Sumber foto: Pinterest

Kenapa Kita Sering Bertahan di Hubungan yang Bikin Nggak Bahagia?

Tanggal: 17 Apr 2025 08:39 wib.
Banyak orang sering kali merasa terjebak dalam hubungan yang tidak bahagia, dan bingung mengapa mereka tetap bertahan meskipun menyadari efek negatif yang ditimbulkan. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui berbagai faktor psikologis, termasuk konsep self-worth, toxic relationship, dan ketergantungan emosional.

Self-worth atau harga diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Seseorang dengan tingkat self-worth yang rendah cenderung menganggap diri mereka tidak layak mendapatkan kebahagiaan atau cinta yang sejati. Dalam konteks hubungan, individu dengan self-worth yang rendah mungkin merasa bahwa mereka tidak pantas untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik. Mereka mungkin beranggapan bahwa hubungan yang sulit adalah satu-satunya pilihan yang tersedia, bahkan jika hubungan tersebut penuh dengan konflik dan ketidakbahagiaan.

Toxic relationship atau hubungan toksik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan di mana salah satu atau kedua individu terlibat dalam perilaku yang merugikan, baik secara emosional maupun fisik. Dalam hubungan ini, pola-pola pengendalian, manipulasi, dan kekerasan emosional seringkali terjadi. Meskipun hubungan ini membawa dampak buruk pada kesehatan mental dan fisik, banyak orang tetap bertahan. Hal ini sering kali disebabkan oleh siklus pengharapan, di mana seseorang berharap bahwa pasangan mereka akan berubah atau bahwa situasi akan membaik seiring berjalannya waktu.

Ketergantungan emosional juga memainkan peran penting dalam mengapa seseorang bertahan di hubungan yang tidak memuaskan. Ketergantungan emosional ditandai dengan rasa kebutuhan yang mendalam terhadap kehadiran pasangan, meskipun hubungan tersebut merugikan. Individu yang mengalami ketergantungan emosional sering kali merasa tidak mampu menjalani hidup tanpa kehadiran orang lain. Dalam banyak kasus, mereka percaya satu-satunya cara untuk merasa lengkap adalah melalui pasangan, meskipun pasangan tersebut mungkin tidak memberikan kebahagiaan yang diharapkan. Perasaan terjebak ini sering kali diperparah oleh rasa takut akan kesepian dan kehilangan.

Fenomena trauma bond juga bisa menjadi alasan mengapa kita bertahan dalam hubungan yang toksik. Trauma bond terjadi ketika individu merasa terikat secara emosional kepada pasangan yang menyakiti mereka, akibat dari pengalaman bersama yang intens dan konflik yang berulang. Rasa sakit dan kesenangan yang campur aduk membuat ikatan ini terasa sulit untuk diputuskan. Dalam konteks ini, pelaku sering kali memanfaatkan manipulasi emosional untuk mempertahankan hubungan, menciptakan rasa bersalah pada pasangan tentang keputusan untuk pergi.

Persepsi sosial tentang cinta juga dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk bertahan dalam hubungan yang tidak membahagiakan. Banyak orang tumbuh dengan keyakinan bahwa cinta harus diperjuangkan, bahkan ketika itu berarti menanggung penderitaan. Media seringkali menggambarkan hubungan yang penuh pengorbanan sebagai sesuatu yang romantis, sehingga individu merasa terdorong untuk tetap bertahan dalam hubungan yang sulit.

Selain itu, lingkungan sosial dan dukungan dari teman juga turut berperan. Teman atau keluarga yang tidak menyadari situasi tersebut mungkin memberikan nasihat yang tidak tepat atau bahkan menyokong hubungan yang merugikan. Ini dapat memperkuat keyakinan bahwa bertahan adalah pilihan yang tepat, padahal sebenarnya individu tersebut perlu pergi untuk menemukan kembali kebahagiaan.

Dengan berbagai faktor yang memengaruhi, jelas bahwa memahami alasan mengapa kita bertahan dalam hubungan yang tidak membahagiakan adalah langkah pertama untuk mengatasi masalah ini. Self-worth, toxic relationship, dan ketergantungan emosional adalah beberapa elemen penting yang dapat membantu kita mengenali pola perilaku kita dalam hubungan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved