Sekolah Bagus Cuma di Kota? Ketimpangan Pendidikan Kian Lebar!
Tanggal: 13 Mei 2025 22:10 wib.
Tampang.com | Di saat pemerintah terus membanggakan capaian angka partisipasi sekolah dan program digitalisasi pendidikan, fakta di lapangan menunjukkan jurang ketimpangan pendidikan yang kian lebar. Siswa di daerah tertinggal masih harus belajar dengan keterbatasan guru, buku, hingga fasilitas dasar seperti listrik dan internet.
Sekolah Favorit dan Kurikulum Mutakhir Hanya untuk Kota Besar
Sekolah unggulan, baik negeri maupun swasta, masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Kurikulum baru seperti Kurikulum Merdeka atau platform digital pendidikan lebih mudah diterapkan di kota yang memiliki infrastruktur dan SDM memadai.
“Siswa di kota sudah belajar dengan tablet dan proyektor. Kami di sini masih pakai papan tulis rapuh dan buku lusuh,” ujar Laila, guru di sebuah SD pedalaman Kalimantan Barat.
Distribusi Guru Masih Tidak Merata
Data Kemendikbudristek menunjukkan banyak sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) kekurangan guru, terutama untuk mata pelajaran eksakta. Sementara di kota besar, justru kelebihan guru dan staf pengajar.
Dana BOS Tak Cukup, Pemerintah Daerah Tak Selalu Prioritaskan Pendidikan
Meski ada Dana BOS dan program afirmatif, banyak kepala sekolah di daerah mengeluhkan besarnya kebutuhan dibanding minimnya anggaran. Belum lagi, rendahnya komitmen sejumlah pemda terhadap sektor pendidikan memperburuk kondisi sekolah-sekolah pelosok.
Solusi: Pemerataan Anggaran dan Reformasi Penempatan Guru
Pemerintah pusat perlu memperkuat afirmasi untuk sekolah pinggiran dengan alokasi anggaran lebih besar, serta memperbaiki sistem rekrutmen dan distribusi guru berbasis kebutuhan, bukan sekadar administratif.
“Selama pendidikan hanya maju di kota, maka Indonesia akan terus terbelah secara sosial dan ekonomi,” kata Ahmad Muttaqin, pengamat pendidikan dari UIN Sunan Kalijaga.
Pendidikan Bukan Sekadar Lulus Ujian, Tapi Soal Keadilan Akses dan Mutu
Kemajuan pendidikan tidak bisa hanya diukur dari angka statistik nasional. Selama anak-anak di pelosok belum merasakan kualitas pendidikan yang layak, maka janji mencerdaskan kehidupan bangsa belum benar-benar terwujud.