SMAN 1 Semarang Tetap Tegas Minta 2 Siswanya Angkat Kaki
Tanggal: 2 Mar 2018 17:26 wib.
Tampang.com - Pihak SMAN 1 Semarang menggelar jumpa pers dengan media dengan dihadiri Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Gatot B Hastowo. Dari SMAN 1 Semarang hadir kepala sekolah, Endang Suyatmi L beserta wakil kepala sekolah dan guru.
Endang mengatakan, langkah yang diambil sudah sesuai aturan tata tertib sekolahan. Ia menegaskan sekecil apapun kekerasan maka tidak dibenarkan. Aturan tersebut ada dalam buku tata tertib yang diakui masih belum sempurna karena ada pasal yang hilang.
"Dalam tata tertib, kalau sudah 101 poin dikembalikan ke orangtua," ujar Endang.
Ia menjelaskan, poin-poin untuk MA, yaitu menyakiti perasaan peserta didik dan atau melakukan tindakan tidak sopan hingga merugikan peserta didik yang bersangkutan (20 poin), penyalahgunaan fasilitas sekolah yang tidak sesuai peruntukanya (5 poin), mengotori, mencorat-coret dan merusak fasilitas milik sekolah atau pihak lain (5 poin), mengancam, mengintimidasi peserta didik secara individu di dalam atau di luar sekolah (50 poin), dan mengancam, mengintimidasi atau bermusuhan dengan peserta didik secara berkelompok di dalam atau di luar sekolah (50 poin).
Pihak sekolah mengakui jumlah poin tersebut dijatuhkan dalam satu perkara, artinya sebelumnya 2 orang anggota OSIS itu memang belum pernah melakukan pelanggaran.
"Iya (dalam satu waktu)," kata Endang.
Karena dianggap temuan, maka pihak sekolah langsung memberikan poin dan tidak berusaha mempertemukan atau memediasi AN dan MA dengan junior yang mendapat perlakuan itu. Endang menegegaskan keputusan sekolah sudah bulat.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Gatot mengatakan pihaknya menerima laporan dari sekolahan. Pihaknya juga memfasilitasi mencarikan sekolah negeri bagi 2 anak tersebut agar bisa mengikuti ujian nasional.
Meski demikian 2 anak yang diminta angkat kaki itu enggan pindah ke sekolah yang sudah ditentukan yaitu SMAN 11 dan SMAN 13 Semarang. Mereka dan orangtuanya merasa janggal dengan kasus tersebut terlebih lagi sudah menjelang Ujian Sekolah dan Ujian Nasional.
AN dan MA merupakan anggota Osis, bahkan AN saat kelas X pernah mewakili sekolahan dalam kejuaraan Voli tingkat Kota. AN sangat terkejut dengan apa yang menimpanya sedangkan MA masih dalam kondisi sakit saat ini.
Dalam latiahn dasar kepemimpinan tentunya pada saat itu didampingi oleh guru pembimbing pada saat itu dan bertanggung jawab terhadap jalannya acara tersebut, dan pihak guru tentu tau aturan yang berlaku. Tapi kenapa kesalahan hanya diberikan kepada para siswa saja,,?. Kenap tidak ada sangsi buat guru pembina yang bertanggung jawab saat semua itu terjadi?
Sekolah boleh bertindak tegas terhadap siswa, tapi apakah guru yang bertanggung jawab dengan acara tersebut didiamkan saja. Semua seolah SMAN 1 Semarang ini cuci tangan dari semua kesalahan.
Aling – aling semua buat peraturan yang sudah ada dan nama baik sekolah,tapi justru membuat nama sekolah SMAN 1 Semarang tercemar karena ketidakadilan.
Apa yang terjadi di SMAN 1 Semarang menjadikan contoh buat semua sekolah, bahwa peraturan memang harus ditegakkan, tapi semua melalui proses penyelidian dan evaluasi yang jelas bukan hanya berdasarkan bukti sepihak, tanpa mendengan yang lain. Dan guru yang bertanggung jawab juga harus mempertanggung jawabkan semua yang terjadi, bukan hanya meyalakan pada pihak siswa semata. Karena acara tersebut memang acara sekolah dan untuk kepentingan sekolah, dimana guru yang bertanggung jawab? kenap kesalahan hanya diberikan pada siswa?