Sumber foto: iStock

Pendidikan Diubah Demi Industri? Kurikulum Baru Tuai Pro dan Kontra

Tanggal: 7 Mei 2025 10:10 wib.
Tampang.com | Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kembali melontarkan wacana penyelarasan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. Gagasan ini disebut sebagai bagian dari strategi besar “link and match” agar lulusan sekolah dan perguruan tinggi langsung siap kerja.

Namun di tengah gencarnya kampanye ini, muncul pro dan kontra dari berbagai pihak. Sebagian menyambut baik, sebagian lagi mengkritik keras.

Tujuan: Reduksi Pengangguran Terdidik
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk lulusan SMA dan sarjana masih tinggi, mencapai 8–9% per awal 2025. Hal ini dianggap karena adanya mismatch antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri.

“Kurikulum harus adaptif. Kita butuh SDM yang sesuai dengan tantangan zaman, bukan sekadar gelar,” ujar Dirjen Vokasi Kemendikbud, Kiki Yuliati, dalam konferensi pers awal tahun ini.

Kekhawatiran: Pendidikan Terlalu Fungsional
Namun kritik datang dari sejumlah pakar pendidikan. Mereka menilai penyelarasan kurikulum terlalu condong pada kebutuhan pasar, sehingga mengorbankan kreativitas, pemikiran kritis, dan dimensi humanistik pendidikan.

“Kalau pendidikan hanya dibentuk untuk pabrik, maka kita sedang membangun generasi teknisi, bukan warga negara,” ujar Dr. Bambang Pranowo, pengamat pendidikan dari Universitas Indonesia.

Selain itu, belum semua daerah memiliki akses ke fasilitas dan mitra industri yang cukup. Hal ini berisiko menambah kesenjangan kualitas pendidikan antar wilayah.

Dunia Industri Pun Tak Seragam
Sementara itu, kalangan industri justru menyatakan bahwa mereka tidak hanya butuh lulusan yang bisa langsung kerja, tapi juga yang mampu belajar cepat, bekerja dalam tim, dan berpikir solutif. Sayangnya, banyak kurikulum pendidikan masih terlalu teoritis atau malah menjadi terlalu teknis tanpa kedalaman konsep.

“Pendidikan tidak bisa hanya mengikuti industri saat ini, tapi juga harus mempersiapkan generasi untuk menghadapi perubahan industri masa depan,” kata Rika Lestari, Head of HR di perusahaan manufaktur multinasional.

Solusi? Keseimbangan Antara Kebutuhan Pasar dan Nilai Pendidikan
Yang dibutuhkan bukan sekadar kurikulum siap kerja, tapi pendekatan yang seimbang antara keahlian teknis, nilai sosial, dan fleksibilitas berpikir. Pendidikan harus membekali siswa tidak hanya untuk pekerjaan hari ini, tapi juga masa depan yang belum pasti.

Jika tidak, kita bisa saja sukses menekan angka pengangguran sementara, namun gagal membangun masyarakat yang kritis dan adaptif di era digital dan perubahan iklim global.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved