Sumber foto: Canva

Peran Tutupan Lahan dalam Mencegah Banjir dan Tanah Longsor: Studi Kasus Perkebunan Kelapa Sawit

Tanggal: 12 Jul 2025 09:00 wib.
Banjir dan tanah longsor adalah dua bencana hidrometeorologi yang sering melanda berbagai wilayah, menyebabkan kerugian besar. Banyak faktor yang memengaruhinya, namun tutupan lahan memainkan peran krusial dalam mitigasi bencana ini. Vegetasi, mulai dari hutan lebat hingga lahan pertanian, memiliki kemampuan untuk mengintersep air hujan, memperlambat aliran permukaan, dan mengikat tanah. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki bentang alam kaya dan juga area perkebunan luas, termasuk kelapa sawit, penting untuk memahami bagaimana jenis tutupan lahan tertentu berkontribusi pada atau justru memperparah risiko bencana.

Bagaimana Vegetasi Mencegah Banjir dan Longsor

Secara umum, vegetasi berperan sebagai pelindung alami dari erosi dan banjir melalui beberapa mekanisme:

Intersepsi Air Hujan: Daun dan kanopi pohon menangkap air hujan, mengurangi energi tumbukan langsung pada permukaan tanah. Ini memperlambat laju air mencapai tanah, memberi waktu lebih untuk infiltrasi.

Akar Mengikat Tanah: Sistem perakaran tanaman, terutama pohon-pohon besar dengan akar serabut yang dalam dan menyebar, berfungsi sebagai jaring pengikat tanah. Ini sangat efektif mencegah erosi dan meningkatkan stabilitas lereng, mengurangi risiko tanah longsor.

Meningkatkan Infiltrasi Air: Vegetasi membantu menjaga struktur tanah tetap gembur dan berpori, memungkinkan air meresap lebih mudah ke dalam tanah. Ini mengurangi volume aliran permukaan (runoff) yang menjadi penyebab utama banjir bandang.

Mengurangi Laju Aliran Permukaan: Hambatan fisik dari batang, ranting, dan serasah daun di bawah pohon memperlambat aliran air di permukaan, memberi kesempatan lebih banyak air untuk diserap tanah.

Lahan yang tertutup vegetasi padat, seperti hutan alami, adalah sistem pencegahan banjir dan longsor yang paling efektif karena kombinasi dari semua mekanisme ini bekerja secara optimal.

 

Kelapa Sawit dan Implikasinya terhadap Pencegahan Bencana

Perkebunan kelapa sawit adalah salah satu bentuk tutupan lahan yang mendominasi di beberapa wilayah Indonesia. Sebagai tanaman monokultur dengan tajuk yang cukup lebat dan sistem perakaran serabut, kelapa sawit memang memiliki kemampuan untuk:

Mengintersep air hujan: Kanopi daunnya dapat menangkap sejumlah air hujan, meskipun tidak seoptimal hutan hujan tropis yang berlapis-lapis.

Mengikat tanah pada lapisan permukaan: Sistem perakaran serabutnya membantu mengikat lapisan tanah bagian atas.

Namun, kemampuan kelapa sawit dalam pencegahan banjir dan longsor perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, terutama jika dibandingkan dengan hutan alami:

Kepadatan dan Keanekaragaman Akar: Hutan alami memiliki sistem perakaran yang jauh lebih kompleks dan bervariasi, dengan akar tunggang yang dalam dan jaringan akar serabut dari berbagai jenis pohon dan tanaman bawah. Ini menciptakan matras pengikat tanah yang jauh lebih kuat dan stabil, terutama di lereng curam, dibandingkan dengan sistem perakaran kelapa sawit yang relatif seragam dan dangkal.

Tutupan Lahan Bawah: Di bawah kanopi hutan alami, terdapat lapisan serasah daun, semak belukar, dan tanaman penutup tanah yang sangat efektif dalam memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi. Di perkebunan kelapa sawit, terutama yang dikelola secara intensif, penutup tanah ini seringkali minim atau dihilangkan untuk efisiensi panen, sehingga tanah lebih terekspos langsung ke air hujan dan aliran permukaan menjadi lebih cepat.

Praktik Agronomi: Penggunaan alat berat, pembukaan lahan yang tidak sesuai kontur, atau pembuatan terasering yang tidak tepat di perkebunan kelapa sawit, terutama di lahan miring, justru dapat meningkatkan risiko erosi dan longsor. Saluran drainase yang tidak terkelola dengan baik juga bisa mempercepat aliran air, berkontribusi pada banjir di daerah hilir.

Daerah Resapan Air: Konversi hutan di daerah hulu atau daerah resapan air menjadi perkebunan monokultur dapat mengurangi kapasitas tanah untuk menahan dan menyimpan air. Ini menyebabkan lebih banyak air yang langsung mengalir ke sungai, meningkatkan debit dan risiko banjir.

Meskipun kelapa sawit sebagai tanaman individu memiliki beberapa fungsi dalam mengintersep air dan mengikat tanah permukaan, perkebunan monokultur kelapa sawit dalam skala besar tidak dapat menggantikan peran krusial hutan alami dalam mencegah banjir dan tanah longsor secara efektif. Kemampuan pencegahan bencana sangat bergantung pada kepadatan vegetasi, keanekaragaman jenis tumbuhan, kedalaman sistem perakaran, serta praktik tata kelola lahan yang berkelanjutan.

Untuk mitigasi banjir dan tanah longsor yang optimal, diperlukan pendekatan tata guna lahan yang bijaksana. Ini berarti mempertahankan dan merehabilitasi hutan alami, menerapkan praktik pertanian dan perkebunan yang ramah lingkungan (termasuk kelapa sawit) yang meminimalkan erosi dan menjaga fungsi hidrologi tanah, serta menghindari konversi lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik topografi dan lingkungan suatu wilayah. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved