Sumber foto: iStock

Gunung Api di Indonesia: Sejarah Letusan Gempa Bumi yang Membuat 90% Manusia Tewas

Tanggal: 6 Okt 2024 10:19 wib.
Indonesia, sebagai negara yang berada di antara tiga lempeng tektonik aktif, dikenal rentan terhadap bencana alam. Sejarah dunia telah berulang kali mencatat bencana alam terbesar di dunia berasal dari negeri ini. Salah satunya adalah letusan supervolcano Toba yang terjadi 74.000 tahun lalu. Meskipun kini gunung api Toba sudah tidak aktif lagi, bekas letusannya masih terlihat jelas dalam bentang alam Danau Toba, yang sebenarnya adalah kaldera gunung api. Danau Toba kini merupakan danau terluas di Asia Tenggara dan Indonesia.

Ketika letusan tersebut terjadi pada 74.000 tahun lalu, Gunung Toba memuntahkan sebanyak 2.800 km3 material vulkanik dan menyebabkan 90% populasi manusia yang hidup pada masa pra-sejarah tewas. Angka kematian akibat letusan ini jauh lebih besar daripada erupsi Gunung Tambora (1815) dan Gunung Krakatau (1883) yang tercatat dalam sejarah manusia. Letusan Toba menciptakan gelombang tsunami yang besar dan mempengaruhi dinamika iklim di seluruh dunia.

Berbeda dengan letusan Tambora dan Krakatau yang terdokumentasi dengan baik oleh manusia, tidak terdapat kesaksian langsung mengenai letusan Toba. Namun, melalui riset "Supererupsi Toba 74.000 tahun lalu" (2013), terungkap bahwa dampak letusan dapat terlihat di berbagai wilayah dunia. Jejak endapan abu vulkanik Toba dapat ditemukan di Samudera Hindia, Teluk Benggala, hampir seluruh Asia Selatan, China, dan Arab.

Endapan abu vulkanik Toba paling besar terdapat di India, dengan luas mencapai 4.000.000 km2. Letusan ini diperkirakan mencapai jarak 50-80 km dan berlangsung selama 9-14 hari. Selain itu, letusan tersebut juga diperkirakan menghasilkan energi sebesar 0,42 juta megaton TNT atau setara dengan 21 juta kali ledakan bom atom Hiroshima.

Ketika letusan Toba terjadi, jumlah abu halus dan aerosol yang terkumpul di atmosfer mencapai 10 miliar ton. Dampaknya, sinar matahari tidak dapat menembus abu, sehingga dunia mengalami penurunan suhu sekitar 4oC. Hal ini mengakibatkan terjadinya musim dingin yang berlangsung selama 6-10 tahun tanpa henti. Penurunan suhu ini juga mengganggu fotosintesis tumbuhan, sehingga produksi makanan terganggu dan berdampak pada degradasi populasi manusia.

Menurut A. Gibbsons dalam karya "Pleistocene Population Explosions" (1993), populasi manusia setelah letusan Toba mengalami penurunan drastis dari 100.000 individu menjadi 10.000 individu, atau mengalami penurunan sebesar 90%. Dampak dari letusan ini mendorong proses migrasi manusia, yang kemudian memengaruhi keragaman ras manusia pada masa kini.

Letusan Toba terjadi ketika bumi masih dalam kondisi sepi penghuni. Berbeda dengan letusan Gunung Tambora dan Krakatau yang terjadi ketika manusia sudah banyak mendiami planet ini. Jika letusan Toba terjadi pada era modern, dampaknya bisa jauh lebih besar.

Saat ini, Gunung Toba telah tidak aktif lagi. Meskipun demikian, hal ini tidak boleh membuat kita lengah terhadap aktivitas tektonik dan vulkanik di Indonesia. Dampak dari letusan supervolcano Toba masih terlihat jelas, seperti yang terlihat pada Danau Toba di Sumatra Utara. Danau Toba merupakan hasil dari letusan besar yang diikuti dengan runtuhnya batuan penopang ke dalam dapur magma gunung, yang kemudian membentuk kaldera.

Menurut situs resmi Kemenparekraf, Danau Toba memiliki panjang 100 km, lebar 30 km, kedalaman mencapai 500 meter, dan ketinggian permukaan sekitar 900 meter. Meskipun teknologi semakin canggih, belum ada yang mampu memprediksi datangnya aktivitas tektonik dan vulkanik. Oleh karena itu, langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah belajar berdamai dengan alam.

Letusan supervolcano Toba merupakan salah satu contoh dari beberapa letusan besar yang pernah terjadi di Indonesia. Dengan memahami sejarah letusan ini, kita dapat belajar untuk lebih waspada terhadap potensi bencana alam di masa depan. Selain itu, upaya pelestarian alam dan sumber daya alam juga menjadi sangat penting untuk dilakukan demi kelangsungan hidup manusia dan ekosistem diBumi ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved