Terjadinya Kasus Guru Honorer Supriyani, Komisi X DPR Menyatakan Sistem Pendidikan Seharusnya Melindungi Guru
Tanggal: 29 Okt 2024 19:41 wib.
Wakil Ketua Komisi X DPR MY Esti Wijayati menyoroti kasus guru honorer Supriyani yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswanya yang merupakan anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menurut Esti, kasus ini menunjukkan bahwa saat ini profesi guru, utamanya guru honorer sangat rentan. Esti mengungkapkan bahwa guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan. Mereka tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid.
"Kasus ini menjadi contoh betapa rentannya profesi guru di era saat ini, khususnya bagi para guru honorer yang perjuangannya dalam menjalankan tugas sangat besar," ujarnya.
Esti menjelaskan bahwa sistem pendidikan seharusnya melindungi guru dan memberi dukungan dalam menjalankan tugas, justru menjadi ancaman tersendiri bagi para guru. Guru sudah melakukan perjuangan besar dalam mendidik bangsa Indonesia. Padahal, mereka harus berhadapan dengan berbagai risiko, seperti tuntutan hukum dan intervensi dari berbagai pihak.
Terkait kasus guru honorer Supriyani, Esti juga menilai saat ini orangtua terlalu banyak melakukan intervensi dan bereaksi berlebihan terhadap pendidikan anaknya. Terlebih lagi saat orangtua siswa tersebut memiliki jabatan tertentu sehingga membuat guru secara langsung ataupun tidak terintimidasi.
"Fenomena seperti ini tidak jarang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Padahal reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan," lanjut dia.
Esti juga mengingatkan bahwa profesi guru sudah dilindungi dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Aturan tersebut mencakup perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil.
"Profesi guru jelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," ucapnya.
Oleh karena itu, Esti mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan sekolah ikut memberikan pendampingan sesuai amanat Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 Pasal 2 hingga 4. Pemerintah perlu memberikan bantuan hukum bagi guru yang bermasalah dengan hukum.
Sebelumnya diberitakan, Supriyani (36), guru honorer di SD Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dilaporkan atas dugaan pemukulan seorang siswa. Kejadian ini bermula saat siswa berinisial MCD, anak dari anggota polisi di Polsek Baito, menyebut luka di pahanya akibat dipukul guru Supriyani.
Kejadian ini menjadi sorotan karena menimbulkan dampak yang meluas, termasuk campur tangan orangtua siswa yang merupakan anggota kepolisian. Guna mengatasi kasus semacam ini, perlu adanya peran aktif dari semua pihak terkait dalam melestarikan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bersahabat bagi semua pihak yang terlibat.
Menurut data yang dirilis BPS pada tahun 2023, jumlah guru honorer di Indonesia mencapai 373.627 orang. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya, sebanyak 55%, belum memiliki sertifikat pendidik. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan memperkuat perlindungan bagi para guru honorer di Indonesia.
Tidak hanya itu, perlu adanya upaya untuk memperkuat hubungan antara guru dengan orangtua murid agar terjalin komunikasi yang baik. Kolaborasi yang baik antara guru, orangtua, dan pihak sekolah merupakan kunci utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif.
Mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh BPS, penilaian terhadap sistem pendidikan yang dilakukan secara berkesinambungan dapat meminimalisir terjadinya intervensi dan tekanan dari berbagai pihak kepada guru. Hal ini penting guna memastikan bahwa guru dapat menjalankan tugasnya dengan fokus dan tanpa adanya hambatan eksternal yang mengganggu proses pembelajaran.
Keberadaan sistem pendidikan yang sehat dan kondusif akan memberikan ruang bagi para pendidik dan tenaga kependidikan untuk berkembang secara profesional, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para siswa, dan melindungi hak-hak dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Dalam konteks ini, Kemendikbud dapat memainkan peran yang aktif dalam memfasilitasi dialog serta membantu memperkuat perlindungan bagi para guru honorer. Selain itu, peran Dewan Pendidikan juga perlu ditingkatkan untuk memberikan panduan dan perlindungan yang lebih konkret bagi para pendidik.
Peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh tidak hanya terbatas pada aspek pembelajaran, tetapi juga perlu memperhatikan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan berlangsung. Hal ini merupakan tanggung jawab kolektif yang harus diemban oleh semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya upaya bersama, diharapkan dapat tercipta sistem pendidikan yang lebih adil, kondusif, serta membawa dampak positif bagi perkembangan generasi penerus bangsa.