FSGI Soroti Wacana Penjurusan SMA: Sistem Peminatan Sudah Cukup, Tak Perlu Tambah Istilah Baru
Tanggal: 17 Apr 2025 08:36 wib.
Tampang.com | Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai wacana mengembalikan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA tidak perlu dilakukan. Sistem peminatan yang ada saat ini dianggap sudah cukup efektif dan sesuai kebutuhan.
Sistem Peminatan Dinilai Sudah Relevan
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Mansur Sipinathe, menyarankan agar pemerintah tidak kembali mengubah skema pendidikan di tingkat SMA dengan membawa kembali istilah penjurusan seperti IPA, IPS, dan Bahasa. Menurutnya, sistem peminatan yang kini digunakan dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya masih memiliki esensi yang sama dengan penjurusan lama, hanya berbeda dari segi istilah.
“Lebih baik sistem yang sudah ada sekarang dimatangkan dan diperbaiki, daripada menambah istilah baru yang justru bisa membingungkan,” ujar Mansur, Rabu (16/4/2025).
Masih Sama Seperti Penjurusan, Hanya Lebih Fleksibel
Mansur menjelaskan, sistem peminatan saat ini pada dasarnya membagi siswa berdasarkan paket-paket mata pelajaran pilihan. Paket-paket ini sangat mirip dengan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa, hanya saja lebih fleksibel dan memungkinkan variasi pemilihan yang lebih luas.
“Yang ada sekarang itu sebetulnya jurusan juga, hanya namanya paket peminatan. Isinya hampir sama, tapi dengan ruang gerak yang lebih luas,” katanya.
Penerimaan Perguruan Tinggi Tak Lagi Mengacu Jurusan
Lebih lanjut, FSGI juga menyoroti bahwa seleksi masuk perguruan tinggi kini tidak lagi berfokus pada jurusan yang diambil di SMA. Melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), siswa tidak diuji berdasarkan mata pelajaran spesifik, melainkan lebih kepada kemampuan kognitif dan potensi akademik.
“Tes masuk kuliah sekarang tidak lagi mensyaratkan IPA atau IPS. Jadi kalau penjurusan dihidupkan kembali hanya karena alasan TKA, padahal TKA belum pasti dipakai, itu bisa jadi malah sia-sia,” tegasnya.
Tidak Perlu Tambah Beban dengan Istilah Baru
Mansur juga mengingatkan Kementerian Pendidikan agar tidak menambah beban sekolah maupun guru dengan mengubah istilah atau sistem yang esensinya tidak jauh berbeda dari yang sekarang berlaku. Ia menilai perubahan istilah justru bisa menciptakan kebingungan baru di lapangan tanpa manfaat yang jelas.
“Kami harap Kemendikbudristek lebih fokus memperkuat implementasi yang sudah ada. Jangan hanya ganti nama atau istilah tapi substansinya tetap sama,” tutupnya.