Sumber foto: Pinterest

Pendidikan Seksual Masih Jadi Tabu: Sampai Kapan?

Tanggal: 22 Mei 2025 10:13 wib.
"Ah, jangan ngomongin itu, nggak sopan!" atau "Nanti juga tahu sendiri kalau sudah besar!" Kalimat-kalimat semacam ini pasti sering kita dengar kalau sudah menyangkut topik pendidikan seksual. Di Indonesia, topik ini memang masih jadi tabu besar, bahkan di lingkungan keluarga apalagi sekolah. Akibatnya, banyak remaja yang akhirnya mencari informasi dari sumber yang salah, atau bahkan nekat melakukan hal-hal berisiko tanpa pemahaman yang cukup. Pertanyaannya, sampai kapan kita akan terus membiarkan tabu ini bersemayam, padahal dampaknya sangat nyata dan kadang miris?

Pendidikan seksual itu sebenarnya bukan cuma soal hubungan intim orang dewasa, kok. Jauh lebih luas dari itu, pendidikan seksual mencakup pemahaman tentang anatomi tubuh, kesehatan reproduksi, pubertas, kebersihan diri, pentingnya batasan dan persetujuan (konsen), mencegah kekerasan seksual, hingga bagaimana membangun hubungan yang sehat dan bertanggung jawab. Ini adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki setiap individu, terutama saat mereka memasuki masa remaja yang penuh perubahan.

Mengapa pendidikan seksual masih jadi tabu di sekolah? Salah satu alasannya adalah kekhawatiran bahwa mengajarkan hal ini justru akan mendorong anak untuk 'mencoba-coba'. Padahal, justru sebaliknya. Dengan informasi yang benar dan tepat, anak-anak dan remaja akan punya bekal untuk mengambil keputusan yang lebih bertanggung jawab, memahami risiko, dan tahu cara melindungi diri. Ibaratnya, kita nggak bisa menyuruh anak menjauhi jalanan berbahaya tanpa memberitahu mereka kenapa jalan itu berbahaya dan bagaimana cara menghindarinya.

Dampak dari minimnya pendidikan seksual ini sangat beragam dan seringkali meresahkan. Banyak kasus kehamilan remaja di luar nikah, pernikahan dini, penyebaran penyakit menular seksual (PMS), hingga kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak-anak atau remaja. Ini semua seringkali berakar dari minimnya pengetahuan, ketidakpahaman akan hak dan batasan diri, serta ketidakmampuan untuk mengenali dan melindungi diri dari situasi berisiko. Kalau saja dari awal mereka dibekali pengetahuan yang cukup, mungkin banyak dari kasus-kasus ini bisa dicegah.

Lalu, bagaimana seharusnya pendidikan seksual diberikan? Idealnya, ini dimulai dari rumah, dari orang tua. Tapi kita juga tahu, tidak semua orang tua siap atau mampu membahas topik ini. Di sinilah peran sekolah menjadi sangat penting. Pendidikan seksual bisa diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, misalnya biologi untuk anatomi dan kesehatan reproduksi, atau pendidikan kewarganegaraan/agama untuk etika dan nilai-nilai sosial.

Penyampaiannya tentu harus disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa. Untuk anak SD, mungkin lebih fokus ke pengenalan tubuh, kebersihan pribadi, dan konsep 'sentuhan baik' dan 'sentuhan tidak baik'. Sementara untuk SMP dan SMA, bisa lebih mendalam tentang pubertas, perubahan hormon, kesehatan reproduksi, risiko penyakit menular seksual, hingga pentingnya persetujuan dan batasan dalam pertemanan atau pacaran.

Yang paling penting adalah bagaimana guru bisa menciptakan suasana yang aman dan terbuka di kelas, sehingga siswa merasa nyaman bertanya dan berdiskusi. Ini bukan cuma soal transfer informasi, tapi juga membentuk sikap dan perilaku yang bertanggung jawab. Guru perlu dibekali pelatihan yang cukup agar mereka memiliki pengetahuan dan kepercayaan diri untuk menyampaikan materi ini tanpa rasa canggung.

Mengabaikan pendidikan seksual bukanlah solusi, justru memperparah masalah. Semakin lama kita menunda, semakin banyak generasi muda yang rentan terhadap risiko. Sudah saatnya kita membuka mata dan berani mendobrak tabu ini. Mari kita bekali anak-anak dan remaja kita dengan pengetahuan yang benar dan tepat, agar mereka bisa tumbuh menjadi individu yang sehat, bertanggung jawab, dan mampu melindungi diri. Pendidikan seksual adalah investasi penting untuk masa depan generasi penerus bangsa.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved