Literasi Finansial di Kurikulum: Kenapa Harus Diajarin dari Dini?
Tanggal: 22 Mei 2025 10:14 wib.
Coba deh jujur, berapa banyak dari kita yang merasa "buta" soal uang? Bingung gimana caranya nabung, bedain antara investasi dan spekulasi, atau bahkan pusing sendiri pas gajian baru masuk tapi rasanya langsung habis. Nggak jarang, masalah keuangan ini jadi pemicu stres utama dalam hidup orang dewasa. Nah, kalau begitu, kenapa kita nggak diajari saja dari dulu, pas masih sekolah? Pertanyaan ini makin sering muncul, dan jawabannya adalah: literasi finansial itu penting banget dan harus diajarin dari dini.
Literasi finansial itu sederhananya adalah kemampuan kita untuk memahami dan mengelola keuangan pribadi dengan bijak. Ini bukan cuma soal bisa ngitung duit atau kenal nama-nama bank, tapi lebih ke arah bagaimana kita bisa membuat keputusan finansial yang cerdas. Mulai dari mengelola uang saku, menabung, memahami risiko, sampai merencanakan masa depan keuangan. Bayangkan kalau ini sudah diajarkan sejak SD atau SMP. Pasti hasilnya akan beda banget saat kita dewasa nanti.
Kenapa literasi finansial itu penting banget masuk kurikulum sekolah? Pertama, karena uang itu bagian nggak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari jajan, beli buku, sampai bayar transportasi, semua butuh uang. Kalau dari kecil anak sudah dibiasakan berpikir tentang uang secara bertanggung jawab, mereka akan tumbuh jadi individu yang lebih mandiri dan nggak gampang terjebak masalah keuangan. Mereka akan belajar bahwa uang itu ada batasnya, perlu diatur, dan nggak datang begitu saja.
Kedua, ini adalah bekal penting untuk masa depan mereka. Coba lihat teman-teman kita yang sudah kerja. Ada yang gajinya lumayan tapi selalu merasa kurang, ada juga yang gajinya pas-pasan tapi bisa menabung dan punya aset. Perbedaannya seringkali bukan cuma di jumlah gaji, tapi di bagaimana mereka mengelola uangnya. Dengan literasi finansial yang baik, anak-anak akan punya fondasi kuat untuk merencanakan pendidikan, karier, bahkan pensiun mereka nanti. Mereka akan tahu pentingnya menabung untuk tujuan tertentu, bukan cuma sekadar menabung tanpa arah.
Ketiga, di zaman sekarang, pilihan produk dan layanan keuangan makin banyak dan kompleks. Ada pinjaman online, investasi saham, reksa dana, asuransi, dan banyak lagi. Kalau nggak punya bekal literasi finansial, gampang banget terjebak bujuk rayu pinjaman ilegal atau investasi bodong yang ujung-ujungnya merugikan. Dengan pendidikan finansial sejak dini, anak-anak akan dibekali "filter" untuk bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang menguntungkan dan mana yang justru merugikan.
Tentu saja, mengajarkan literasi finansial di sekolah bukan berarti mengubah sekolah jadi bank mini atau kelas bisnis. Ini bisa diintegrasikan dengan cara yang menyenangkan dan relevan dengan usia anak. Misalnya, di SD bisa diajari tentang konsep menabung, pentingnya memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan, atau cara membuat daftar belanjaan. Di SMP dan SMA, bisa lebih mendalam tentang investasi sederhana, risiko utang, atau perencanaan keuangan jangka panjang.
Peran orang tua di rumah memang sangat penting dalam menanamkan kebiasaan baik soal uang. Tapi, sekolah bisa memberikan kerangka dan pengetahuan yang lebih terstruktur. Guru bisa jadi fasilitator yang mengajarkan konsep-konsep dasar secara sistematis. Dengan begitu, pendidikan finansial nggak cuma jadi tugas orang tua, tapi juga jadi tanggung jawab kolektif.
Jadi, literasi finansial di kurikulum sekolah itu bukan lagi pilihan, tapi sebuah keharusan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang cerdas secara finansial, nggak gampang panik soal uang, dan mampu mengambil keputusan yang bijak demi masa depan yang lebih stabil. Mari kita persiapkan anak-anak kita, bukan hanya untuk sukses di sekolah, tapi juga sukses mengelola kehidupan mereka, termasuk urusan uang.