Harvard Umumkan Biaya Kuliah Gratis untuk Keluarga dengan Penghasilan Tertentu, Apa Dampaknya untuk Masa Depan Pendidikan
Tanggal: 2 Apr 2025 13:59 wib.
Tampang.com | Harvard University baru saja mengumumkan kebijakan revolusioner yang dapat mengubah wajah pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Pada 17 Maret 2025, universitas ini mengungkapkan bahwa mereka akan memberikan biaya kuliah gratis kepada mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan penghasilan tahunan sebesar US$200.000 atau kurang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tahun akademik 2025-2026, dan berlaku untuk mahasiswa di Harvard College, yaitu sekolah sarjana universitas tersebut.
Deklarasi ini tentu menjadi angin segar bagi banyak keluarga yang khawatir akan biaya pendidikan tinggi yang semakin tinggi. "Harvard telah lama berupaya membuka akses bagi mahasiswa berbakat, tanpa memandang kondisi finansial mereka," kata Dekan Fakultas Seni dan Sains Harvard, Hopi Hoekstra, seperti dikutip oleh CNBC International.
Menurut Hoekstra, investasi dalam bantuan keuangan ini adalah langkah nyata untuk membuat pendidikan di Harvard lebih terjangkau dan memberikan peluang yang setara bagi siapa saja yang diterima di universitas tersebut.
Kebijakan biaya kuliah gratis ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan Harvard untuk menjadikan pendidikan tinggi lebih inklusif. Saat ini, biaya kuliah di Harvard College mencapai US$56.550 (sekitar Rp880 juta) per tahun untuk tahun akademik 2024-2025. Angka ini belum termasuk biaya hidup seperti akomodasi, perlengkapan, dan transportasi, yang diperkirakan mencapai US$26.000 (sekitar Rp405 juta) per tahun. Oleh karena itu, bagi banyak keluarga, biaya pendidikan di Harvard bisa sangat memberatkan. Dengan kebijakan baru ini, mahasiswa dari keluarga dengan penghasilan tahunan yang lebih rendah tidak perlu lagi khawatir tentang biaya kuliah yang membebani mereka.
Namun, kebijakan ini juga menawarkan lebih dari sekadar biaya kuliah gratis. Bagi keluarga dengan penghasilan tahunan US$100.000 (sekitar Rp1,56 miliar) atau kurang, mahasiswa tidak hanya akan mendapatkan kuliah gratis, tetapi juga mendapatkan dana bantuan tambahan.
Mahasiswa ini akan menerima dana sebesar US$2.000 (sekitar Rp31 juta) di tahun pertama kuliah mereka, serta bantuan serupa di tahun ketiga untuk membantu mereka mempersiapkan transisi keluar dari dunia perkuliahan. Dengan dukungan finansial tambahan ini, mahasiswa tidak hanya mendapatkan pendidikan berkualitas, tetapi juga dapat memfokuskan diri sepenuhnya pada studi mereka tanpa harus khawatir tentang keuangan.
Harvard University, yang merupakan universitas tertua di Amerika Serikat, telah melahirkan banyak alumni berpengaruh, seperti mantan Presiden AS John F. Kennedy dan Franklin Delano Roosevelt, serta pemimpin bisnis seperti mantan CEO YouTube Susan Wojcicki dan pendiri Microsoft Bill Gates.
Dengan dana abadi akademik terbesar di dunia, yang pada 2024 tercatat lebih dari US$53 miliar (sekitar Rp828 triliun), Harvard memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan kebijakan ini. Dana abadi ini menjadi sumber utama pendanaan untuk program bantuan keuangan yang dapat membantu mahasiswa yang kurang mampu.
Harvard telah lama berkomitmen untuk mengurangi hambatan keuangan bagi calon mahasiswa yang berbakat. Sejak 2004, Harvard telah menawarkan kuliah gratis bagi keluarga dengan penghasilan tahunan di bawah ambang batas tertentu, yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2023, batas penghasilan tersebut berada pada angka US$85.000 per tahun. Kebijakan ini sejalan dengan misi universitas untuk memastikan bahwa tidak ada calon mahasiswa berbakat yang terkendala oleh masalah finansial.
Selain itu, sejak 2007, Harvard juga telah menghapuskan skema pinjaman mahasiswa dalam program bantuan keuangannya. Sebagai pengganti, universitas ini mengganti pinjaman dengan hibah yang tidak perlu dikembalikan. Hal ini membantu mahasiswa untuk keluar dari universitas tanpa beban utang yang berat.
Meski demikian, data dari Harvard's Opportunity Insights menunjukkan bahwa hanya kurang dari 5% mahasiswa Harvard yang berasal dari keluarga dengan pendapatan terendah 20% di AS, sementara hampir 40% mahasiswa berasal dari keluarga dengan pendapatan tertinggi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan ini sangat bermanfaat, Harvard masih memiliki pekerjaan rumah untuk memastikan bahwa lebih banyak mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang beruntung dapat mengakses pendidikan di universitas ini.
Kebijakan biaya kuliah gratis ini tentu memiliki dampak besar terhadap dunia pendidikan tinggi di AS, terutama dalam menciptakan kesetaraan akses pendidikan bagi mahasiswa dari beragam latar belakang ekonomi. Dengan lebih banyak universitas yang mengikuti jejak Harvard, diharapkan pendidikan tinggi dapat menjadi lebih terjangkau dan inklusif bagi semua orang, tidak hanya bagi mereka yang berasal dari keluarga kaya.