Gubernur Jabar Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer, Tuai Pro Kontra di Hari Pendidikan Nasional 2025
Tanggal: 4 Mei 2025 19:04 wib.
Tampang.com | Kebijakan ini mendapat kritik dari berbagai kalangan. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyoroti perlunya pendekatan berbasis data. Ia mengingatkan pentingnya membedakan antara pendidikan karakter dan pendidikan militer. “Anak-anak remaja ini adalah warga sipil, bukan tentara. Pendidikan karakter mestinya cukup dilakukan tanpa harus pelatihan fisik militer,” kata Iman.
P2G juga mengingatkan bahwa anak yang melakukan tindak pidana seharusnya ditangani oleh lembaga pembinaan anak seperti LPKA atau LPKS, bukan langsung dikirim ke barak militer.
Kekhawatiran: Munculnya Geng Baru hingga Potensi Pelanggaran Hak Anak
Selain pendekatan yang dipertanyakan, ada pula kekhawatiran bahwa program ini bisa menimbulkan efek sosial baru. “Bisa jadi nanti malah muncul geng baru hasil dari barak,” ujar Iman. Ia menyarankan solusi lain, seperti membangun sekolah militer berasrama yang didanai pemerintah provinsi dengan kurikulum khusus, bukan dengan mengasingkan siswa begitu saja dari lingkungan sekolah umum.
DPR: Jangan Abaikan Pendidikan Formal dan Hak Anak
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, juga angkat bicara. Menurutnya, pendidikan militer bisa membangun disiplin, namun tidak boleh mengabaikan hak anak untuk memperoleh pendidikan formal yang menyeluruh. Ia mengingatkan bahwa konsep bela negara seharusnya ditanamkan melalui kurikulum seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), bukan lewat latihan fisik militer.
“Pendekatan pedagogis dalam pendidikan karakter jauh lebih tepat. Kita harus pastikan kebijakan ini tidak melenceng dari tujuan utama pendidikan,” tegas Lalu.
Perlu Dialog dan Pendekatan Komprehensif
Para pengamat dan legislator menyepakati satu hal: kebijakan seberat ini harus didahului dialog dan kajian mendalam. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah daerah, pusat, praktisi pendidikan, dan masyarakat dalam merancang solusi terbaik untuk menangani kenakalan remaja—tanpa mengorbankan hak, keselamatan, dan masa depan anak-anak Indonesia.