Sumber foto: Google

Stafsus Presiden Sebut Bayar UKT dengan Pinjol Tidak Sesuai UU

Tanggal: 6 Jul 2024 11:16 wib.
Billy Mambrasar menilai arahan untuk membayar UKT dengan pinjol tidak sesuai UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Pasal 76 Ayat (1) dan (2) Butir a, b, dan c memberikan tekanan bahwa membantu dan membebaskan biaya yang tidak mampu, boleh meminjam tapi tanpa adanya bunga

Sebuah kontroversi muncul terkait dengan arahan untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online (pinjol) yang diberikan kepada mahasiswa oleh pemerintah. Staf Khusus (stafsus) Presiden, Billy Mambrasar, menyoroti bahwa arahan tersebut tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 76 ayat 1 dan 2 butir a, b, c dari UU tersebut memberikan ketentuan yang jelas tentang pemberian bantuan kepada mahasiswa yang tidak mampu. Beliau menegaskan bahwa membantu dan membebaskan biaya pendidikan yang tidak mampu, boleh meminjam namun tanpa adanya bunga.

Arahan tersebut menimbulkan perdebatan di masyarakat, terutama dari pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan tinggi dan kesejahteraan mahasiswa. Beberapa pihak menilai bahwa arahan tersebut dapat memberatkan mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga tidak mampu. Dalam konteks ini, Billy Mambrasar menyoroti bahwa UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi seharusnya dijunjung tinggi dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada mahasiswa.

Menurut Mambrasar, pemerintah perlu melihat kembali dampak dari arahan tersebut terhadap mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu. Penyelenggaraan pendidikan tinggi seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan menjadikan beban bagi mahasiswa dan keluarganya.

Sementara itu, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, terdapat sebanyak 1.384 perguruan tinggi di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut, sekitar 79% perguruan tinggi negeri dan 21% perguruan tinggi swasta. Dengan demikian, peran pemerintah dalam mengawasi kebijakan terkait pendidikan tinggi menjadi semakin penting.

Selain itu, kesenjangan ekonomi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan juga membawa dampak terhadap akses pendidikan tinggi bagi masyarakat. Billy Mambrasar menyarankan perlunya pendekatan yang lebih holistik dari pemerintah terkait kebijakan pendidikan tinggi, yang tidak hanya mempertimbangkan aspek biaya pendidikan, tetapi juga aksesibilitas pendidikan tinggi bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sebagai staf khusus presiden, Billy Mambrasar juga mengingatkan agar pemerintah fokus pada upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi, pemberdayaan dosen, dan peningkatan kesejahteraan mahasiswa. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia benar-benar mampu menjadi motor penggerak pembangunan yang berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved