Sumber foto: iStock

Kembali dari Kepunahan: Mamalia Misterius 'Payangko' Terekam Hidup di Papua Setelah 62 Tahun Menghilang

Tanggal: 20 Jun 2025 14:03 wib.
Sebuah penemuan luar biasa mengguncang dunia ilmiah dan konservasi. Mamalia purba bertelur yang telah lama dinyatakan punah, Attenborough’s long-beaked echidna (Zaglossus attenboroughi), akhirnya berhasil didokumentasikan hidup-hidup di alam liar. Kejadian langka ini terjadi di hutan lebat Pegunungan Cyclops, Papua, dan menjadi titik terang baru dalam pelestarian satwa langka dunia.

Mamalia unik ini berasal dari kelompok monotremata—kelompok mamalia primitif yang sudah ada sejak zaman dinosaurus. Spesies tersebut terakhir kali terlihat pada tahun 1961 dan sejak itu tidak pernah muncul kembali di hadapan para peneliti. Akibatnya, echidna langka ini bahkan sempat masuk dalam daftar spesies yang punah selama lebih dari lima dekade.

Namun, hasil luar biasa ini berhasil dicapai berkat kerja sama erat antara ilmuwan dan masyarakat adat Papua. Mereka bersama-sama menjelajahi wilayah liar dan nyaris tak tersentuh selama puluhan tahun, dengan semangat menemukan kembali spesies yang nyaris hanya tersisa dalam catatan sejarah.

Penelitian dan ekspedisi ini dilakukan oleh Zoological Society of London (ZSL) pada tahun 2023, dengan menggabungkan pendekatan ilmiah modern dan pengetahuan lokal yang diwariskan turun-temurun. Para ilmuwan memasang kamera jebak dan melakukan survei ekologi yang komprehensif, sekaligus berdialog dengan masyarakat lokal yang telah hidup berdampingan dengan alam selama berabad-abad.

Jonathan Baillie, salah satu anggota tim ekspedisi dari ZSL, menjelaskan bahwa echidna ini merupakan bagian dari kelompok unik bersama platipus berparuh bebek—dua mamalia langka yang bertelur dan memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari mamalia pada umumnya.

Menariknya, pencarian echidna tidak hanya mengandalkan teknologi. Tim peneliti mengunjungi pemukiman lokal di sekitar Pegunungan Cyclops dan melakukan wawancara dengan penduduk. Hasilnya, tujuh orang dari komunitas tersebut mengaku pernah melihat echidna sejak tahun 2005. Mereka bahkan menyebut hewan ini dengan nama lokal yang khas, yaitu Payangko.

Salah seorang warga bahkan menyampaikan bahwa ia pernah mengonsumsi hewan tersebut dan menyebutnya sebagai makanan yang lezat. Informasi yang diperoleh dari warga ini sangat penting karena membantu peneliti menentukan titik strategis untuk memasang kamera jebakan. Kamera ini akhirnya berhasil merekam jejak makan khas echidna serta mendapatkan dokumentasi visual pertama spesies ini dalam lebih dari 60 tahun.

Rekaman tersebut menjadi bukti kuat bahwa Zaglossus attenboroughi kemungkinan besar masih bertahan hidup di habitat aslinya, walau dalam jumlah yang mungkin sangat terbatas. Kabar ini membawa harapan besar bagi dunia konservasi dan memperlihatkan pentingnya keterlibatan komunitas lokal dalam pelestarian satwa liar.

Tak hanya menemukan kembali echidna legendaris, ekspedisi ini juga mengungkap kekayaan biodiversitas luar biasa di Pegunungan Cyclops. Menurut Baillie, tim berhasil mencatat berbagai spesies lain yang mungkin belum pernah tercatat dalam literatur ilmiah sebelumnya. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa wilayah Papua, khususnya daerah terpencil seperti Pegunungan Cyclops, menyimpan kekayaan hayati yang belum sepenuhnya terungkap.

Penemuan echidna Attenborough di Papua bukan sekadar kabar baik tentang spesies yang bangkit dari status “punah.” Ini juga merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara sains modern dan kearifan lokal bisa menghasilkan terobosan besar. Pengetahuan masyarakat adat tentang lingkungan sekitar mereka terbukti sangat akurat dan tak ternilai harganya dalam konteks eksplorasi ilmiah.

Lebih jauh lagi, kisah echidna ini menjadi pengingat penting akan tantangan konservasi di era modern. Banyak spesies yang dinyatakan punah sebenarnya masih mungkin bertahan hidup, tersembunyi di tempat-tempat yang belum dijangkau atau terlalu sulit diakses. Teknologi canggih memang penting, tetapi pelestarian alam tidak akan berhasil tanpa melibatkan mereka yang telah lama hidup dan menjaga keseimbangan ekosistem secara tradisional.

Kisah Payangko di Pegunungan Cyclops membawa pesan kuat: bahwa harapan selalu ada selama manusia masih peduli, mencari, dan bersedia mendengarkan alam dan para penjaganya yang setia—masyarakat adat. Di tengah perubahan iklim, eksploitasi alam, dan ancaman terhadap habitat, penemuan ini menjadi secercah cahaya yang menunjukkan bahwa alam masih menyimpan banyak misteri yang belum sepenuhnya kita pahami.

Dengan ditemukannya kembali Zaglossus attenboroughi, ilmuwan kini memiliki tugas lanjutan: melindungi habitatnya, memastikan populasi dapat bertahan, serta membuka lebih banyak jalur kolaborasi dengan masyarakat lokal agar upaya konservasi semakin berdampak. Penemuan ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari langkah-langkah nyata untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati dunia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved