Tanda Kiamat yang Menyebar: Bagaimana Pemanasan Global Mengancam Kehidupan Hutan Tropis dan Masa Depan Bumi
Tanggal: 10 Mei 2025 13:37 wib.
Tanda-tanda bencana besar akibat perubahan iklim sudah mulai muncul di seluruh dunia, dan para ilmuwan terus-menerus memperingatkan tentang perlunya kebijakan pengurangan emisi guna mencegah potensi kiamat di Bumi. Salah satu indikator yang paling jelas terlihat adalah melalui perubahan yang terjadi pada daun pohon. Proses pemanasan global yang terus berlangsung dapat merusak hutan tropis, yang dikenal sebagai paru-paru dunia, dan berpotensi membuat manusia kesulitan bernapas di masa depan.
Hutan tropis memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan udara di planet ini. Melalui proses fotosintesis, pohon-pohon menyerap karbon dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2) ke atmosfer, yang sangat penting untuk mendukung kehidupan. Pohon-pohon di hutan tropis biasanya menyerap air melalui akarnya dan terpapar sinar matahari yang memungkinkan fotosintesis berlangsung. Namun, dengan meningkatnya suhu global, proses ini terganggu karena matahari yang semakin terik, menyebabkan suhu yang terlalu panas bagi pohon-pohon tersebut, yang akhirnya dapat menghentikan proses fotosintesis.
Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Gregory Goldsmith dari Chapman University di California bersama timnya, mengungkapkan bahwa beberapa bagian hutan tropis mulai mendekati batas suhu yang mengganggu proses fotosintesis. Hal ini menunjukkan bahwa pemanasan global dapat mengancam kelangsungan hidup ekosistem hutan tropis.
“Studi kami menunjukkan bahwa dedaunan di hutan tropis di waktu dan tempat tertentu telah melampaui batas suhu kritis yang diperlukan untuk fotosintesis,” ujar Goldsmith dalam penelitian tersebut. Meskipun pohon-pohon hutan tropis dapat berfotosintesis hingga suhu 46,7°C, kemampuan mereka untuk bertahan di suhu tersebut sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti populasi hutan, jumlah daun, dan kanopi yang ada.
Untuk mengamati fenomena ini, tim dari Northern Arizona University menggunakan data dari sensor ECOSTRESS NASA yang dapat mengukur temperatur permukaan Bumi. Data yang dikumpulkan antara tahun 2018 hingga 2020 tersebut kemudian divalidasi dengan sensor yang dipasang di pucuk pohon di lima lokasi hutan tropis di Brasil, Puerto Rico, Panama, dan Australia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu di kanopi hutan mencapai puncaknya pada 34°C selama musim kering. Namun, beberapa daun tercatat mengalami suhu hingga 40°C, dan sejumlah kecil daun, sekitar 0,01 persen dari sampel yang diukur, bahkan mencapai suhu yang melampaui batas krisis (46,7°C) setidaknya sekali dalam musim kering. Walaupun fenomena ini masih jarang terjadi, suhu ekstrem yang melampaui batas ini dapat menyebabkan kerusakan fisiologi daun, yang dampaknya bisa mengerikan.
Penutupan stomata, yaitu pori-pori kecil di daun yang membantu pohon dalam transpirasi atau pendinginan, adalah salah satu cara pohon untuk mengatasi panas berlebih. Namun, ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada daun karena pohon tidak dapat lagi mendinginkan diri melalui proses tersebut. Dalam kondisi kering, ketika tanah tidak dapat lagi menyerap air, dampak dari suhu tinggi bisa semakin memperburuk kondisi pohon.
Goldsmith menyebutkan bahwa pengetahuan ilmiah terkait dampak suhu panas dan kekeringan terhadap tanaman masih sangat terbatas. Oleh karena itu, tim peneliti melanjutkan dengan menggunakan data yang ada untuk menjalankan simulasi terkait respons hutan tropis terhadap kenaikan suhu dan kekeringan yang semakin sering terjadi. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa sekitar 1,4 persen dari pucuk kanopi hutan bisa berhenti melakukan fotosintesis dalam beberapa tahun ke depan jika suhu terus meningkat.
Simulasi tersebut juga memperkirakan bahwa jika pemanasan global terus berlanjut dan mencapai kenaikan suhu sebesar 3,9°C, maka seluruh hutan tropis bisa kehilangan kemampuannya untuk mendukung kehidupan. Daun-daun akan mengering, dan pohon-pohon akan mati satu per satu, menandakan bencana ekologis yang besar.
Namun, para peneliti juga menekankan bahwa perhitungan ini hanyalah sebuah probabilitas. Mungkin saja, dampak yang lebih parah dapat terjadi pada suhu yang berbeda. Oleh karena itu, mereka menekankan pentingnya pengurangan emisi gas rumah kaca dan penanggulangan deforestasi untuk melindungi hutan tropis yang menjadi penopang kehidupan di Bumi.
Sementara konflik dan perang berlangsung di berbagai belahan dunia, kita tidak boleh melupakan bahwa Bumi adalah satu-satunya rumah yang kita miliki. Perubahan iklim bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal masa depan kita. Isu perubahan iklim sama pentingnya dengan upaya untuk menciptakan perdamaian, karena kesehatan planet kita mempengaruhi kehidupan setiap individu di muka bumi.
Jika kita tidak segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi emisi dan melindungi hutan, tanda-tanda "kiamat" akibat pemanasan global akan semakin nyata. Hutan tropis, yang selama ini menjadi paru-paru dunia, akan semakin terancam, dan kita mungkin tidak dapat lagi merasakan manfaat besar dari keberadaan mereka.