Kurikulum Berganti Tapi Masalah Tak Usai, Sekolah di Daerah Masih Tertinggal Jauh!
Tanggal: 13 Mei 2025 22:39 wib.
Tampang.com | Pemerintah kembali menggulirkan perubahan kurikulum demi meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, kritik muncul karena implementasinya dinilai tidak merata dan tidak menyentuh akar persoalan utama: ketimpangan sumber daya dan kualitas guru di daerah tertinggal.
Kurikulum Merdeka, Tapi Sekolah Belum Merdeka
Di kota besar, beberapa sekolah swasta dan negeri unggulan mulai mengadopsi Kurikulum Merdeka dengan fasilitas dan pelatihan guru yang memadai. Sebaliknya, di desa-desa, masih banyak guru tidak tahu cara menerapkannya karena keterbatasan pelatihan dan akses informasi.
“Di atas kertas kurikulumnya bagus, tapi kami belum dapat pelatihan apapun. Kami masih mengandalkan modul lama,” keluh Pak Wahid, guru SD di Nusa Tenggara Barat.
Masalah Lama: Ketimpangan Guru, Sarana, dan Internet
Ketimpangan pendidikan bukan hal baru. Banyak sekolah masih kekurangan guru tetap, tidak punya laboratorium, bahkan jaringan internet pun lemah. Ini membuat penerapan kurikulum baru hanya bisa dijalankan oleh segelintir sekolah.
“Pendidikan kita bukan hanya tertinggal secara skor, tapi juga timpang secara struktural,” ujar Nurma Kartika, pemerhati pendidikan dari LIPI.
Evaluasi Minim, Sekadar Ganti Nama?
Banyak pihak menyayangkan bahwa setiap perubahan kurikulum cenderung dilakukan tanpa evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum sebelumnya. Akibatnya, perubahan dianggap hanya ganti istilah tanpa perbaikan substansi.
“Ini seperti mengecat dinding retak tanpa memperbaiki pondasinya,” tambah Nurma.
Solusi: Bangun dari Bawah, Bukan dari Atas
Para ahli menekankan pentingnya pembangunan pendidikan dari bawah, mulai dari peningkatan kompetensi guru, perbaikan sarana dasar, hingga penguatan peran komunitas sekolah.
“Kalau guru dan sarana tertinggal, tak peduli sebagus apapun kurikulumnya, hasilnya tetap timpang,” tegas Nurma.
Pendidikan adalah Fondasi Masa Depan, Bukan Proyek Ganti-Ganti Nama
Pendidikan seharusnya menjadi proses yang berkelanjutan, bukan ajang eksperimen kebijakan. Negara harus serius menjamin bahwa setiap anak Indonesia, di kota maupun desa, punya kesempatan belajar yang adil dan bermutu.