekan Dhani dibebaskan, seperti SBP yang kembali menghirup udara segar pada 16 Maret 2017.

Adapun, Rizal dan Jamran yang bebas dari tuduhan makar didakwa dengan pasal Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dengan pasal “ujaran kebencian” itu, keduanya divonis penjara 6 bulan 15 hari pada Juni 2017.

Tetapi, Kapolri menampik jika kasus makar yang ditangani Polda Metro Jaya adalah hasil rekayasa. Katanya, ada bukti kuat yang diperoleh polisi berupa video yang tersebar luas di media sosial dan laporan dari informan di lapangan.

"Terdapat bukti dalam video yang tersebar dalam media sosial. Lalu dari pertemuan terbatas dari surveilance yang dilakukan. Isinya bertujuan menurunkan Presiden Jokowi, menangkap dan mengadili Ahok, mengembalikan konstitusi ke UUD 1945 asli dan menolak reformasi," ujar Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 23 Mei 2017 (Sumber: KOMPAS.COM)

Namun demikian, informasi lainnya yang menarik untuk diketahui. Informasi itu didapat dari video “Habib Rizieq & GNPF Evaluasi Aksi Bela Islam 212” yang diunggah di Youtube.

Dalam video yang direkam pada 4 Desember 2016 itu, Sekjen FUI Muhammad Al Khathath mengaku setelah acara “Konsolidasi Nasional Mahasiswa dan Pemuda Islam I” yang diadakan di Kampus Universitas Bung Karno pada 30 November 2016 sejumlah pembicara berkumpul di satu ruangan.

Menurut Al Khathath, para tokoh yang hadir di UBK tidak langsung rapat, tetapi menunggu selesainya pertemuan antara Rachmawati, Kivlan, dan seorang lagi yang namanya tidak mau diungkap oleh Khathath. Sebut saja orang tersebut sebagai Mr P, sebab Mr X terlalu mainstream.

Masih dari rekaman video, Al Khathath mengungkapkan juga jika pada 2 Desember 2016 atau pada saat berlangsungnya Aksi 212, ia kembali bertemu dengan Mr P. Kepada Mr P, ia bertanya tentang rekan-rekannya yang diambil Polisi.

“Oh nggak pa pa, Ustad,” cerita Al Khathatah tentang jawaban Mr P, “Itu cuma supaya mereka ngga bawa massa ke dpr. Besok juga dilepasin.”

Sulit menganggap Al Khathath melakukan kebohongan soal Mr P.  Sebab, seperti yang terekam, dua kali Al Khathatha menyebut nama “Habib Ali” (Maksudnya Habib Ali Alatas yang diinformasikan hadir di UBK pada 30 Desember 2016) yang juga hadir dalam acara “Evaluasi Aksi Bela Islam 212” sebagai saksi atas informasinya. Apalagi, informasi  Dhani Cs bakal dilepasin  ternyata benar.

Mr P bisa siapa saja. Bisa politisi. Bisa pengusaha, Bisa perwira TNI/Polri, Bisa purnawirawan TNI/Polri. Bisa Paranormal, Bisa juga “P” lainnya.

Satu-satunya petunjuk soal identitas Mr P hanya kehadirannya. Mr P menghadiri rapat di UBK dan Aksi 212.  Atau, Mr P adalah perserta rapat di UBK yang tidak diamankan Polisi pada 2 Desember 2016. Tentu saja selain Habib Ali dan Al Khathath sendiri.

Dari sejumlah media online, hanya Tirto.id yang memberitakan pertemuan di UBK pada 30 November 2016. Tidak ada media lainnya. Tirto pun baru mempublikasikannya pada 5 Desember 2016.

“ ... Seharusnya memang ada tujuh pembicara yang hadir, yakni KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet (aktifis HAM), Ridwan Saidi (budayawan), Beni Pramula (Presiden Pemuda Asia-Afrika/Mantan Ketum DPP IMM), Zainuddin Arsyad (Presiden ASEAN Muslim Students Association/BEM Se Tanah Air) dan Ali Alatas (Ketua Front Mahasiswa FPI). Namun Kivlan, Ridwan dan Beni tidak bisa hadir dalam acara itu...” tulis Tirto.id.

Sayangnya, Tirto hanya menulis nama-nama pembicara, Sementara, Mr P belum tentu salah seorang dari 7 pembicara di UBK.

Dan, polisi pun tidak hanya membidik peserta pertemuan di UBK pada 30 November 2016, tetapi juga pertemuan yang digelar di ditempat yang sama sepuluh hari sebelumnya.

Siapa pun itu, Mr P pastinya bukan orang sembarangan. Karena ia ikut dalam rapat terbatas yang hanya diikuti oleh Rahmawati sebagai tuan rumah dan Kivlan Zein, purnawirawan TNI AD berpangkat mayor jenderal.

Mr P pun pastinya memiliki akses yang memberikannya informasi jika penahanan atas Dhani Cs tidak berlangsung lama. Dan, informasi Mr P yang diberikannya pada Al Khathatah alias Gatot ini ternyata benar.

Menariknya, meski hadir dalam rapat di UBK bersama Dhani CS, sosok Mr P sama sekali tidak disentuh. Bahkan, identitas Mr P pun sampai sekarang masih misterius.

Dan, sampai artikel ini ditayangkan, belum seorang pun yang mengungkapkan identitas serta peran Mr P dalam upaya makar terhadap Presiden Jokowi.

Persoalan sebenarnya, benarkah rencana makar itu ada?

Sekitar 2 minggu sebelum hari penangkapan yang bertepatan dengan penyelenggaraan Aksi 212, media sudah memberitakan tentang adanya sekelompok orang yang berencana menggulingkan Presiden Joko Widodo.

Diawali oleh pidato Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 21 November 2016 yang menyebut adanya upaya makar dengan menunggangi sekuel Aksi 411 yang rencananya digelar antara tanggal 25 November atau 2 Desember 2016 (Waktu itu belum ada kepastian tentang waktu pelaksanaan aksi).

“... Aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Informasi yang kita terima 25 November akan ada aksi unjukrasa di DPR. Namun ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk dalam tanda petik menguasai DPR...,”  ungkap Tito dalam pidatonya (Sumber: Detik.com).

Saat ditanya soal aktor di balik kabar rencana makar yang diduga akan menunggani aksi unjuk rasa pada 2 Desember, dengan enteng Tito menjawab, “baca saja Google”

"Isu makar baca saja google, siapa yang ingin menjatuhkan pemerintah, jatuhkan Pak Jokowi, nah itulah dia. Enggak usah ngomongin ini lagi, baca saja di media, itu ada beberapa pihak yang katakan 'kita akan duduki DPR', itu inkonsitusional," katanya usai acara Istighotzah Akbar di Masjid Agung Kota Tasikmalaya, pada 22 November 2016 (Sumber: Republika.co.id).

Kapolri tidak salah. Lewat Google, pengguna internet bisa mencari sejumlah informasi terkait pidato-pidato yang berisi perlawanan terhadap Jokowi.

Tetapi, jawaban “baca saja Google” pastinya hanya candaan Kapolri belaka. Sebab, jawaban yang tepat adalah “... Lalu dari pertemuan terbatas dari surveilance yang dilakukan. Isinya bertujuan menurunkan Presiden Jokowi ...”.

Pernyataan Kapolri ini menarik. Sebab, menurut Wikipedia.org, salah satu kunci keberhasilan makar atau kudeta adalah kerahasiaan agenda.

“Kerahasiaan agenda, tidak hanya berlaku vis-à-vis terhadap kalangan luar, tetapi juga vis-à-vis terhadap konspirator lainnya merupakan senjata pertama junta, tanpa persiapan yang terbaik maka kudeta dipastikan akan gagal.”

Kerahasiaan agenda ini sangat penting sebab faktor inilah yang akan mendukung faktor pendukung lainnya, yaitu pendadakan (menurut dialog tokoh Brigjen Soepardjo saat merencanakan Gerakan 1 Oktober 65 dalam film “G30S/PKI”)

Karena informasi “rencana makar” sudah tercium oleh pihak lain dalam hal ini Polri, maka faktor kerahasiaan agenda kependadakan pun tidak ada lagi.

Dan, memang menurut Aminuddin yang mengikuti pertemuan di UBK bersama 300-an aktvis lainnya pada 20 November 2016, rencana makar tidak dibicarakan

"(Isi pertemuan) kembali ke kiblat bangsa, UUD '45, Pancasila, dan UUD '45 asli," kata Aminuddin di Jakarta, pada 21 Desember 2016.

Rapat di UBK tersebut merupakan merupakan kelanjutan dari pertemuan dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan pada 15 November 2016. Menurut Aminuddin, tidak ada desakan kepada MPR untuk mencabut mandat Presiden Jokowi.

Adapun surat Sri Bintang yang menginginkan dilakukan sidang istimewa untuk mencabut mandat presiden di luar agenda para aktivis lainnya.

"Nah itulah yang kami sesalkan, karena kita sendiri menyampaikan surat juga ke MPR-gerakan Save NKRI-rupanya Pak Sri Bintang kirim juga, dia inisiatif sendiri di luar kesepakatan. Beda dengan People Power (gerakan yang dibentuk Sri Bintang-red). Itulah istilah Kapolri yang bilang mengajak massa 2 Desember ke MPR/DPR, padahal kita punya agenda sendiri, yaitu bela Islam dan bela negara dan kita punya massa sendiri," terang Aminuddin (Sumber: Detik.com).

Kalau memang demikian, kenapa Dhani Cs dicokok dengan tuduhan makar?

Jawabannya seperti yang dikatakan Mr P pada Al Khathath, “Itu cuma supaya mereka ngga bawa massa ke DPR. Besok juga dilepasin.”

Dikuasainya gedung DPR oleh massa juga tidak akan menyebabkan tumbangnya Presiden RI. Bahkan, sekalipun pun gedung para legislator itu dibumihanguskan atau diratakan dengan tanah, tidak akan menyebabkan Presiden Ri jatuh.

Tetapi, pengerahan massa Aksi 212 dari Monas menuju gedung DPR di Senayan itulah yang rawan disusupi oleh kelompok tertentu untuk menimbulkan kerusuhan.

Jika mengacu pada Aksi 411 yang digelar pada 4 November 2016, kerusuhan baru terjadi setelah massa pengunjuk rasa sudah bergerak meninggalkan lokasii. Dari sejumlah video terekam ada kelompok yang menyusup di antara massa Aksi 411. Kelompok inilah yang memprovokasi dengan menyerang aparat keamanan. Di waktu yang nyaris bersamaan di daerah Penjaringan terjadi penjarahan.

Sulit menganggap penjarahan di Penjaringan terjadi karena spontanitas. Sulit juga mengatakan jika provokasi terhadap massa Aksi 411 tidak ada yang mendalangi.

Tetapi, sulit juga menyimpulkan jika kedua peristiwa yang mengarah pada kerusuhan massa dan berpotensi dapat melengserkan Jokowi tersebut direncanakan oleh 1 kelompok.

Dan, sampai saat ini, siapa otak (mungkin juga otak-otak) di balik kedua peristiwa tersebut belum diketahui. Polisi baru menangkapi pelaku provokasi kerusuhan di depan Istana Negara.

Para pelaku lapangan pastinya tidak mengetahui identitas Si Otak. Bahkan, identitas koordinator lapangan yang berkomunikasi dengan mereka pun belum tentu diketahui.

Jika menyimak pidato Jokowi yang disampaikannya pada malam hari setelah Aksi 411, kelompok yang merencanakan memperkeruh situasi dengan menunggangi aksi massa memang ada.

“ .. Terima kasih kami sampaikan kepada para ulama, para kyai, para habaib, para ustaz yang telah memimpin umatnya yang menyejukkan sehingga sampai Maghrib tadi berjalan dengan tertib dan damai.

Tapi kita menyesalkan kejadian ba’da Isya yang seharusnya sudah bubar, tetapi menjadi rusuh.

Dan ini kita lihat telah ditunggangi oleh aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi,” kata Jokowi (Sumber: KOMPAS.COM)

Siapa aktor-aktor yang dimaksud Jokowi dalam pidatonya? Inilah yang mungkin Jokowi pun masih menduganya. Lagi pula, Si Aktor bisa berasal dari kelompok apa saja, termasuk kelompok pendukung pemerintah sendiri.

Tetapi, siapa pun aktor  dibalik “kerusuhan 411”, Polri pastinya berupaya mengantisipasi peristiwa serupa pada saat massa Aksi 212 bergerak menuju Senayan.

Mungkin, hanya dengan mengambil Dhani CS, Polri dapat mengantisipasi terjadinya kerusuhan di Ibu Kota. Toh, tindakan tersebut tidak berdampak banyak pada kehidupan Dhani Cs.

Selain itu, Aksi 212 pun tidak ternoda oleh kerusuhan. Tidak ada gas air mata yang ditembakkan, apalagi peluru. Tidak ada korban yang berjatuhan. Yang terpenting tidak terjadi sesuatu dengan bangsa Indonesia. Dan, Mr P masih tetap misterius.  
Copyright © Tampang.com
All rights reserved