Sumber foto: iStock

Menguak Kesenjangan Digital di Pendidikan Indonesia: Mengapa Masih Banyak Siswa SMA Kesulitan Pakai Komputer?

Tanggal: 17 Mei 2025 14:17 wib.
Di era serba digital saat ini, harapan besar muncul agar teknologi dapat mendukung proses belajar mengajar di seluruh Indonesia. Namun kenyataannya, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan di Tanah Air belum merata, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Masih banyak siswa yang belum terbiasa menggunakan komputer dan perangkat digital lainnya, bahkan di zaman yang sudah sangat canggih sekalipun.

I Kadek Darsika Aryanta, seorang guru yang juga Binar Ambassador asal Buleleng, Bali, membagikan pengalamannya saat mengajar di SMA Negeri Bali Mandara, sebuah sekolah berasrama yang siswanya mayoritas berasal dari keluarga kurang mampu. Dari pengalamannya, Darsika mengungkapkan bahwa banyak siswa di sekolah tersebut yang belum pernah akrab dengan perangkat digital. Bahkan, ada yang kesulitan sekadar menggunakan mouse komputer.

Karena itu, sebelum masuk ke pembelajaran formal, sekolah tersebut menjalankan program matrikulasi selama tiga minggu. Dalam program ini, para siswa diajari keterampilan dasar seperti membuat email, menggunakan platform pembelajaran Google Classroom, hingga membuat presentasi. Langkah ini diambil agar siswa memiliki pondasi yang cukup dalam menggunakan teknologi sebelum materi pembelajaran yang lebih kompleks diberikan.

Pengalaman yang diungkapkan Darsika ini menjadi gambaran nyata kesenjangan digital yang masih ada di dunia pendidikan Indonesia, terutama di daerah-daerah yang belum banyak mendapat akses teknologi memadai.

Darsika juga menekankan pentingnya guru memahami konsep TPACK, yaitu Technological, Pedagogical, and Content Knowledge. Artinya, guru tidak hanya harus mahir menggunakan alat teknologi, tetapi juga harus mengerti materi pembelajaran dan cara terbaik menyampaikannya dengan teknologi yang tepat. Tidak semua konten pelajaran cocok jika hanya disampaikan lewat kuis online atau bantuan kecerdasan buatan (AI). Seorang guru harus mampu memilih teknologi yang paling efektif agar pembelajaran benar-benar berjalan dengan baik.

Selain itu, Darsika juga mengingatkan bahwa guru harus menjadi teladan dalam penggunaan teknologi yang bijak. Jika guru menggunakan teknologi secara asal-asalan atau tidak terarah, siswa cenderung meniru perilaku tersebut. Oleh sebab itu, penting untuk mengajarkan kepada siswa bahwa teknologi harus menjadi alat bantu belajar, bukan hal yang disalahgunakan atau sekadar hiburan tanpa manfaat.

Pernyataan Darsika ini juga diperkuat oleh Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek RI, Maulani Mega Hapsari, yang mengakui bahwa kesenjangan pemanfaatan teknologi digital masih nyata di dunia pendidikan Indonesia. Maulani menyatakan bahwa bahkan siswa SMA pun banyak yang masih merasa kesulitan menggunakan komputer, apalagi memahami hal yang lebih kompleks seperti coding.

Untuk itu, pemerintah terus mendorong pelaksanaan program pelatihan dan penyediaan konten pembelajaran digital yang dapat diakses oleh seluruh siswa dari Sabang sampai Merauke. Tujuannya agar kesenjangan digital tidak memperlebar jurang pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah terpencil.

Maulani menegaskan bahwa upaya pemerintah tidak hanya sebatas membagikan perangkat teknologi seperti komputer atau tablet. Lebih dari itu, pemerintah juga berkomitmen mengisi perangkat tersebut dengan konten pembelajaran yang interaktif dan dinamis. Dengan begitu, para peserta didik dapat merasakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga mereka tidak tertinggal jauh dari pelajar di wilayah lain.

Langkah konkret lain yang sedang dipersiapkan adalah pelatihan intensif bagi guru dan tenaga pengajar agar mereka mampu mengintegrasikan teknologi dalam proses belajar dengan baik. Pelatihan ini juga dirancang agar guru paham bagaimana memilih dan memanfaatkan berbagai teknologi yang ada, sesuai dengan karakteristik dan materi pembelajaran yang ingin disampaikan.

Kesenjangan teknologi ini menjadi perhatian utama karena pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Tanpa akses teknologi dan kemampuan memanfaatkan digital secara optimal, siswa di daerah tertentu bisa kehilangan kesempatan besar untuk maju dan bersaing di dunia global yang semakin digital.

Tantangan lain yang muncul adalah kurangnya infrastruktur dan jaringan internet yang memadai di banyak wilayah. Walaupun perangkat sudah tersedia, tanpa koneksi internet yang stabil, akses ke konten pembelajaran digital pun akan terbatas. Hal ini menambah kompleksitas dalam mengatasi kesenjangan teknologi di pendidikan Indonesia.

Namun, dengan dukungan pemerintah, lembaga pendidikan, serta peran aktif guru dan masyarakat, kesenjangan ini diharapkan bisa berkurang secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Program matrikulasi seperti yang dijalankan di SMA Bali Mandara bisa menjadi contoh bagaimana pendekatan praktis dan fokus dapat membantu siswa beradaptasi dengan teknologi.

Pada akhirnya, transformasi pendidikan digital bukan hanya soal menyediakan perangkat atau teknologi semata, tetapi bagaimana teknologi tersebut bisa digunakan secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan menyiapkan generasi muda Indonesia menghadapi tantangan global.

Kesadaran akan pentingnya penguasaan teknologi bagi siswa dan guru menjadi langkah awal yang krusial. Dengan pendekatan yang tepat, pembelajaran digital akan mampu membuka pintu kesempatan lebih luas bagi anak-anak di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved