SMK Bukan Pilihan Terakhir Tapi Harapan Industri! Mengapa Masih Diremehkan?
Tanggal: 7 Mei 2025 19:49 wib.
Tampang.com | Di tengah kebutuhan industri akan tenaga kerja terampil, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) justru masih sering dianggap pilihan kelas dua. Banyak siswa baru masuk SMK bukan karena minat, tapi karena tak diterima di SMA. Ini menciptakan stigma berkepanjangan terhadap pendidikan vokasi.
Fakta Kontras: Industri Butuh, Tapi Lulusan Tak Siap Pakai
Data Kadin menunjukkan lebih dari 70% pelaku industri mengaku kesulitan mencari tenaga kerja siap pakai, meski Indonesia meluluskan jutaan siswa SMK setiap tahun. Masalah utamanya adalah kurikulum yang tak sinkron dengan kebutuhan lapangan.
"Perusahaan butuh operator mesin modern, SMK masih ajarkan teknologi jadul," ungkap Rudi, manajer HR di sebuah pabrik otomotif di Bekasi.
Minimnya Praktek Kerja Nyata dan Link and Match
Meski ada program magang, banyak SMK yang belum memiliki kemitraan kuat dengan dunia usaha. Akibatnya, siswa hanya dapat praktik seadanya di bengkel sekolah yang peralatannya sudah usang.
Menurut riset Puskapa UI, hanya sekitar 22% SMK di Indonesia yang memiliki hubungan rutin dengan mitra industri yang relevan.
Stereotip Sosial Menghambat Perubahan
Salah satu tantangan besar pendidikan kejuruan adalah persepsi orang tua. Banyak yang masih menganggap SMK sebagai pilihan ‘terpaksa’ bagi siswa dengan nilai akademik rendah. Ini membuat minat dan motivasi siswa sejak awal sudah lemah.
"Saya sebenarnya ingin ke SMA, tapi nilai saya nggak cukup," ujar Dina (16), siswa SMK jurusan tata boga di Jakarta Timur.
Solusi: Modernisasi Kurikulum dan Rebranding Vokasi
Pemerintah didorong untuk mempercepat revitalisasi SMK, bukan hanya dari segi fasilitas, tapi juga kemitraan industri dan citra publik. Kurikulum harus terus diperbarui dan guru kejuruan mendapat pelatihan berkala.
"SMK bisa jadi motor ekonomi jika kita serius membangunnya," kata Anita Lestari, pakar pendidikan vokasi dari Kemendikbudristek.
Mari Beri Nilai Lebih untuk Pendidikan Kejuruan
SMK bukan tempat buangan, tapi gerbang masa depan bagi sektor industri Indonesia. Kita butuh perubahan cara pandang—dari seluruh lapisan masyarakat—untuk benar-benar memajukan pendidikan vokasi.