Kolegium Kedokteran Harus Jadi Mitra Pemerintah, Bukan Lawan
Tanggal: 20 Mei 2025 22:47 wib.
Tampang.com | Guru Besar Emeritus Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Djohansjah Marzoeki, menegaskan pentingnya menjadikan kolegium kedokteran sebagai mitra strategis pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan kesehatan. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap polemik seputar kebijakan Kementerian Kesehatan dan implementasi Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang dianggap menyimpang dari semangat reformasi sistem kesehatan.
Dalam konferensi pers acara Salemba Bergerak: Mimbar Bebas Hari Kebangkitan Nasional di Gedung FKUI, Jakarta, Selasa (20/5/2025), Djohansjah mengungkapkan harapannya agar pemerintah menghargai lembaga ilmiah dan organisasi profesi sebagai badan independen yang menjadi partner, bukan lawan yang selalu dicari kesalahannya.
Menurut Djohansjah, di berbagai negara, kolegium kedokteran dan organisasi profesi merupakan rekan pemerintah dalam mengawal kebijakan publik kesehatan. Ia mengkritik kebijakan pengawasan kolegium oleh pemerintah yang justru merusak hubungan kerjasama yang selama ini terjalin.
“Kolegium kedokteran harus tetap independen dan otonom, hanya tunduk pada kaidah ilmiah, bukan pada kekuasaan negara, uang, atau kepentingan lain,” tegas Djohansjah. Ilmu kedokteran, katanya, merupakan ilmu pasti alam yang harus dijaga kebenarannya tanpa intervensi politik atau kepentingan pribadi.
Sesuai dengan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, pemerintah kini mengatur kolegium. Namun, Djohansjah menilai langkah ini bertentangan dengan prinsip independensi keilmuan. “Pengambilalihan kolegium oleh badan politik sama sekali melanggar kaidah ilmiah dan harus segera dikembalikan kepada posisi yang semestinya,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan beralasan pengaturan kolegium oleh pemerintah diperlukan untuk menghindari dominasi elite tertentu dalam organisasi profesi yang selama ini mengendalikan standar kurikulum dan pelayanan. Staf Khusus Menteri Kesehatan, Rendi Witular, menegaskan bahwa sesuai UU Kesehatan, kolegium memang berada di bawah pengawasan pemerintah.
Rendi juga menanggapi isu mutasi Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B. Yanuarso, yang mengaku dipindahkan karena menolak pengambilalihan kolegium. Ia membantah tuduhan perampasan dan meminta Piprim untuk mematuhi ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, sebagian besar dokter spesialis lain menyatakan tidak keberatan dengan pengaturan kolegium oleh pemerintah, karena mereka memahami bahwa kolegium adalah bagian dari tata kelola negara dalam sistem kesehatan.
Polemik ini mengangkat perdebatan penting antara independensi keilmuan dan pengawasan pemerintah dalam tata kelola kolegium kedokteran, yang menjadi kunci kualitas dan profesionalisme layanan kesehatan di Indonesia.