Indonesia Emas 2045: Bisakah Digitalisasi Pendidikan Menjawab Tantangan Masa Depan?
Tanggal: 17 Mei 2025 14:16 wib.
Visi besar Indonesia Emas pada tahun 2045 memang menjadi impian semua pihak, tetapi pencapaiannya tidak akan terwujud tanpa pemerataan pendidikan berkualitas di seluruh nusantara. Dalam sebuah forum diskusi berjudul "Pendidikan Indonesia: Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?" yang diselenggarakan oleh Putera Sampoerna Foundation (PSF) bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, para pemangku kepentingan membahas secara mendalam tentang tantangan serta peluang pemanfaatan teknologi dalam pendidikan. Forum ini menjadi panggung penting untuk mengevaluasi sejauh mana teknologi sudah berhasil dimaksimalkan dalam dunia pendidikan, sekaligus menggali apa yang harus dilakukan ke depan agar tujuan besar Indonesia Emas 2045 tidak hanya menjadi angan-angan.
Literasi Digital Guru: Kunci Utama Revolusi Pendidikan
Juliana, Head of Program Development PSF, memberikan perhatian khusus pada literasi digital di kalangan guru. Meskipun pandemi telah mendorong kesadaran penggunaan teknologi dalam pembelajaran, kenyataannya masih banyak guru yang memanfaatkan perangkat digital hanya sebagai alat bantu sederhana, bukan sebagai media pembelajaran yang kritis dan kolaboratif. Hal ini menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.
Menurut Juliana, para pendidik memiliki tiga tugas besar dalam mengoptimalkan teknologi. Pertama, guru harus meningkatkan kemampuan literasi digitalnya agar dapat mengoperasikan teknologi dengan baik. Kedua, guru perlu mampu berinteraksi secara kritis dengan teknologi, sehingga tidak hanya pasif menerima informasi. Ketiga, guru harus bisa mengarahkan siswa agar menggunakan teknologi untuk berdiskusi aktif, mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bukan hanya menjadi konsumen pasif informasi.
Dalam kata-katanya, Juliana menekankan bahwa guru harus berkembang dari sekadar pengguna alat menjadi pencipta konten. Mereka harus mampu mendorong siswa agar tidak hanya menyerap informasi, tapi juga mengolah dan mengkritisi konten yang diperoleh, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mendalam.
Digitalisasi Pendidikan: Program Nasional yang Masif
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga memberikan respon yang serius terhadap kebutuhan digitalisasi pendidikan. Maulani Mega Hapsari, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen RI, mengungkapkan bahwa saat ini tengah berlangsung percepatan digitalisasi pembelajaran secara masif sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025. Program ini bertujuan untuk mendistribusikan perangkat teknologi serta konten interaktif ke lebih dari 330 ribu satuan pendidikan di berbagai jenjang, dari SD sampai SMA.
Namun, Mega menegaskan bahwa digitalisasi bukan hanya soal mengirimkan alat. Pemerintah juga menyediakan pendampingan teknis serta pelatihan bagi guru agar proses pembelajaran digital dapat berjalan secara efektif dan optimal. Hal ini penting supaya teknologi tidak hanya menjadi pajangan di kelas, tetapi benar-benar berfungsi sebagai sarana pendidikan yang mendorong keterlibatan aktif siswa.
Peran Keluarga dalam Edukasi Digital
Selain fokus pada sekolah dan guru, diskusi juga menyoroti peran keluarga dalam mendukung edukasi digital anak. Mega mengingatkan bahwa anak-anak pertama kali mengenal gadget bukan di sekolah, melainkan di rumah. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting dalam membimbing anak-anak agar menggunakan media digital secara bijak dan bertanggung jawab.
Pendidikan literasi digital juga harus mencakup aspek etis, seperti contoh sederhana ketika meletakkan ponsel saat makan bersama keluarga sebagai bentuk penghargaan dan pembelajaran karakter. Pendekatan ini diharapkan membantu anak-anak tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang cerdas, tapi juga memiliki kontrol dan sikap yang baik terhadap penggunaan gawai dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Masa Depan dan Kreativitas Manusia
Dalam forum tersebut, Ryan Ardiandhy, animator sekaligus sutradara film "Jumbo," membagikan pandangannya mengenai arah pendidikan di masa depan. Ryan menekankan bahwa setiap individu memiliki cara belajar dan kelebihan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, sistem pendidikan harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan metode pembelajarannya agar dapat mengakomodasi keunikan setiap siswa.
Ryan juga mengingatkan bahwa meskipun kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi alat bantu yang luar biasa dalam proses pembelajaran, makna sejati dan kreativitas harus tetap berasal dari manusia. Kita sedang menuju generasi Indonesia Emas yang kreatif dan inovatif, bukan generasi yang tergantung sepenuhnya pada teknologi atau bahkan menjadi “generasi sintetis.”
Menghadapi Tantangan dengan Sinergi
Dari diskusi ini, terlihat jelas bahwa pencapaian Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada kolaborasi berbagai pihak: guru, pemerintah, keluarga, dan tentu saja siswa itu sendiri. Pemerataan pendidikan berkualitas dengan pemanfaatan teknologi yang tepat harus menjadi prioritas utama. Peningkatan literasi digital guru, distribusi perangkat dan konten pembelajaran yang merata, serta pendampingan intensif menjadi fondasi untuk mewujudkan pembelajaran modern yang efektif dan inklusif.
Selain itu, pendidikan karakter melalui pembiasaan etis dalam menggunakan teknologi juga harus menjadi perhatian agar anak-anak tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya pintar teknologi, tapi juga bijak dan bertanggung jawab.
Dengan strategi yang tepat dan komitmen dari semua pihak, impian Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan, melainkan sebuah realitas yang mampu membawa bangsa ini ke puncak kemajuan dan kesejahteraan.