Sumber foto: iStock

Terpecahkan! Mata Rantai Hilang Evolusi Fotosintesis & Pernapasan Ditemukan

Tanggal: 1 Mar 2025 17:58 wib.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, pertanyaan tentang evolusi selalu menarik untuk dibahas. Sejak lama, kita sering dihadapkan pada pertanyaan klasik: manakah yang lebih dulu, ayam atau telur? Pertanyaan ini bukan sekadar teka-teki, tetapi bisa membuka cakrawala pemahaman kita mengenai evolusi makhluk hidup.

Baru-baru ini, sebuah penelitian telah menggali lebih dalam ke dalam fenomena evolusi, khususnya yang berkaitan dengan organisme tak bergerak seperti tanaman dan organisme bergerak seperti hewan. Penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara proses fotosintesis dan metabolisme aerobik.

Fotosintesis, yang dilakukan oleh alga dan tanaman, merupakan proses di mana mereka mengolah karbon dioksida dan air menggunakan energi dari sinar matahari untuk menghasilkan bahan bakar pertumbuhan. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, oksigen juga dilepaskan.

Di sisi lain, hewan memanfaatkan oksigen yang dihasilkan oleh tanaman untuk proses metabolisme aerobik. Dalam proses ini, hewan mengubah bahan bakar tubuh yang telah diperoleh menjadi energi sambil membuang karbon dioksida sebagai produk sampingan. Dengan kata lain, ada hubungan timbal balik yang kompleks antara tumbuhan dan hewan dalam ekosistem.

Felix Elling, seorang peneliti dari Departemen Bumi dan Ilmu Planet yang bekerja di Laboratorium Biogeokimia Molekuler dan Geokimia Organik, menemukan sesuatu yang sangat menarik saat melakukan penelitian. Dia tidak sedang mencari bukti untuk menjawab pertanyaan evolusi, tetapi kebetulan menemukan perubahan halus dalam molekul pada bakteri penggenggam nitrogen yang dikenal sebagai Nitrospirota. Molekul tersebut memiliki kesamaan yang mencolok dengan molekul yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis.

Elling menggambarkan bagaimana perubahannya pada molekul Nitrospirota, yang biasanya terkait dengan tanaman, menunjukkan adanya kompleksitas yang luar biasa dalam evolusi. Adalah molekul kuinon yang mereka temukan, yang ada di semua bentuk kehidupan dan terbagi menjadi dua variasi: aerobik yang memerlukan oksigen dan anaerobik yang tidak memerlukannya.

Kuinon aerobik, pada gilirannya, dibedakan lagi menjadi dua jenis; satu berfungsi dalam fotosintesis di tanaman, sedangkan yang lainnya digunakan oleh bakteri dan hewan dalam proses bernapas.

Penemuan ini menjadi semakin menarik ketika mereka menemukan jenis cuyo kuinon baru yang disebut metyil-plastokuinon, yang diduga merupakan "mata rantai yang hilang". Temuan ini menjadi cikal bakal bagi penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara fotosintesis dan pernapasan, dua proses yang sangat penting dalam kehidupan.

Penelitian ini juga mengaitkan temuan ini dengan peristiwa yang dikenal sebagai "Peristiwa Oksidasi Besar" yang berlangsung sekitar 2,3 hingga 2,4 miliar tahun lalu, saat yang diperkirakan saat munculnya cyanobacteria yang menghasilkan oksigen dalam jumlah besar.

Teori sebelumnya menyatakan bahwa fotosintesis terjadi terlebih dahulu sebelum munculnya makhluk hidup yang bisa bernapas, namun penemuan jenis kuinon baru ini memunculkan hipotesis baru bahwa terdapat organisme yang telah menggunakan oksigen jauh sebelum munculnya ledakan cyanobacteria.

Ann Pearson, salah satu peneliti dari Laboratorium Biogeokimia Molekuler dan Geokimia Organik, menjelaskan bahwa reaksi biologi yang memanfaatkan oksigen dapat menjadi sangat merusak. Oleh karena itu, organisme yang mampu memproses oksigen diakui memiliki sel yang sangat kompleks dan canggih. Pearson mencatat, "Dengan kata lain, kemampuan bernapas adalah kunci untuk membuka diversifikasi berbagai bentuk kehidupan di planet ini."

Perbedaan struktur kuinon juga menjadi sorotan penting dalam penelitian ini. Di tubuh manusia, terdapat perbedaan antara kuinon yang ada di mitokondria dan yang ditemukan di tumbuhan. Elling mencatat, "Apa yang kami temukan adalah nenek moyang dari molekul ini, yang kemudian diadaptasi menjadi dua bentuk dengan fungsi spesifik baik di tumbuhan maupun dalam bentuk mitokondria." Elling menilai molekul ini sebagai sebuah mesin waktu, "fosil hidup" dari molekul yang telah bertahan lebih dari dua miliar tahun.

Penelitian ini menegaskan pentingnya terus menyelidiki evolusi kehidupan di bumi, dan membuka lebih banyak pertanyaan mengenai asal-usul dan hubungan antar organisme. Selama kita terus menggali informasi lebih dalam mengenai asal-usul kehidupan, kita akan semakin memahami kompleksitas hubungan antara tumbuhan dan hewan, serta fungsi esensial yang mereka miliki dalam ekosistem. 

Kemunculan temuan ini diharapkan dapat memicu penelitian lebih lanjut ke arah pemahaman yang lebih mendalam terkait evolusi dan hubungan antara berbagai bentuk kehidupan.

Dengan menghubungkan hasil penelitian ini dengan pemahaman kita tentang sejarah panjang kehidupan di bumi, para ilmuwan berharap dapat merangkai kembali kisah kuno tentang nenek moyang kita, yang menunjukkan bahwa kehidupan di planet ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam jalinan yang kompleks.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved