Sumber foto: Canva

Kenapa di Sekolah Sekarang Banyak yang "Berbisnis"?

Tanggal: 23 Jul 2025 08:40 wib.
Dulu, sekolah mungkin hanya identik dengan belajar, mengerjakan tugas, dan bermain. Namun, coba tengok sekarang, pemandangan anak-anak atau remaja yang menjual berbagai barang atau jasa kecil di lingkungan sekolah makin sering terlihat. Mulai dari makanan ringan, aksesoris, jasa print tugas, sampai jastip barang unik. Fenomena "berbisnis" di sekolah ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan cerminan dari berbagai faktor yang memengaruhi generasi muda saat ini, mulai dari kebutuhan ekonomi, kreativitas, hingga pengaruh lingkungan.

Mencari Penghasilan Tambahan: Kebutuhan atau Keinginan

Salah satu alasan paling mendasar kenapa siswa mulai "berbisnis" di sekolah adalah kebutuhan akan penghasilan tambahan. Tidak semua anak berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang mapan. Uang saku mungkin terbatas, sementara keinginan untuk jajan, membeli barang-barang pribadi, atau sekadar ikut tren teman-teman terus ada. Dengan berjualan, mereka bisa mendapatkan uang saku ekstra tanpa harus meminta terus-menerus kepada orang tua.

Bagi beberapa siswa, motivasinya mungkin bukan semata-mata kebutuhan dasar, tapi lebih ke keinginan untuk mandiri secara finansial. Mereka ingin bisa membeli sesuatu yang diinginkan dengan hasil usaha sendiri, bukan dari pemberian orang tua. Ini menumbuhkan rasa bangga dan kemandirian sejak dini. Apalagi di era digital, banyak remaja yang terpapar gaya hidup yang membutuhkan dana lebih, mendorong mereka mencari cara kreatif untuk memenuhi keinginan tersebut.

Munculnya Peluang dan Keterampilan Wirausaha

Fenomena ini juga bisa dilihat sebagai munculnya peluang untuk mengembangkan keterampilan wirausaha. Sekolah adalah mini market yang sempurna. Ada banyak calon pembeli (teman-teman, guru, staf sekolah) dan produk yang dibutuhkan relatif sederhana. Anak-anak yang "berbisnis" secara tidak langsung belajar banyak hal: bagaimana menentukan harga, menghitung keuntungan, mempromosikan barang, menghadapi komplain pelanggan, hingga mengelola uang.

Kemampuan ini, meskipun terlihat kecil di skala sekolah, adalah dasar dari jiwa wirausaha yang penting di masa depan. Mereka belajar tentang permintaan pasar, inovasi produk (misalnya, membuat cemilan yang beda dari kantin), dan manajemen risiko. Ini adalah pengalaman praktis yang tidak selalu bisa didapatkan dari bangku kelas, menjadi semacam "laboratorium bisnis" pertama bagi mereka.

Pengaruh Lingkungan dan Akses Informasi

Penyebaran informasi yang cepat melalui media sosial juga punya andil besar dalam fenomena ini. Banyak remaja melihat contoh teman sebaya atau bahkan idola mereka yang sukses berbisnis dari usia muda. Platform seperti TikTok, Instagram, atau YouTube seringkali menampilkan konten tentang side hustle atau cara menghasilkan uang bagi remaja. Ini menciptakan semacam budaya "entrepreneurship" di kalangan anak muda.

Selain itu, kemudahan akses terhadap barang-barang dari online marketplace atau ide-ide kreatif dari internet membuat "bisnis" di sekolah jadi lebih mudah diwujudkan. Mereka bisa mendapatkan bahan baku murah, belajar resep baru, atau melihat tren produk yang sedang digandrungi teman-teman seusianya. Lingkungan yang serba terhubung ini membuka mata mereka pada berbagai peluang yang dulunya mungkin tidak terpikirkan.

Kebijakan Sekolah dan Peran Orang Tua

Tentu saja, fenomena ini tidak lepas dari kebijakan sekolah dan peran orang tua. Beberapa sekolah mungkin punya aturan ketat yang melarang jual-beli di lingkungan sekolah karena alasan kebersihan, keamanan, atau takut mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Namun, ada juga sekolah yang lebih fleksibel, bahkan mendukung inisiatif siswa ini selama tidak mengganggu pendidikan. Dukungan dari pihak sekolah, misalnya dengan menyediakan event pasar sekolah atau bazaar, bisa menjadi wadah positif bagi siswa.

Orang tua juga punya peran penting. Daripada langsung melarang, melihat motivasi di baliknya dan memberikan bimbingan bisa jadi pilihan yang lebih baik. Mengajarkan mereka tentang etika berbisnis, pentingnya kejujuran, dan bagaimana menyeimbangkan antara belajar dan berbisnis, akan jauh lebih bermanfaat daripada sekadar melarang tanpa alasan jelas. Ini bisa jadi kesempatan bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai finansial dan tanggung jawab.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved