Sumber foto: google

Kontroversi Praktik Renang Siswa SD di Lantai Sekolah: Dedi Mulyadi Soroti Esensi Pendidikan

Tanggal: 25 Feb 2025 20:05 wib.
Kedatangan sebuah video yang memperlihatkan sekelompok siswa Sekolah Dasar (SD) yang sedang berbaring di halaman sekolah sambil menirukan gerakan berenang baru-baru ini membuat heboh dunia maya. Tak ayal, video ini mendapatkan sorotan tajam dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurut Dedi, situasi tersebut bisa jadi tidak perlu terjadi jika para pengajar di sekolah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang esensi pendidikan yang seharusnya diterapkan. Ia menegaskan bahwa masalah yang muncul bukan hanya berkaitan dengan praktik renang di darat, tetapi juga pada aspek biaya yang sering dikeluhkan oleh orangtua siswa.

Dedi Mulyadi mengkritik praktik kolektivitas pembayaran tiket kolam renang yang sering kali dilakukan oleh guru yang bekerja sama dengan pihak pengelola kolam. Hal ini dapat menciptakan beban tambahan bagi orangtua siswa, dan sudah seharusnya menjadi perhatian serius oleh pihak-pihak yang berwenang. Dalam video tersebut, terungkap bahwa kegiatan renang sekolah terpaksa dilakukan di tanah lapang karena adanya keluhan dari orangtua mengenai biaya yang mahal. Narasi yang menyertai video menjelaskan, "Kegiatan renang di sekolah terpaksa dipindahkan ke lapangan karena adanya larangan praktik berenang di kolam."

Beberapa waktu yang lalu, berbagai berita keprihatinan seperti insiden duka Bocah 6 Tahun yang tewas di kolam renang di Garut pun menambah bobot kritikan ini. Membaca situasi tersebut, Dedi Mulyadi memberikan pernyataannya di sela-sela kegiatan retreat di Akademi Militer Magelang. Dia menyatakan, "Ketika saya melihat postingan dari seorang guru olahraga yang menunjukkan anak-anak melakukan gerakan berenang di atas lantai, rasanya ini adalah sinyal bahwa guru tersebut kurang memahami makna dan arah pendidikan yang seharusnya." 

Menjelaskan lebih lanjut tentang kegiatan olahraga yang seharusnya dapat diajarkan, Dedi Mulyadi menyebut bahwa masih banyak alternatif olahraga lain seperti lari, jalan kaki, voli, sepak bola, hingga senam yang dapat dibagikan kepada siswa. Ia menekankan pentingnya memberikan kebebasan bagi siswa untuk membiayai aktivitas mereka sendiri dengan cara yang lebih mandiri. "Sangat mungkin guru tetap menjalankan kegiatan renang tanpa harus terlibat dalam urusan pembelian tiket. Cukup bagi guru untuk menunggu di kolam renang dan membiarkan siswa membeli tiket secara mandiri dan dengan kesadaran penuh,” tuturnya. 

Pentingnya keadilan dalam pendidikan pun menjadi sorotan Dedi. Ia menyarankan agar aktivitas renang tidak dijadikan keharusan bagi siswa, khususnya bagi mereka yang orangtuanya merasa terbebani secara finansial. "Apabila orangtua merasa tidak mampu membiayai kegiatan renang, masih banyak pilihan pembelajaran lain yang dapat dilakukan tanpa harus mengeluarkan uang," tegasnya.

Sementara itu, Kepala SD Negeri Pinayungan II, Mimi Martiningsih, memberikan klarifikasi terkait video yang beredar luas di media sosial. Dia membantah narasi yang menyebutkan bahwa kegiatan tersebut adalah bentuk nyata dari praktik renang. “Video tersebut sebenarnya hanya menggambarkan simulasi sebelum siswa melakukan praktik renang yang sesungguhnya. Tidak mungkin kita mengajari renang di darat,” ungkapnya, menambahkan bahwa pengajaran teori renang dilakukan selama beberapa minggu sebelum siswa diperkenankan untuk melakukan praktik langsung di kolam renang. Menurutnya, proses ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa dengan baik sebelum turun ke air, sehingga keselamatan mereka dapat terjaga selama praktik renang. 

Di sisi lain, fenomena ini juga menjadi refleksi lebih dalam mengenai bagaimana pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah perlu dipertimbangkan kembali. Apakah kegiatan tersebut sudah cukup inklusif bagi seluruh siswa tanpa membebani orangtua? Selain itu, penting juga bagi orang tua dan guru untuk melakukan kolaborasi yang baik dalam mendukung pendidikan anak. Hal ini dapat menghindari munculnya berbagai permasalahan yang tidak perlu, dan memastikan setiap siswa mendapatkan pendidikan yang merata serta berkualitas. 

Kehadiran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga menjadi titik penting dalam pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan adanya dana tersebut, seharusnya setiap sekolah dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran untuk kegiatan pembelajaran yang bermanfaat dan menyenangkan, termasuk renang, tanpa menambah beban ekonomi bagi orangtua siswa. Sebagai informasi, setiap siswa SD berhak mendapatkan minimumnya Rp 900.000 dari dana BOS yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembelajaran. Ini tentu merupakan potensi besar yang perlu dijalankan dengan bijak agar pendidikan bisa menjadi lebih efisien dan menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved