Guru Besar FKUI Soroti Kebijakan Kemenkes: Mutu Pendidikan Dokter Terancam Menurun
Tanggal: 17 Mei 2025 21:42 wib.
Tampang.com | Kebijakan terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menuai kritik tajam dari kalangan akademisi kedokteran. Sebanyak 158 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), bersama dokter dan akademisi dari berbagai institusi, menyatakan keprihatinan mereka terhadap regulasi yang dinilai dapat menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis di Indonesia. Pernyataan sikap ini disampaikan secara terbuka di Gedung FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
Siti Setiati, salah satu perwakilan Guru Besar FKUI, menyampaikan bahwa sejumlah kebijakan Kemenkes belakangan ini justru menjauh dari semangat kolaborasi yang selama ini menjadi fondasi pendidikan kedokteran nasional. “Alih-alih memperkuat sistem, pemerintah justru membuat kebijakan yang mengancam mutu pendidikan dan layanan kesehatan di masa depan,” ungkapnya.
Para Guru Besar menyoroti beberapa poin krusial. Pertama, pendidikan dokter tidak bisa disederhanakan menjadi pelatihan teknis semata. Prosesnya adalah perjalanan akademik panjang yang menuntut integrasi pengajaran, penelitian, dan layanan kesehatan, yang hanya dapat terlaksana melalui rumah sakit pendidikan berkualitas.
Kedua, kebijakan penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas dinilai berisiko menimbulkan kesenjangan kualitas antar dokter. Tanpa sinergi erat dengan fakultas kedokteran, hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan potensi kesalahan medis dan membahayakan keselamatan pasien.
Ketiga, pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan mengganggu ekosistem pendidikan yang telah lama terbangun. Para dosen yang juga menjadi dokter praktik di rumah sakit pendidikan selama ini menjalankan tiga fungsi utama—pelayanan, pengajaran, dan riset—secara terpadu. Pemisahan ini, menurut mereka, akan mengurangi kualitas pengalaman belajar bagi mahasiswa kedokteran dan dokter muda.
Keempat, para Guru Besar mengingatkan bahwa penurunan mutu pendidikan dokter akan berdampak luas, termasuk meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, stunting, hingga penyebaran penyakit seperti tuberkulosis dan penyakit tidak menular lainnya.
Kelima, mereka juga menekankan pentingnya menjaga independensi kolegium kedokteran sebagai lembaga penjaga standar kompetensi profesi medis. Jika peran kolegium dilemahkan, maka akan terjadi degradasi kualitas tenaga medis dan runtuhnya kepercayaan publik terhadap profesi dokter Indonesia.
Berdasarkan kekhawatiran tersebut, Guru Besar FKUI mengajukan lima imbauan kepada pemerintah:
Menjaga pendidikan dokter tetap berada dalam sistem akademik yang terstandar dan berkualitas.
Melibatkan institusi pendidikan kedokteran dalam setiap kebijakan secara aktif dan berbasis bukti ilmiah.
Menghindari kebijakan populis jangka pendek yang mengorbankan mutu layanan dan keselamatan pasien.
Menghentikan narasi negatif terhadap profesi kedokteran yang dapat merusak kepercayaan masyarakat.
Menegaskan kembali peran kolegium profesi sebagai lembaga independen dalam menjaga standar pendidikan dan kompetensi dokter.
Dalam menghadapi masa depan layanan kesehatan nasional, mereka berharap pemerintah kembali membuka ruang dialog dan menyusun kebijakan secara inklusif bersama pemangku kepentingan pendidikan kedokteran. Hal ini penting demi memastikan bahwa mutu dan integritas profesi kedokteran tetap terjaga untuk generasi mendatang.